Di tengah derasnya kritik, Pak Anwar mencoba mencari perlindungan di balik kata-katanya yang manis dan licik. Ia menuduh para pengkritiknya sebagai orang-orang yang tidak tahu berterima kasih, yang hanya mencari-cari kesalahan.
Padahal, penduduk desa semakin menyadari bahwa di balik tudingan tersebut, terdapat kebenaran yang tidak bisa ditutupi.
Semakin keras Pak Anwar berusaha menutupi, semakin jelas kegamangan dalam dirinya. Penduduk desa mulai melihat bahwa Pak Anwar, meskipun terlihat tegar dan penuh percaya diri, sebenarnya mulai goyah.
“Kita butuh pemimpin yang benar-benar peduli pada desa ini,” ujar Pak Isap, seorang tokoh masyarakat yang dulu mendukung Pak Anwar.
“Bukan pemimpin yang hanya pandai berjanji dan melimpahkan kesalahan kepada anak buahnya.”
Pak Anwar berusaha keras mempertahankan posisinya dengan berbagai cara. Ia meningkatkan frekuensi kampanyenya, menyebarkan janji-janji baru yang lebih manis dari sebelumnya.
Namun, janji-janji tersebut tidak lagi mendapat sambutan yang sama seperti tiga tahun lalu. Warga desa yang dulu begitu antusias mendengar janji-janji manisnya, kini mulai meragukan kejujurannya.
“Kita sudah lelah dengan janji-janji kosong,” kata seorang ibu rumah tangga yang hadir dalam kampanye Pak Anwar. “Kita butuh tindakan nyata, bukan sekedar kata-kata.”
Dengan seluruh penduduk desa menantikan hasil pemilihan, pertanyaan besar pun muncul: Akankah Pak Anwar kembali terpilih menjadi kepala desa untuk periode keduanya? Ataukah warga Desa Pasia Santan akan memilih pemimpin baru yang lebih jujur dan bertanggung jawab?
Di tengah ketidakpastian ini, Desa Pasia Santan menanti dengan harap-harap cemas. Apakah keadilan dan kebenaran akan menang, ataukah janji-janji manis dan tipu daya akan kembali berkuasa?
Hanya waktu yang akan menjawab. Namun, satu hal yang pasti: penduduk desa tidak akan lagi mudah tertipu oleh kata-kata manis tanpa bukti nyata. Mereka telah belajar dari pengalaman pahit di bawah kepemimpinan Pak Anwar, dan kini mereka lebih waspada dan kritis terhadap pemimpin mereka.
Di akhir hari, ketika matahari mulai terbenam di ufuk barat, bayang-bayang panjang Pak Anwar tampak meredup.
Penduduk desa, dengan harapan baru dan tekad yang lebih kuat, bersiap menyongsong hari esok dengan pemimpin yang benar-benar peduli dan bertanggung jawab.
Sementara itu, Pak Anwar hanya bisa menunggu dengan cemas, menanti jawaban atas pertanyaan besar yang menggantung di udara: Akankah ia kembali terpilih, ataukah nasibnya akan berubah selamanya?