Apa kejadiannya, lada yang ditunggu Belanda tak datang-datang, malah kapas yang muncul di pasar dagang, berakibat buruk, tekstil Belanda numpuk di Pulau Cingkuk. Kredit menunggak, ditagih: tinggi gunung seribu janji, memang lidah tidak bertulang. Fenomena ini semakin memicu api Perang Bayang, yang sering juga disebut Perang Kapas dan atau Perang Lada.
Perang Bayang ini meletus di Bayang, diperkuat basis surau Syekh Buyung Muda Puluik-puluik, kemudian meluas ke seluruh kawasan daerah pantai barat. Lebih dahsyat perlawanan di Salido dan Batangkapas sampai ke selatan.
Disebut salah seorang pimpinan grilianya (bolak balik dari Salido, Pulau Cingkuk, Bayang, Sungai Pagu, Batangkapas lainnya) Sidi Naro yang oleh Belanda dicap sebagai Rajo Rampok (makamnya di pasar lama Batangkapas, Pasar Kuok, di samping Kantor KAN sekarang, dan ada juga yang menyebut tidak jauh dari Pulau Kareta, Pantai Carocok Painan sekarang).
3. Tanggal 6 Juli 1663
Tanggal 6 Juli 1663 ini terjadi peristiwa pengesahan Perjanjian Painan (Painan Contract) yang berpangkal dari Sandiwara Batangkapas (1662). Sandiwara dimaksud, orang Pesisir berpura-pura bersekutu, memberikan kebebasan Belanda bergabung dalam dagang dan seolah mengusir kekuatan asing lainnya.
Pelabuhan lada Samudrapura di jantung kekuasaan Kerajaan Indrapura, juga Tiku dan Pariaman dijaga ketat oleh rakyat. Mengawasi jangan sampai leluasa Gujarat dan Eropa (termasuk Belanda) menguasai pelabuhan lada (Baca De Leeuw dalam Painansch Contract, 20. Lihat juga Chritine Dobbin, 88-89).
Strategi tak terbaca dari Painan Contract itu sepertinya mengerjain Belanda, “diiyokan nan di urang dilaluan nan di awak” (disetujui keinginan orang, yang dilakukan untuk kepentingan kemakmuran bangsa). Sementara kekuatan pemuka disatukan, seperti Raja Adil dikunjungi Raja Muhammadsyah yang baru saja kembali ke singgasana Kesultanan Inderapura, tentulah sebuah strategi lagi yang merugikan Belanda.
Belanda tadinya berdagang emas, lada dan rempah lainnya di pantai Barat ingin mendapat untung besar, ternyata seperti “toke padi pirang”, ilia barago mudik basanggan, dikatokan gale lain balabo kironya pokok nan tamakan (ke hilir tawar menawar harga, ke mudik membeli barang, dikatakan dagang berlaba, kiranya pokok yang termakan). Hutang luar negeri Belanda menjadi membengkak, tak terbiayai dari hasil dagang di negeri ini.
4. Tanggal 28 Januari 1667
Tanggal 28 Januari 1667 ini terjadi peristiwa sejarah yang amat penting, yakni pertemuan tingkat tinggi antara Raja Minangkabau, Raja dan Penghulu Nagari di Kawasan Pantai Barat dihadiri Belanda. Solusinya adalah penguatan pengakuan terhadap eksistensi Pesisir Selatan sebagai bagian integral wilayah kultur Minangkabau, yang memaksa Belanda bagaikan menelan pil pahit.
Verspreet pimpinan VOC seketika amat terpukul menerima keputusan pemuka Minangkabau dan Pesisir itu, bahwa seluruh wilayah Kerajaan Minangkabau bulat dan integralistik.
Halaman : 1 2 3 4 5 Selanjutnya