Bandasapuluah.com – Hampir dalam setiap adat perkawinan di berbagai daerah di Sumatera Barat mengenal acara babako. Akan tetapi, acara babako di tiap daerah tidaklah sama.
Prosesi babako ini disesuaikan dengan adat salingka nagari di daerah tersebut. Tak terkecuali di Kecamatan Sutera.
Di Kecamatan Sutera, babako merupakan awal dari serangkaian acara resmi perkawinan. Acara ini sering juga disebut dengan Turun Bako. Di pihak bako, mereka menyebutnya sebagai muanta anak pisang.
Pelaksanaan acara babako
merupakan suatu kewajiban dalam pelaksanaan acara alek perkawinan
karena memberi pertanda bahwa
pengantin laki-laki dan perempuan
orang tuanya adalah orang Minang,
punya kampung yang berkaum dan
berketurunan. Hal ini juga sebagai tanda
tanggung jawab kaum kepada mamak.
Adapun tujuan acara ini sebagai pernyataan kasih sayang dan restu dari pihak bako (keluarga ayah pihak pengantin) terhadap anak pisangnya yang akan menempuh hidup baru.
Rombongan Induk Bako yang berkumpul dirumah salah seorang keluarga dekat ayah ma arak anak pisangnya yang akan menjadi pengantin ditempat kediaman anak pisang itu sendiri untuk “diasoki dengan kumayan dan dilimaui dengan limau harum”.
Kedua macam benda itu melambangkan do’a untuk keselamatan penganten dan melambangkan membersihkan diri lahir bathin serta dorongan untuk memperkuat mental sebelum melangsungkan pernikahan.
Arakan ini dilengkapi dengan sejumlah bawaan sebagai paragiah dan sumbangan dari pihak keluarga ayah.
Bawaan itu antara lain terdiri dari Limau, nasi kuniek (sampek), pakaian panjapuik marapulai lengkap, sambal, bareh (beras) kondai dan lain-lainnya. Bagi pengantin perempuan antaran orang ramai berupa limau, handuk, alat penghias lengkap, baju, pecah belah sa pasumandoan dan lain lain
Bahkan bawaan ini dilengkapi dengan perhiasan emas, ternak sapi, kerbau, ataupun kambing, sesuai dengan kemampuan pihak bako. Arak-arakan ini diiringi pula dengan bunyi-bunyian musik tradisional berupa talempong, pupuik sarunai serta gandang.