Pengaruh Perang Padri Ke Pesisir Selatan

Redaksi
11 Feb 2021 02:22
Sejarah 0 19
3 menit membaca

Perang Padri,secara langsung tidak dirasakan di Pesisir Selatan. Namun sedikit banyaknya, getar-getar perang itu dirasakan juga karena sikap Belanda di kala itu.

Mereka memperkuat pemerintahan penjajahan di pantai barat Sumatera setelah Raja Pagaruyung Sultan bagagarsyah bersama 20 penghulu di Darek, pada tanggal 10 Februari 1821, menyerahkan Minangkabau kepada Belanda asal Raja dapat dibantu oleh Belanda untuk melawan serangan ulama (Padri).

Dengan penyerahan itu, Belanda mengatur pemerintahannya di Sumatera Barat. Untuk membantu raja Minangkabau, Residen Du Puy mendatangkan 200 tentara Eropa dari Batavia yang dipimpin Letnan Kolonel Raaff.

Mereka mulai menyerbu ke Darek dengan alasan membantu raja Minangkabau, dari gangguan Kaum Padri.

Anehnya, Residen mengatur pemerintahan di pantai Barat Sumatera ini, memperlakukan raja Minangkabau sebagai seorang pegawai.

Raja diangkat sebagai Regen Kepala Hoofd Afdeling Minangkabau, yang meliputi wilayah Datar-Datar, Tanah Datar bawah dan Lima Puluh Kota dan Agam. Daerah yang lain menjadi lepas. Dan raja menjadi bawahan Residen Belanda.

Di daerah Pesisir yaitu antara Pariaman sampai Indrapura, raja Minangkabau tidak punya kuasa lagi. Di sana dibentuk pemerintahan dalam satu Hoofd afdeling, yang dipimpin oleh seorang Regen kepala pula, yaitu Tuanku Panglima Main Alamsyah, yang berkedudukan di Padang.

Ia memimpin para Regen di keregenan Pariaman, karagenan Padang, keregenan Pulau Cingkuak (kemudian pindah ke salido) dan keregenan Air Haji (kemudian pindah ke indopuro)

Menurut laporan Stuers, penduduk yang berdiam di XIII Koto (Selatan Solok) dan sungai Pagu merasa dirinya Merdeka. Demikian juga Kerinci.

XIII Koto dan Sungai Pagu banyak pengaruhnya kepada penduduk Pesisir Selatan, oleh karena penduduk di Pesisir berasal dari 2 daerah itu. Pengaruhnya besar kepada Pesisir Selatan.

Ketika berlangsung Perang Padri ke XIII Koto dan Sungai Pagu tidak diganggu oleh Padri. Pemerintahan Belanda juga tidak masuk. Maka wajar mereka merasa Merdeka, demikian Stuers.

Selanjutnya, Stuers melaporkan pula tentang Kerinci. Ia mengatakan bahwa di Kerinci juga banyak kaum Haji pulang dari Mekah.

Mereka juga mengadakan gerakan melawan aturan-aturan lama dari agama berhala yang masih kental di sana. Gerakannya hampir sama dengan kaum ulama Padri di Darek.

Oleh sebab itu, Stuers menganjurkan Pemerintahan Belanda membentuk satu afdeling Wilayah selatan.

Setelah itu nampaknya Belanda mengatur lebih intensif pemerintahan di selatan namun masih berada di bawah Hoofd Afdeling Padang.

  1. Tarusan dijadikan satu keregenan. Sultan Madrid gelar Tuanku Rajo Hitam diangkat menjadi Regen disana sejak tanggal 8 Maret tahun 1824.
  2. Wilayah dari Bayang sampai Air Haji dijadikan satu keregenan pula. Regen pertamanya bernama Tuanku salido bernama marah Jamjam menjadi Regen di wilayah itu sejak tahun 1824. Khusus mengurus Nagari Salido diangkat Sutan Belimbing memimpin 6 penghulu untuk menggantikan kedudukan marah Jajam di Nagari (distrik).
  3. Sultan Indrapura, Marah Yahyah, dijadikan pegawai, diangkat sebagai Regen di keregenan Indrapura sejak tahun 1824.

Sumber:

  • Arsip Nasional
  • Laporan Controller BA Bramus (1936)
  • Laporan Controller Erens (1931)
  • Laporan GA Lapre

Dimuat di Forum Lintas Rantau No. 16 tahun V hal 21.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *