Dan Struktur Peradilan Adat
|
Banda Sapuluah wilayahnya adalah sepuluh kota pantai yang mempunyai pelabuhan alam yang damai yang dipimpin seorang rajo, sejak abad ke-16. Banda Sapuluah ini kapak radai dari Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu (ASSP) sapiah balahan dari Pagaruyung dalam asal usul ninik 60 kurang aso (59 ninik). Kerajaan ASSP ini yang disebut pucuk rantau Banda Sapuluah, rajanya pernah beristana di Ambacang Manih di salah satu Banda Sapuluah yakni Ampiang Parak. Karenanya Ampiang Parak disebut wilayah Tuo Kerapatan Banda Sapuluah.
Baca juga: Sejarah Cina di Banda-X; Taluk, Surantih dan Kambang
Hubungan kait asal usul Kerajaan ASSP (sapiah balahan) dengan Banda Sapuluah (kapak radai) ini, membentuk struktur hukum adat yang menarik dalam peradilan adat berdasarkan hukum Adat di Banda Sapuluah. Struktur menghambat gerakan supra nagari yang melonggarkan pelaksanaan hukun adat. Artinya dalam mencari perdamaian adat tidak mungkin nagari “maangok kalua badan/ bernafas ke luar badan”. Tidak mungkin memintak perdamaian sengketa adat nagari di luar limbago adat yakni pada organisasi masyarakat adat.
Struktur peradilan adat pada limbago adat Banda Sapuluah itu bertingkat, istilahnya bajanjang naik bertangga turun. Kalau sengketa adat tidak selesai di salah satu Bandar (kota pantai/ pelabuhan) misalnya Taluk, maka perkaranya naik ke peradilan adat pada tingkat tuo kerapatan Banda Sapuluah yakni di Ampiang Parak. Kalau tidak selesai di Ampiang Parak, sengketa adat naik banding ke Pucuak Rantau yakni di Kerajaan ASSP. Kalau tidak juga selesai di Kerajaan ASSP, perkara naik ke Basa 4 Balai di Kerajaan Pagaruyung.
Mana saja wilayah Banda Sapuluah? Wilayah intinya adalah 10 kota pantai dipimpinan 10 raja-raja kecil. Ke-10 wilayah itu: Batangkapas,Taluk, Taratak, Surantih, Ampiang Parak, Kambang, Lakitan, Palangai, Sungai Tunu dan Punggasan seperti disebut dalam buku “Sumatera Barat hingga Plakat Panjang” (Rusli Amran, 1981, p.129). Dalam beberapa pertemuan dengan ninik mamak Pesisir Selatan, terakhir dua event di Hotel Imelda Padang dan Rocky Hotel Padang awal tahun ini, diselenggarakan Kabag/ Kasi Adat Linda/ Akral Dinas PMD Sumbar Kadis S.Dt.Nan Batuah, mereka menanyakan, apa Air Haji dan Bungo Pasang tidak masuk ke Banda Sapuluah?.
Baca juga: Raja Pagaruyung Tidak Mempunyai Kekuasaan di Wilayah Darek
Tidak!. Bungo Pasang punya raja sendiri. Air Haji pun punya raja sendiri pula. Baru disebut Banda Sapuluah berkalangulu (sandaran) ke Nagari Bungo Pasang dan tumpuan (pijakan) ke Air Haji, di luar badan Banda Sapuluah, itu pun terjadi setelah pertukaran wilayah Kerajaan ASSP dengan Kesultanan Indrapura. Wilayah itu adalah: (1) Rantau-12 Koto sampai ke hulu Batanghari itu kawasan Solok Selatan sekarang, yang semula dipayungi Kesultanan Indrapura diserahkan ke payung Kerajaan ASSP, dan (2) Banda Sapuluah semula dipayungi Kerajaan ASSP diberikan ke payung Kesultanan Indrapura.
Sejak pertukaran dua kawasan Kerajaan ASSP dan kesultanan Indrapura tadi itu Banda Sapuluah pun menjadi Tungkatan Kesultanan Indrapura. Masih abad ke-17 Indrapura berupaya memulihkan masa keemasannya dari “cerita sedihnya”. Sebuah cerita sedih, dulu kaya dengan lada, lalu jatuh dengan kejatuhahan lada, ditambah pula pergolakan dalam negeri masa Malfarsyah, pemberontakan wakilnya di Majunto dipimpin Raja Adil tahun 1666 dan dampak perang Bayang 100 tahun sampai ke Kuranji Padang yang Belanda kalah lojinya dibakar di Muaro 7 Agustus 1669 menandai Hari Kota Padang, keadaan buruk pasca perjanjinan yang dikenal dengan Sandiwara Batangkapas 1662 cikal bakal Painansch Contract (Perjanjian Painan) 6 Juli 1663 seperti pernah saya paparkan secara luas dalam beberapa buku saya terutama tentang Kesultanan Indrapura.
Baca juga: Dualisme Kepemimpinan KAN Surantih, Camat Sutera Dinilai Offside
Dulu Indrapura disebut sebagai daerah paling besar, penting dan terkaya di pantai Barat Sumatera karena lada yang jadi rebutan pedagang Asing di samping emas: Belanda, Inggiris, Cina dsb). Kerajaan luas, ke utara melewati Padang dan ke selatan hingga Sungai Hurai (Rusli Amran, 1981, p. 228-229), berupaya bangkit dari cerita sedihnya tadi.
Konsolidasi wilayah dilakukan sejak awal pertukaran wilayah dengan Kerajaan ASSP. Rajo Bagindo (mungkin langsung dari istana Balun Kerajaan ASSP atau dari kaum kampai Taluk di Banda Sapuluah) badusanak di Indrapura, diminta menjadi sekretaris negara Kesultanan Indrapura dalam kabinet Rajo, PM-nya Mangkubumi dan Menteri-nya Ninik Mamak Nan-20. Apakah dari Kesultanan Indrapura ini atau dari Kerajaan ASSP Rajo Bagindo ke Arab Saudi, lalu dikirim Pemerintah Arab Saudi ke Asia dan menjadi Raja Buansa Philipina dan anak mantunya mendirikan Kerajaan Sulu abad ke-15? Penting pula penelitian napak tilas sejarah raja dan ulama dari Minangkabau ini di beberapa negara.
Baca juga: Alek Asak Duduak, Alek Gadangnya Masyarakat Surantih
Menarik cerita Taluk ini, mengumpua nan taserak manjapuik nan tacicia (memilih yang terserak dan menjemput yang tertinggal) untuk menelusuri sejarah nagari barajo-rajo Banda Sapuluah seperti Taluk ini. Sebenarnya sudah banyak ditulis tokoh masyarakat Taluk seperti Agus Yusuf, Razak Sikumbang dan saya juga sudah menulis Sejarah Kerajaan Taluk, Sungai Nyalo, Puluik-puluik, Kambang dsb. pada sebuah buku Sejarah Kerajaan di Pesisir Selatan diterbitkan beberapa tahun lalu oleh Pemkab – Diknas Pesisir Selatan, namun tetap menarik, masih ada paco-paco yang harus dirajut menjadi tabir sejarah yang kuat dibentang.
Yulizal Yunus, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang