Solok Selayo (Kubuang-13), punya jaringan sejarah adat dan asal usul dengan Banda-X. Asal usul kaum ninik yang 73, Datuk Putih menyebut gabungan induk dari Pariangan Luak Tanah Datar dan Luak Agam. Tinggal 13 ninik di Kubuang dan 60 ninik melanjutkan perjalanan dan sampai di Alam Surambi Sungai Pagu (kemudian menjadi kerajaan), melipah ke Banda-X. Artinya Kubuang-13 wilayah transito sebelum K-ASSP bagi Banda-X bagian wilayah Kabupaten Pesisir Selatan sekarang.
Baca juga : Banda Sapuluah Kerabat Kapai Radai Dan Struktur Peradilan Adat
Kamis (8 April) kemaren saya mengadakan perjalanan adat yang tak kalah pentingnya dari perjalanan jusrnalistik, dapat mencatat adat lamo pusako usang. Perjalanan pertama, singgah di Dinas PMN Kabupaten Solok, kedua singgah di Kantor Wali Kota Solok di antar ke Dinas Pariwisata Kota Solok dan ketiga langsung ke tujuan hendak mendengar masalah sengketa adat di kerapatan adat dan keiinginan menjadi nagari adat di tiga nagari: Nagari Ayia Amo, Nagari Lalan dan Nagari Durian Gadang di Kabupaten Sijunjung, dipasilitasi Kabid Pembedayaan Adat Defri antoni dan Sekretaris Dinas PMN Kabupaten Sijunjung Dasrial.
Di Kabupaten Solok banyak hal menarik bercerita dengan Riswandi Bahauddin Sekretaris Dinas PMN Solok. Cerita tentang kemauan dan usulan Nagari Sungai Namam negeri bawang merah itu menjadi nagari adat. Usulnya kepada Bupati dengan tembusan kepada Gubernur. Masih menunggu respon Pemdakab Solok.
Tak kurang pula di Kota Solok, menarik cerita jaringan sejarah adat dari Solok Selayo ke Banda-X. Ertril juga banyak bercerita. Betapa Solok Selayo itu penting dalam penyebaran kerabat samapi ke Pauh Padang, Bayang, Salido, Banda-X melalui Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu. Berlaras bodi caniago. Sebuat Etril, “bodhi caniago buatan orang Salayo lilitan dari Tanjung Sungayang”.
Baca juga : Nagari, Republik-Republik Kecil di Minangkabau
Seiring Etril, seorang penghulu Pauh Padang Marhi Yasril Datuak Rajo Putiah (suku melayu) pewaris penghulu/ rajo Pauh-14 (Pauh IX dan Pauh V) di Padang, ranjinya pusakonya juga menyebut seperti itu. Ada keturunan “Puti Salebar, ninik Solok Selayo Kubuang-13 punya keturunan (1) Tuan Solok Selayo, (2) Datuak Yang DiPertuan Solok Selayo, (3) Putri Ambun turun ke Pauh Padang, (4) Alam Sudin gelar Rajo Putiah kerena berdarah putiah juga turun ke Pauh –Pauh Padang, (5) Putri …Alam …Rajo turun ke Inderapura, dll. Betapa Solok Selayo basis, terutama dengan Pauh-14 Padang tak bisa dipisahkan, juga dengan Kesultanan Indrapura dan Banda-X sebagai tungkatanhya setelah pertukaran wilayah payung Indrapura dan Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu (K-ASSP).
Menulis Sejarah Adat
Menarik perjalanan adat ini, hendak melihat sejarah adat sesuai asal usul. Penulis sampai di Kota Solok sebelumnya singgah di Kantor Walikota hendak berbincang pula soal adat dan sejarahnya. Lalu penulis bersama Bidang Adat Dinas PMD Sumatera Barat Akral diantar ke Dinas Pariwisata yang membidangai adat. Lalu berbincang soal adat budaya Kota Solok. Ada hal menarik dicatat mengenai jaringan sejarah adat Solok dalam pembicaraan dengan Kabid Promosi Pariwisata Solok Hernenti (Nenti).
Baca juga : Ada di Luar Negeri, Berikut kemegahan Tampilan “Rumah Gadang” di Dunia
Nenti menyebut di samping hendak mengusulkan beberapa objek pemajuan kebudayaan Kota Solok sebagai warisan budaya tak benda secara Nasional bahkan internasional, juga ada ingin merevisi catatan dan buku sejarah adat di Kota Solok, justru katanya adat di Kota Solok itu belum ada buku yang lengkap. Ia menunjuk tiga buku adat dan sejarah Kota Solok yang dibagikannya.
Penulis bangga menerimanya, justru buku ini penting dan kaya informasi tentang sejarah kota dan adat budaya Minang menjadi basis kota. Petama buku, Sejarah Kota Solok 1956-2018 ditulis Dr. Zaiyardam Zubir dkk (2018), kedua buku Panduan Pasambahan Pidato Adat Nagari Solok ditulis Oktavianus Dt. Basa Alam SH dkk (2019), ketiga buku Adat dan Budaya Kota Solok ditulis Silvia Roza, dkk (2013).
Baca juga : Membeli Beras
Saya menyebut tokoh otodidak yang mungkin dapat membatu Nenti dan kawan-kawan di Dinas Pariwisata Kota Solok. Ada tokoh muda di Selayo, di tangannya banyak manuskrip adat namanya Etril Rajo Magek. Saya menyebut Tuanku Selayo, ia merendah, “jangan mak, cukup dipanggil kamanakan saja”, katanya. Soalnya ia bersuku melayu, saya suku kampai, kedua suku ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain dari aspek asal usul dan zuriyat Minangkabau. Juga saya sebut nama Dt. Putiah yang menulis buku Kubuang-13 banyak menjadi narasumber dalam workshop dan bimtek ninik mamak se Sumatera Barat. Nenti tertarik dan saya memberi nomor teleponnya.
Justru, kata Nenti, kita penting meminta para narasumber dan yang menguasai adat budaya masyarakat serta pandai menulis, mampu menggali adat Kota Solok fokus subkultur Lubuk Sikarah salah satu lubuk nan tigo di Minangkabau. Digali dari para sumber adat Kota Solok yakni Datuk nan-9 dan Penghulu nan-12, kata Nenti. Kita terinspirasi, betapa menarik tadi, cerita sejarah adat Kota Solok saja, muncul cerita menarik sejarah adat Banda-X dahulu. Jaringan sejarah adat itu melahirkan wujud-wujud budaya besar di daerah yang punya asal usul sama.
Baca juga : Mushalla An-Nur HM. Said, Rumah Masa Kecil Rasuna Said di Maninjau
Dari cerita jaringan sejarah adat yang melahirkan wujud kebudayaan besar di nagari-nagari Minangkabau ini dapat menginspirasi memajukan objek kebudayaan yang mengakar pada adat. Kota Solok, melalui Dinas Pariwisata ingin memajukan objek budaya trasidisi prosesi adat tunduek. Tradisi ini secara substansial minantu perempuan menjalang dan menghormati mertua memepelai lelaki sedemikian rupa, yang secara prinsifil menggambarkan sebuah tradisi yang sangat mengakar kepada adat dan syara’ di Kota Solok ini, kata Nenti.
Dapat dipahami, tradisi tunduek dan keinginan mendaftarkan objek budaya daerah ke tingkat warisan budaya nasional, bagian dari upaya mempebaharui, memajukan serta mempromosikan “adat lama pusaka usang” menjadi warisan budaya dunia. Pemikiran seperti ini di Sumatera Barat dapat menginspirasi memperkuat pemikiran kontiributif ke arah perwujudan nagari sebagai desa adat seseuai tuntutan Perda 7/ 2018 tentang nagari (adat) dan UU 6/2014 tentang Desa, yang menjanjikan desa adat sebagai Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan jaminan anggaran nasional dan daerah.***
Yulizal Yunus dan Akral DPMD Sumbar dalam percakapan dengan Hernenti Dinas Pariwisata Kota Solok, Kamis 8 April