Bandasapuluah.com – Mantan Bupati Pesisir Selatan, Sumatera Barat Zaini Zen mesti keluar masuk hutan untuk menghadapi penjajah.
Peristiwa itu terjadi pada tahun 1948. Kala itu, Indonesia yang telah memproklamirkan kemerdekaannya harus kembali berurusan dengan Belanda.
Belanda berniat lagi menguasai negara bekas jajahannya itu. Negeri Kincir Angin itu melakukan agresi militer guna menguasai Indonesia.
Akibat agresi militer Belanda pada tahun 1948 itu atau lebih dikenal dengan Agresi Militer Belanda II itu memaksa pusat pemerintahan dipindahkan.
Pemerintah Indonesia dipindahkan ke Kota Bukittinggi, Sumatera Tengah. Kita mengenalnya dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). PDRI kala itu dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara.
Zaini Zen adalah salah satu orang yang menjadi target utama Belanda untuk dihabisi. Mengingat dirinya adalah perwira TNI dengan pangkat Letnan.
Pemimpin Agresi Militer Belanda memang mengintruksikan pasukannya untuk membunuh prajurit TNI yang berada di Jawa Sumatera. Salah satu targetnya adalah Zaini Zen.
Letnan Zaini Zen saat itu adalah Komandan Tentara Divisi Banteng Sektor Selatan daerah Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci. Zaini Zen bersama pasukannya inilah yang diburu Belanda.
Bergerilya di Hutan Pesisir Selatan hingga Kerinci
Zaini Zen pun terpaksa bergerilya di hutan bersama istri, anak dan pasukannya. Mereka pun harus keluar masuk hutan-hutan di Pesisir Selatan sampai Kerinci untuk bisa mengelabui penjajah.
Selama bergerilya di hutan, Zaini Zen harus berpisah dengan istri dan anaknya yang masih berusia kurang lebih satu tahun itu. Dengan pengawalan beberapa orang saja, Syamsinur, istri Zaini Zen berada di hutan-hutan daerah Batangkapas hingga Surantih.
Sementara itu, Mertua Zaini Zen, M. Sani Datuak Rajo Mato yang menjabat sebagai Angku Palo Lumpo ditangkap dan diinterogasi oleh Belanda. Penangkapan ini didasarkan Belanda dari petunjuk seorang pengkhianat bangsa.
Penangkapan M. Sani Datuak Rajo Mato karena diduga mengetahui keberadaan Zaini Zen. Saat itu, M Sani Datuak Rajo Mato sedang dalam kondisi sakit.
Masyarakat Lumpo juga sudah menganjurkan beliau untuk lari ke hutan. Saat diinterogasi oleh Belanda, beliau tidak mau menunjukan keberadaan Zaini Zen beserta pasukannya.
Pada akhirnya beliau ditembak mati oleh Belanda. Ini juga untuk memperingatkan masyarakat Lumpo agar tidak mau mengikuti kemauan Belanda.
Akibatnya, daerah sekitar Lumpo di jatuhi Bom oleh Belanda. Termasuk sebuah Masjid yang sekarang dinamakan Masjid Raya Pahlawan Lumpo dan disana pula disemayamkan M. Sani Datuak Rajo Mato yang dianggap pahlawan oleh masyarakat setempat.
Klik untuk melanjutkan membaca halaman selanjutnya…
Halaman : 1 2 Selanjutnya