Perjumpaan
kami berfoto di teras rumah setengah kayu setengah setengah tembok
yang dibangun saudara ayah yang tak kupaham betul jalur silsilahnya
di belakang rumah, sungai besar menghantam batu
lubuk beriak di bawah jembatan kawat milik peladang dan kampung seberang.
nenek, masih dengan senyum yang sama saat bertahun lalu kutemui
kerabat ayah yang belum kupaham alur jalinnya
jalanan masih batu dan berlumpur ketika hujan
dalam rumbunan bukit barisan
perempuan yang kupanggil kakak dengan senyum pahit bercerita
anak tertuanya baru meninggal dari perantauan dan meninggalkan
seorang cucu untuknya
sementara bangku ini masih yang lama, angin yang sama, tikar yang sama
sejak kedatanganku terakhir kali
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
di kampung asal ayahku
di antara kerabat yang berhati hangat di musim hujan
kami bercakap tentang yang lampau tentang yang jauh
bahwa hampir tak ada yang berubah selain usia
bahwa mereka lebih hapal negeri tetangga
dibanding ibu kota negeri sendiri
kami berfoto bersama, yang tersisa
dari seluruh garis leluhur yang tak penting untuk diurai
tak akan ada potret keluarga yang lengkap
sebab kami telah menjelma dengan silsilah yang sama rumitnya
kami berfoto, sebagai kenangan yang tak selalu bisa diulang
Langgai, 2018