Filosofi Balimau Kasai dalam Menyambut Bulan Ramadhan

Kamis, 23 April 2020 - 15:22 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Balimau dan Kasai

Kasai


Kasai merupakan racikan bunga yang beraneka ragam dilengkapi dengan jeruk nipis yang menghasilkan bau harum yang khas. Di Minangkabau kasai sangat identik dengan Balimau, tradisi dalam rangka menyambut Ramadhan. 

 
Perlu kita perjelas dulu, istilah Balimau yang kita sebut ini bukan acara jalan-jalan/ mandi-mandi dalam defenisi sekarang, yang bisa saja menjatuhkan diri ke arah sia-sia bahkan rupa maksiat, tapi Balimau dalam konteks sebenarnya, dipahami sebagai tradisi keislaman yang melekat pada masyarakat di perkampungan umumnya. Balimau adalah upaya membersihkan diri zhahir dan berharum-harum sebelum malam Ramadhan yang penuh kebahagiaan dan keceriaan itu datang.


Balimau, memakai limau. Mengapa limau? Karena limau, dalam artian jeruk nipis, mempunyai beberapa makna kalau kita tarik dari segi filosofinya. Pertama, Limau dalam arti kebersihan. Kita kenal dewasa ini beberapa produk pembersih memang memanfaatkan perasan limau (jeruk nipis) sebagai bahan dasarnya. Air limau mempunyai daya bersih yang diakui, sejak dulu sampai sekarang. 

ADVERTISEMENT

space kosong

SCROLL TO RESUME CONTENT

 

 

Di Minang, limau juga menjadi salah satu pembersih yang alami, mulai dari mencuci tangan, hingga membersihkan piring yang berminyak. Kedua, limau juga merupakan ramuan obat. Berbagai macam penyakit, mulai dari batuk hingga mengobati kesurupan, menggunakan limau sebagai bahannya. Beberapa tonggak do’a berbahasa Minang ada yang disebut sebagai Kaji Limau Kapeh, sebagai ruqyah berbagai penyakit, juga menggunakan nama limau dan menggunakan limau sebagai syarat penting pengobatan tersebut.
Dua filosofi ini setidaknya sudah menggambarkan betapa limau punya makna penting dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Oleh sebab itu, istilah Balimau yang dijadikan momentum membersihkan diri, bisa juga mengobat jiwa, terasa tepat ketika Ramadhan menghampiri. Bukankah syara’ menuntun kita untuk bergembira menyambut Bulan Mulia, serta selaku dalam keadaan bersih dan menjaga kesehatan badan???

 

 

Kembali cerita kita ke Kasai tadi. Dalam tradisi Balimau, Kasai merupakan ramuan penting. Di situ nampak betul bagaimana rupa limau itu. Limau yang akan digunakan membersihkan bagian badan, pun secara abstrak citra dari membersihkan tubuh batin. Racikan beberapa bunga dan dedauan, menyatu memberikan aroma khas. Tradisi ini membuat orang berusaha betul-betul menyambut Ramadhan bukan sebagai tamu biasa, namun pengunjung istimewa.

 

 

Lihatlah, betapa orang-orang dulu, yang tentu tidak semodern sekarang dalam berfikir dan bertindak, telah mengejawantahkan petuah-petuah agama dalam kebiasaan dan tradisi mereka. Mereka telah berusaha mengefektifkan anjuran agama dalam lingkungan mereka, sehingga agama itu betul-betul meresap dalam kebiasaan sehari-hari. Alangkah indah, dan luar biasanya.

 

 

*******

 

 

Meskipun tradisi Balimau dengan Bakasai tidak begitu populer lagi, dihimpit oleh kegiatan jalan-jalan/ mandi-mandi laki-perempuan itu, namun di sudut-sudut kampung, di beberapa daerah, kebiasaan ini masih hidup. Amak-amak yang hidup berjualan dan bertani, ketika Ramadhan akan datang, sibuk mencari bunga dan rempah, sebagai penyambut Ramadhan. Bagi mereka tradisi yang baik, yaitu bergembira dengan isyarat kasai dan berharum-harum, tetap mesti tegak, dari pada menggantinya dengan hal-hal yang mungkin sia-sia atau menjurus pada maksiat.

 

Padang Mangateh, 22 April 2020
Apria Putra “Ongku Mudo Khalis”

Berita Terkait

Adat Istiadat Perkawinan di Pesisir Selatan
Kenapa Kawin Sasuku Dilarang di Minangkabau?
Pirin Asmara dan Anugerah Kebudayaan
Pelangi, Nomenklatur Nama Nagari Pelangai
Kacaunya Organisasi Adat di Minangkabau Karena Politikus
Bolehkah Harato Pusako Tinggi Dimiliki dan Dijual oleh Laki-laki Bila Suatu Kaum Tidak Ada Lagi Perempuan?
Rumah Percetakan Oeang RI : Ditinggalkan atau Meninggalkan
Kapal Karam di Ampiang Parak, Peninggalan Portugis atau Belanda?

Berita Terkait

Sabtu, 13 Maret 2021 - 01:49 WIB

Adat Istiadat Perkawinan di Pesisir Selatan

Sabtu, 9 Januari 2021 - 13:51 WIB

Kenapa Kawin Sasuku Dilarang di Minangkabau?

Sabtu, 12 Desember 2020 - 11:32 WIB

Pirin Asmara dan Anugerah Kebudayaan

Sabtu, 5 September 2020 - 17:10 WIB

Pelangi, Nomenklatur Nama Nagari Pelangai

Selasa, 1 September 2020 - 07:08 WIB

Kacaunya Organisasi Adat di Minangkabau Karena Politikus

Berita Terbaru