Dengan pengambilan HJK Pesisir Selatan berpatokan HJK PSK 15 April 1948, dirasakan Pesisir Selatan malah sebaliknya terkesan lebih muda dibanding Padang yang Hari Jadinya tahun ini (2024) sudah mencapai ke-355 dihitung dari 7 Agustus 1669 dengan peristiwa pembakaran Loji Belanda di Muara dalam suasana Perang Pauh.
Ironisnya, kesan ini memberi peluang penafsiran miring, bahwa Pesisir Selatan seperti naik di tengah jalan di pentas sejarah nasional, tidak turut dalam era perintis, kebangkitan, pergerakan dan perjuangan kemerdekaan, padahal semangat heroik itu sudah dibangun dan ditunjukan kental sejak lama, setidaknya sejak abad ke-17.
Apalagi diukur dengan kerajaan lama seperti Kesultanan Inderapura dari Kerajaan lamanya abad ke-4 SM disambung kerajaan Air Pura dan Kerajaan Sungai Nyalo setidaknya abad ke-14 lainnya, memberikan fakta Pesisir Selatan sudah mempunya sejarah besar yang cukup tua.
Justru sikap mempertimbangkan aspek kebudayaan ini penting dalam menjatuhkan pilihan hari jadi daerah, karena core daerah kita adalah kebudayaan. Pesisir Selatan seperti tadi kita sebut dari perspektif kebudayaan daerah ini rekor terbanyak mendaftarkan warisan budaya benda dan tak benda di level Nasional, membuat cemburu daerah lain. Terlebih terakhir (2023) Pesisir Selatan ditemukan memiliki kekayaan tradisi intelektua tertinggi di Sumatera Barat dan mungkin di Nusantara, dengan ditemukannya ratusan manuskrip dan naskah klasik di Tarusan yang membongkar sejarah besar Pesisir Selatan.
Namun kita yakin dan percaya Hari Jadi ini apapun bentuknya penting bagi setiap daerah. Dirayakan untuk menunjukkan dan mempertunjukkan supremasi kebudayaan pucak daerah sebagai bagian integral kebudayaan puncak Nasional, pada setiap event tahunan daerah yang direncanakan. Juga momentum untuk acara duduk bersama ranah – rantau serta investor dengan Pemdakab, untuk berbincang mengembangkan investasi untuk daerah terutama pembangunan kejayaan ekonomi dan kejayaan spiritual.
Dapat menjadi agenda, mencatat nilai-nilai warisan sejarah besar Pesisir Selatan yang mewariskan nilai pengalaman kejayaan ekonomi sekaligus kejayaan spiritual. Kejayaan spiritual surau-surau di Pesisir Selatan menjadi basis perjuangan melawan kolonialisme seperti surau Syekh Puluik-Puluik atau Tuanku Tarusan abad ke-17.
Surau lainnya juga melahirkan ulama besar seperti Surau Pakih Hud dan Pakih Samun di Siguntur melahirkan ulama besar dan termasyhur ialah DR. HAKA (ayah dari Buya Prof. HAMKA) yang juga dikenal Nyiak Rasul itu berani melawan Jepang sampai ia dipenjara kolonial itu. Dan, banyak lagi surau lain mulai dari Siguntur sampai ke Lunang Silaut yang patut ditelusuri peranan dan fungsi dalam menpertebal semangat Islam dan Nasionalisme seperti surau yang melahirkan tokoh Digulis dan Pahlawan nasiona Ilyas Yakub.
Kejayaan ekonomi apa lagi bersanding dengan kejayaan maritim, yang membuat Pesisir Selatan berkat laut sebagai laluan (lintas perairan) dagang emas, lada serta rempah lain didukung pelabuhannya, pernah menciptakan kemakmuran rakyat berkat laut itu. Karenanya kita sekarang tidak lagi hendak mempersoalkan pluktuasinya angka kemiskinan, namun yang jelas dan seharusnya terus menerus mengentaskan kemiskinan. Amanat sejarah besar daerah ini, sudah memberikan pengalaman bagaimana memerangi kemiskinan dengan menciptakan kejayaan ekonomi tetapi juga kejayaan spiritual.
Kejayaan ekonomi dagang emas dan lada serta rempah lainnya didukung anugrah laut di Pesisir Selatan, penting pembicaraan ulang duduk bersama ranah rantau dan Pemdakab mencari solusi-solusi menjadi masukan muatan RPJM dan RPJP Pesisir Selatan kedepan. Seperti halnya pilihan komoditi dalam pengembangan kejayaan ekonomi.