Kisah Pilu di Balik Jembatan Ratapan Ibu di Kota Payakumbuh
|
Jembatan ratapan ibu yang dibawahnya mengalir batang agam
|
Kota Payakumbuh mempunyai sebuah jembatan dengan nama yang unik. Jembatan ini menghubungkan pasar Payakumbuh dengan labuah basilang dan nagari aie tabik. Jembatan ini dibangun tahun 1840, 8 tahun setelah Belanda masuk ke Luak Limo puluah. Belanda masuk pada tahun 1832.
Jembatan ini dibangun tahun 1818 dan memiliki panjang 40 meter dengan arsitektur kuno berupa susunan batu merah setengah lingkaran yang direkat dengan kapur dan semen tanpa menggunakan tulang besi. Jembatan ini melintasi Sungai Batang Agam, menghubungkan Pasar Payakumbuh dan nagari Aie Tabik. Jembatan ini dibangun oleh pemerintah Hindia-Belanda dengan menggunakan para pribumi sebagai pekerja paksa.
Jembatan ratapan ibu namanya. Sebuah nama yang puitis. Namun bukan soal puitisnya maka jembatan tersebut dinamakan seperti itu. Justru karena jembatan tersebut menjadi saksi bisu peristiwa yang heroik saat dulu pemuda Payakumbuh berjuang mempertahankan kemerdekaan RI yang baru diploklamirkan.
Jembatan itu merupakan jembatan yang sangat bersejarah karena menjadi tempat eksekusi para pejuang kemerdekaan oleh tentara Belanda pada zaman penjajahan. Ketika itu, pada era agresi Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, sebelum akhirnya Belanda mengakui kedaulatan NKRI, 27 Desember 1949, banyak pemuda yang ditangkap dan kemudian digiring ke jembatan tersebut. Para pemuda itu dibariskan di atas jembatan lalu ditembak mati oleh serdadu Belanda dan mayatnya dibuang ke Batang Agam yang deras mengalir di bawah jembatan itu.
Kala itu masyarakat, terutama kaum wanita, setiap menyaksikan eksekusi itu hanya bisa menangis melihat para pejuang bangsa ditembaki, lalu mati dan jasadnya jatuh ke sungai serta dihanyutkan air.
Meskipun tidak begitu terkenal seperti Jembatan Merah di Surabaya, peristiwa bersejarah di Payakumbuh, jelas harus dicatat sebagai pengingat kehebatan para pendahulu kita. Maka, untuk mengenang banyaknya ibu-ibu yang meratapi kematian anaknya yang mayatnya tidak ditemukan, jembatan itu dinamakan dengan Jembatan Ratapan Ibu, yang kemudian dipertegas dengan dibangunnya Tugu Ratapan Ibu di salah satu ujung jembatan, yang terakhir direnovasi pada tahun 1998. Tugu ratapan ibu ini berupa monumen seorang perempuan yang menunjuk ke arah aliran batang agam .
Selain monumen Ratapan Ibu,pada tahun 1980 tersebut juga dilakukan pemindahan makam para pejuang Antara. Sebuah komplek makam yang di beri nama Makam Pejuang 45 dibangun di Balai Jariang Koto Nan Gadang. Disini disemayamkan 41 pejuang yang gugur pada masa PDRI di Front Utara Payakumbuh. Makam yang dulunya bertebaran dimana mereka gugur dan ditanam,dipindahkan ke Makam Pejuang 45 tersebut.
Diolah dari berbagai sumber
Follow WhatsApp Channel Bandasapuluah.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow