“Pak Kades, gaji kami dipotong terlalu banyak. Bagaimana kami bisa bertahan?” tanya salah satu bawahannya dengan nada khawatir.
“Kalian harus berkorban sedikit demi kemajuan desa,” jawab Pak Anwar dengan nada tegas, mengabaikan keluhan mereka.
Keadaan memburuk ketika hujan deras mengguyur desa, menyebabkan tanah longsor yang menghancurkan banyak rumah.
Warga kehilangan tempat tinggal dan penghidupan mereka. Namun, Pak Anwar begitu lambat menanganinya.
Bantuan dari pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat tertahan di gudang. Salah satu bawahannya, yang juga teman dekatnya, menimbun bantuan tersebut untuk dijual kembali demi keuntungan pribadi.
“Sungguh keterlaluan!” seru Pak Hendra suatu hari, ketika seorang warga datang membawa kabar tentang bantuan yang tertahan.
“Ini bukan lagi tentang kepemimpinan yang buruk, tapi kejahatan yang tak bisa ditolerir.”
Pak Anwar, dengan liciknya, mencoba berkilah. “Itu semua hanya kesalahpahaman. Kita sedang berusaha menyalurkan bantuan secepat mungkin,” ujarnya dengan nada memelas. Namun kebohongan dan kebusukannya tak lagi dapat ditutupi.
“Ini buktinya!” seru seorang warga, menunjukkan foto-foto penimbunan bantuan yang tersebar luas. “Kita tak bisa membiarkan ini berlanjut.”
Masyarakat Desa Pasia Santan akhirnya bersatu, menuntut keadilan dengan suara yang tak bisa dibungkam.
Mereka merindukan kehadiran Pak Hendra yang dulu membawa ketenangan dan kejujuran dalam setiap langkah kepemimpinannya. Mereka mendesak Pak Hendra untuk kembali memimpin desa.
Namun, para penjilat Pak Anwar tak tinggal diam. Dengan tipu muslihat, mereka menyebarkan fitnah tentang Pak Hendra, mencoba menjelekkan namanya.
“Kemajuan desa saat ini adalah hasil kerja keras Pak Anwar dan kedekatannya dengan pejabat tinggi,” kata mereka, berusaha menutupi kebusukan yang sebenarnya terjadi.
Warga yang telah menyadari kebohongan Pak Anwar tak lagi termakan oleh fitnah tersebut.
“Kami tahu siapa yang sebenarnya bekerja untuk kami,” ujar seorang warga dengan tegas.
Perseteruan memanas di tingkat bawah, dan persaingan merebut kursi kepala desa semakin sengit.
Pak Anwar, dengan cara yang licik, memerintahkan salah satu bonekanya untuk maju sebagai calon kepala desa, berharap dapat memecah suara yang mendukung Pak Hendra.
Namun, kebijaksanaan dan kejujuran Pak Hendra telah tertanam kuat di hati warga.
“Kami tidak akan tertipu lagi,” kata mereka. Meski persaingan sengit, Pak Hendra tetap menang dalam pemilihan kepala desa berikutnya.
Pada malam pengumuman hasil pemilihan, Pak Hendra berbicara kepada warga dengan penuh haru, “Terima kasih atas kepercayaan kalian. Kita akan bangkit kembali, membangun desa kita dengan kerja keras dan kejujuran.”
Kepemimpinan Pak Anwar yang penuh tipu muslihat menjadi pelajaran berharga bagi seluruh warga desa. Mereka sadar bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi.
Dengan kembalinya Pak Hendra, Desa Pasia Santan perlahan bangkit dari keterpurukan, membawa harapan baru untuk masa depan yang lebih baik.
Dan di desa itu, matahari kembali terbit dengan janji kehangatan yang abadi, diiringi angin yang membawa harapan baru setiap pagi.
Halaman : 1 2