BANDASAPULUAH.COM – Di suatu Pagi yang cerah, dan matahari baru saja naik di atas cakrawala. Iring-iringan mobil Pak Anwar sang kepala Desa Pasia Santan melaju di jalan desa yang berliku.
Mobil bawahan Pak Anwar, Pak Joko, berada di depan, melaju dengan kecepatan yang tidak biasa untuk ukuran jalan desa. Pak Anwar sendiri berada di mobil belakang, duduk dengan nyaman sambil memandang ke luar jendela, menikmati pemandangan hijau di sepanjang jalan.
Saat iring-iringan itu melaju, dari arah berlawanan muncul seorang pesepeda tua, seorang petani desa yang sudah lanjut usia.
Dia biasa bersepeda di pagi hari untuk pergi ke ladangnya. Mobil Pak Joko mencoba menyalip kendaraan lain di depannya dengan terburu-buru di sebelah kanan, tetapi jalan yang sempit dan berliku membuat manuver itu sangat berbahaya. Mobil itu tiba-tiba oleng, kehilangan kendali, dan menabrak pesepeda itu dengan keras.
Tubuh tua pesepeda itu terlempar ke dalam parit di tepi jalan. Bunyi rem yang berdecit tajam dan suara tabrakan yang memekakkan telinga memenuhi udara.
Beberapa detik kemudian, suasana menjadi hening, hanya diisi dengan suara desahan angin dan kicauan burung yang tampak tak terpengaruh oleh tragedi yang baru saja terjadi.
Pak Anwar, yang berada di mobil belakang, melihat semuanya. Namun, alih-alih berhenti dan memberikan bantuan, ia hanya memerintahkan sopirnya untuk melaju terus.
“Kita tidak bisa berhenti sekarang, banyak urusan penting menanti,” katanya dengan nada datar. Sopirnya, meskipun ragu sejenak, menuruti perintah tersebut dan melanjutkan perjalanan.
Berita kecelakaan itu dengan cepat menyebar ke seluruh desa. Warga berkumpul di lokasi kejadian, mencoba memberikan pertolongan pada korban yang sudah tergeletak tak berdaya di dalam parit.
Dengan susah payah, mereka mengangkat tubuh tua itu dan membawanya ke pusat kesehatan terdekat.
Namun, sayang, nyawanya tidak tertolong. Sang petani meninggal dalam perjalanan, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan seluruh warga desa.
Kesedihan dan kemarahan bercampur menjadi satu ketika mereka menyadari bahwa mobil Pak Anwar hanya berlalu begitu saja tanpa sedikit pun rasa peduli.
Klik selanjutnya untuk membaca halaman berikutnya…
Halaman : 1 2 Selanjutnya