Di desa yang dulu penuh harapan dan antusiasme, kini mulai merasakan kegetiran di setiap sudutnya.
Pak Anwar, sosok yang dulu dielu-elukan sebagai pembawa perubahan, kini berada di tengah pusaran kritik yang deras menghantamnya dari berbagai arah.
Sejak awal, Pak Anwar dikenal sebagai sosok yang vokal tentang pentingnya transparansi, pembangunan, dan kesejahteraan.
Janji-janji yang diucapkannya terdengar manis di telinga, seperti musik yang menenangkan.
Namun, tiga tahun berlalu, janji-janji tersebut kini terungkap hanya sebagai bayang-bayang kosong yang memudar di bawah terik matahari realitas.
Kritik mulai berdatangan dari berbagai pihak, bagaikan hujan deras yang mengguyur tanpa henti, membawa serta kekecewaan dan ketidakpuasan yang telah lama terpendam.
“Pemimpin yang baik tidak hanya pandai berjanji, tetapi juga harus mampu menepati janji,” ujar Pak Hendra, mantan kepala desa yang kini dihormati sebagai tokoh masyarakat.
“Kepemimpinan Pak Anwar ini jauh dari harapan. Janji-janji manisnya kini hanya menjadi ilusi.”
Pak Anwar, yang selama ini selalu bersikap tegar dan penuh percaya diri, mulai merasakan tekanan dari kritik yang datang bertubi-tubi.
Ia yang dulu selalu menyuarakan anti kritik, kini menunjukkan wujud aslinya. Di setiap rapat desa, suara-suara ketidakpuasan semakin nyaring terdengar, menghantui setiap kata yang diucapkannya.
“Orang-orang yang mengkritik saya hanyalah barisan sakit hati,” katanya dalam sebuah pertemuan desa.
“Mereka hanya tahu bagaimana mencari-cari kesalahan tanpa ada etika dan sopan santun.”
Klik selanjutnya untuk membaca halaman berikutnya…
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya