1. Tanggal 19 Agustus 1621
Peristiwa penting yang terjadi pada tanggal 19 Agustus 1621 adalah pernyataan penolakan tegas para pembesar kawasan Pantai Barat Sumatera (wilayah Pesisir Selatan sekarang) terhadap kekuatan asing dalam monopoli perdagangan emas, lada dan rempah lainnya.
Dari sejarah ini melahirkan profil nasionalis Sultan Adil yang sangat tegas menolak kekuatan asing (Belanda dan Inggiris).
Ketika itu dua pelabuhan berfungsi penting, pertama pelabuhan Samudrapura Indrapura disebut pelabuhan lada terbesar dan embarkasi haji, dan kedua pelabuhan Pulau Cingkuk disebut pelabuhan emas.
Kedua pelabuhan penting di kawasan Pantai Barat Sumatera ini menjadi sentra percaturan kekuatan asing dalam ekonomi perdagangan, politik dan sosial budaya lainnya.
Justru wilayah sepanjang pantai (Pesisir Selatan sekarang ini) pernah makmur berkat laut.
Pelabuhannya dapat menghidupkan dunia maritim yang menyejahterakan (baca M.B. Spalding (1899: 1, dalam Gusti Asnan, 2000: 6, lihat pula O. M. Munnick, 1912: 339, baca M. Joustra, 1923: 23-24). Warisan nilai sejarah ini dapat menjadi motives (pendorong) bagi Pesisir Selatan kembali menghidupkan kejayaan maritim yang pernah diraihnya sejak abad ke-17 itu.
2. Tanggal 7 Juni 1663
Peristiwa yang terjadi pada tanggal 7 Juni 1663 adalah Perang Bayang yang sering disebut perang seabad (100 tahun). Diawali perlawanan rakyat dengan semangat nasionalis yang kuat menolak kehadiran Belanda yang membuat loji VOC pertama tahun 1662 di Pulau Cingkuk untuk kawasan (wilayah Sumatera Barat sekarang). Sekaligus menjadikan Pulau Cingkuk sebagai Residentieplaatsen (tempat kedudukan residen) setelah mendirikan loji VOC itu di sana.
Perang Bayang ini sekaligus memperkuat strategi lanjutan Sandiwara Batangkapas (1662) yang membidani Perjanjian Painan (Painan Contract, 6 Juli 1663), yang intinya tidak membuat aman Belanda dalam monopoli dagang dan praktektek kolonialisme. Mirip strategi “Nerve System” (sistim pengahancuran urat nadi). Belanda seperti hancur ditusuk dari dalam, bahkan tajua tagak-tagak (tertipu di siang bolong) dalam penerapan kebijakan dagang emas, lada dan rempah lainnya di Pantai Barat Sumatera.
Di era Groewenegen Gubernur Muda Belanda, mengambil kebijakan, memberikan kredit lunak menganjurkan bertanam lada dan melarang menanam kapas. Oleh orang Bayang kredit diambil, Belanda “dikerjain”, jangankan lada yang ditanam, malah lada yang sudah ditebas (ditebang) dan kredit dialihkan bertanam kapas yang tadi dilarang Belanda.
Halaman : 1 2 3 4 5 Selanjutnya