Sepi sekali disini…
Aku menghela napas dalam-dalam, Mataku tertuju pada seseorang disebelah sana, Diujung jembatan ini. Sepertinya aku mengenalinya, Tapi siapa yah? Yaudahlah ga penting juga. Aku melanjutkan dengan Berlari-lari kecil di tepi jembatan. Tapi aku seperti merasakan sesuatu yang aneh. Whatttt?? Seseorang itu melihat ke arahku sangat lama. Tapi aku tidak bisa mengenali wajahnya dengan jelas, Maklum aku susah melihat dari kejauhan. Deg… tiba-tiba dia menhampiriku semakin dekat. Lagi… dan lagi.. selangkah lagi aku akan terjatuh dibalik jembatan ini haha. Tidak ! tidak sedrama itu.
Baca juga: Sehimpun Puisi Sri Jumaini
“Hai…” sapanya.
“Oh Haii..” jawabku ragu.
Ha ? Leo ? ternyata dia teman lamaku. Pernah terjebak Friendzone tepatnya haha. Apa apaan aku ini. Bodoh ! kau pernah dekat dengannya Ipi ! bangun! Ahh ini akibat aku sering terbentur wkwk. Aku pelupa sekarang. Atau karena aku sudah tua? NO!!! aku masih 19 tahun.
“kenapa bengong? Heiii. Lu lupain gua? Sibuk banget Lu sekarang. Sok-sok an ih. Ga nyapa gua lagi. Kemaren juga gua liat Lu, di depan toko kosmetik, gua nyapa lu ilang, emang yah bangke lu, kesel gua” dia bertubi-tubi menyerangku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca juga: Sebuah Puisi: Nyanyian Sepi
“Haha. Maap-maap ! lu kan tahu, gua ga bisa kenali orang dari kejauhan. Coba lu itung noh jarak gua dari lu tadi berapa? Dari ujung ke ujung ini. Udah kayak film Hollywood kita tuh wkwk.” Gua lagi membela diri nih. Kayak biasa 😀 .
“Gua kehilangan kontak lu, sebenarnya gua mau ngechat, tapi yah mau gimana. Eh tapi gua chat lu di Facebook. Lu nya aja yang ga pernah aktif lagi. Gua spam nohh. Coba aja lu cek kalo ga percaya” nah kan… dia pasti nyerocos nih. Sudah ku duga.
Baca juga: Puisi-puisi Arif P. Putra
“Gua kangen tau sama lu. Pokoknya gua mau kerumah Lu. Btw gua baru aja sembuh sebenarnya” sambungnya.
“Lu sakit? Yang mana sakitnya? Hati lu baik-baik aja kan? Jiwa lu ga ada masalah kan? “ aku tertawa lepas.
“Gila lu yah” dia menepuk jidatku.
“iyaahh gua rapuh, gua patah hati, gua meronta-ronta sekarang, hidup gua ancur. Puas lu?” nah kan dia pasti gitu tuh.
Baca juga: Sehimpun Puisi Apriwanto
“Truss? Lu butuh sandaran gua? Tapi maap nih. Bahu gua hanya untuk orang-orang tertentu haha” aku tertawa melihat raut wajahnya begitu. Betapa lucunya kalau didekat dia.
“Yaudahlah. Gua ini apalah, ga ganteng-ganteng amat, cuma rizki nazar aja yang kalah haha, ga pintar-pintar amat, Cuma dapet juara satu terus pas nerima rapor. Ga kaya juga gua mah, Cuma punya satu Ferrari doang haha” KANNN… dia pasti merendah untuk meroket. Dasar ihh.
Baca juga: Polemik Hati
“Iya-iya tapi sayang ga ada yang mau sama lu. Jomblo kan lu ampe sekarang? Nah makan noh harta. Makan tuh kepintaran lu. Sok ganteng amat hahaha… “ aku jalan lagi menyusuri jembatan itu.
“Itu karena gua nungguin seseorang. Lu ga tau aja. Gua mempertahankan perasaan gua selama bertahun-tahun, padahal lu tau kan Jakarta ceweknya cantik-cantik, mulus-mulus, eih ga sanggup gua litanya haha” dia bicara terus sambil mengejarku. Jujur aja aku rindu :”)
“Lu nungguin siapa? Drama banget idup lu, udah kayak ftv Hahhaa” sebenarnya aku penasaran, siapa sih yang dia tunggu. Kenapa aku ga ikhlas gitu yahh. Lah kan? Dasar aku.
Baca juga: Sebuah Puisi: Masih Untukmu
“Penasaran kan lu? Bentar lagi lu pasti maksa gua buat cerita haha. yakin gua mah” dia tersenyum menggodaku.
“ihh. Yaudah kalo lu ga mau cerita. Ga peduli gua” Aku pura-pura cuek. Sebenarnya aku penasaran setengah mati. Dia pasti senang membuat aku penasaran. Dia pasti tertawa didalam hati nih. Ih kan dia senyum-senyum begitu. Kurang ajar!!
“Nanti gua kerumah lu” dia menyeringai seperti kuda. Najiss !
“Ga.. ngapain lu kerumah gua? ga pokonya. Lu pasti nyusahin gua nanti” aku menolak dia kerumah. Bukan apa-apa. Takut mama nanya macam-macam. Kan dulu mama tau aku dekat sama nih anak. Ah , jangan dulu deh dia kerumah.
Baca juga: Jambau Terakhir
“Gua mau minta restu kedua orang tua lu!” Dia tersenyum lagi. Kali ini sambil tertawa. Kenapa aku se gugup ini yah. Ah masa? Masa iya dia ke rumah. Ketemu mama, ketemu ayah. No!! aku ga percaya. Jangan lagi membuat ku terjebak.
“Serah lu. Gua pulang duluan yah. Bye. Ingat jangan ke rumah gua. Awas aja kalo lu kerumah gua. pintu gua tutup” kataku sambil lari. Sebenarnya aku ingin sekali dia kerumahku. Bukan tanpa sebab. Semuanya karena rindu. Tapi aku tidak boleh mengulang rasa itu lagi. Perpisahan itu menyakitkan.
“Jahat banget sih lu. Lu hati-hati” teriaknya.
Aku menghempaskan tubuh ku ke kasur. Pikiran ku melayang ke masa lalu. Masa dimana kami masih SMA. Iya aku dan leo dulu pernah satu SMA bahkan kami sekelas, tepatnya sebangku tapi hanya sebentar. Yah satu tahun saja. Kala itu menikmati hujan adalah hal yang paling seru sambil makan mie rebus depan sekolah. Betapa indahnya, jauh berbeda dengan sekarang. Ternyata semakin dewasa semakin kita sulit mengatur waktu. Semakin banyak peluang, kadang harus melepaskan satu demi mendapatkan satu. Bahkan kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang kadang tidak bisa dipilih. Harapan melayang dan menggantung begitu banyaknya. Iya, sekarang kami sudah sama-sama dewasa. Masa itu sangat sulit untuk diulang. Ini sudah 4 tahun berlalu tapi masih segar di ingatan. Aku tidak pernah dapat jawaban kenapa dia pindah. Kenapa dia meninggalkan tanpa alasan. Aku sulit sekali menerima keadaan waktu itu. Aku mengubur perasaan dalam-dalam. Dia bahkan tidak mengabari ku kapan dan kemana dia pergi. Setahun setelahnya, aku dapat kabar dari mama bahwa dia pindah ke luar kota, dijakarta tepatnya karena papanya pindah tugas. Dia mengganti nomor ponselnya, dia menonaktifkan semua akunnya. Sudahlah, aku menyerah. Aku tidak lagi mencari tahu sebabnya. Aku menjalani hari-hariku sendiri. Sepulang sekolah, aku hanya tidur dan belajar. Sangat membosankan 2 tahun di SMA tanpa dia. Dan sekarang? Dia datang lagi. Dengan tiba-tiba, tanpa aba-aba. Aku sangat senang. Senang sekali.
Aku ingat sesuatu. Yah perkataan leo tadi! Dia mengirim pesan padaku di facebook. Aku langsung membuka ponselku, mulai berselancar di dunia maya. Sudah lama sekali rasanya tidak membuka akun facebook ku. Intinya semenjak leo pergi. Karena aku benci, setiap kali membuka facebook, foto kami berdua terpampang jelas di kronologi ku. Foto mulai massa smp hingga putih abu-abu. Dimana kami tertawa lepas menikmati tiap detik kehidupan. “kalau lu ga suka sayur mie nya, kasih aja ke gua, gua siap menampung haha” dia selalu mengatakan itu saat kami makan mie rebus. Yah dia memang sangat menyukai sayur apapun.
Baca juga: Pematah
“ipi… ini gua leo. Gua kehilangan kontak lu. Maaf yah gua pergi gitu aja, tanpa pamit ke elu. Gua ga mau lu sedih. Gua ga pengen lu nangis. Cukup sekali lu nangis didepan gua, ga pokonya, gua ga mau lu nangis, karena kalo lu nangis sekarang kan gua udah dijakarta. Lu pasti butuh bahu gua wkwk. Makanya gua ga bilang”
‘ipi. Gua kangen sama lu. Maafkan gua yang ga beri lu kabar. Intinya gua Cuma mau bilang gua sayang sama lu, terimakasih sudah menemani hari-hari ku selama 4 tahun disana. Lu masih ingat ga? Awal MOS pas smp? Kalo gua ingat banget, waktu itu lu dihukum habis-habisan karena lu ngelawan sama kakak tingkat, lu sih kurang ajar, bandel ishh, gua kena imbas juga karena lu. “
“pii. Gua mau minta contact lu dong”
“lu kemana sih? Ga balas pesan gua. ih jahat lu ih”
“pii. Gua mau ke rumah lu”
“besok gua pesan tiketnya”
“gua kesana bareng papa mama, katanya rindu sama kalian, mau makan bareng kata papa kemaren”
“ipii.. ah yaudahlah. Tunggu aja gua kerumah lu. Anggap aja kejutan wkwk”
Yahh…. Apaa?? Dia ternyata hilang karena ga mau aku sedih. Wah dia selalu punya cara sendiri untuk melindungiku. Sudahlah, tidak penting juga menyesali 4 tahun silam itu. Yang penting sekarang dia menemuiku. Aku berbaring lagi, padahal masih pukul 10 pagi. Dasar aku!! Tapi kenapa leo lama sekali kerumah ku? Apa dia marah padaku karena kata-kataku tadi?. Ah ga mungkin. Mana mungkin dia punya hati seperti itu wkwk. Biasanya juga kami saling ngomong kasar. aku tidur aja ahh. Mampus kau leo. Silahkan menunggu ku bangun haha. tidak sengaja aku tertidur, benar-benar tertidur pulas sekali. hingga aku tak mendengar mama memanggilku untuk makan bubur ayam.
Baca juga: Untuk seorang yang tak pernah tau
“pii.. ini buburnya ga dimakan? Nanti dimakan adek loh?” mama membangunkanku ke kamar sambil membawa bubur yang ku makan setiap pagi di hari minggu itu.
“engga ma, makan aja gapapa. “ sahutku setengah sadar.
“yakin? Nanti ga lewat lagi loh buburnya, ini mama beli jam 8 tadi malah, udah dingin gini buburnya” mama masih saja berusaha membangunkanku.
“engga ma, serius deh” jawabku dengan malas.
“yaudah, mama tarok di atas meja yah” kata mama sambil mengunci pintu kamarku.
Kring… kring….
Alarm itu membangunkanku. Padahal aku masih saja mengantuk, ternyata sudah pukul 12.40 , aku langsung mandi dan siap-siap untuk sholat. Kebiasaanku setiap minggu, mandi jam segitu wkwk. Selesai jogging trus minum es langsung tidur, gimana mau kurus hm. Kalau leo ada dia pasti akan menceramahiku 2 jam non stop haha. “kau seperti bakpao hangus!, gendut pahit lagi ih” iya setidaknya itu omelan pertamanya, ah dasar anak itu. “ beratku hanya 50 kg dan tinggi 155 cm kau bilang gendut? Benar-benar ga ada hati! Ihhh” itu yang selalu aku katakan ketika dia meledek.
Selesai sholat, aku membaca ayat suci al-Qur’an. Lalu, aku melepas mukenah putih bercorak melati itu. Segar sekali rasanya. Yaps … aku senang sekali. “Leo kenapa ga datang-datang sih? Dia ngambek yah? Aku Tanya mama aja kali yah? “ pikirku dalam hati.
“ma.. leo datang ga tadi pas aku tidur ma?” tanyaku penasaran pada mama yang sedang menonton televisi diruang tamu. Karena tidak biasanya dia seperti itu, kalau dia bilang iya, udah pasti iya, anaknya komitmen sekali. awas saja kalau dia membohongiku. Atau aku kerumahnya saja? .
“ Leo? Ipi tau dari mana nak kalau leo mau kesini?” Tanya mama bersemangat.
“iya, dia bilang tadi, ternyata dia baru balik dari Jakarta yah ma, dia kenapa ga bilang mau kesini sih ma? Eh tapi ada sih dia ngechat ipi di facebook, Cuma baru ipi baca barusan ma. Soalnya tadi ipi ketemu leo di jembatan kuning itu ma, dia manggil ipi, nyamperin, trus bilang mau kesini. Tapi kok ga datang-datang yah ma?” tamyaku pada mama panjang lebar.
“Sebenarnya papa nya nelpon mama kok, katanya mau kesini, tapi belom ada kabar yah, apa sebaiknya mama telpon aja?” tanya mama ragu.
“Yaudah deh ma, mama telpon lagi aja” mintaku pada mama. Mama akhirnya menelpon papa leo.
“Ga aktif nomornya nak, mama coba telpon bibiknya dulu yah, kali aja ganti nomor ” sambung mama.
Aku hanya duduk sambil menunggu mama menelpon bibik nya leo. Ah mama lama sekali. kenapa raut wajah mama berubah? Tadi mama baik-baik saja. Apa mama mendadak sakit?
“Nak,, kata bibinya leo, mereka ga jadi kesini” mama mulai tampak ragu menyampaikan.
“Tapi kenapa ma? Ga jadi gimana maksudnya?”Sambung ku cepat.
“Iya, mereka kecelakaan nak, termyata yang mama liat di TV tadi kecelakaan beruntun itu mereka” tangis mama mulai pecah serta mendekapku dengan erat.
“Ah masa iya mah? Artinya mereka belum sampai padang dong? Ah pasti bibinya bohong itu mah” jawabku dengan santai.
“Bohong gimana nak? Tidak mungkin bibinya bohong ke mama! Perihal ini lagi!” jawab mama sambil menangis.
“iya kali aja ini surprise ma wkwk” jawabku sambil senyum-senyum.
“Dan kenapa aku bilang kayak gtu ma? Iya karena barusan aku ketemu leo ma, kan aku bilang sama mama tadi, aku ketemu dia dijembatan kuning pas jogging, gimana sih mama pelupa ih” lagi-lagi aku mengatakannya dengan santai.
“Engga nak, itu pasti bukan leo. Stop halusinasi nya nak.” Mama menyahutku dengan terisak.
“Yaudah ma. Aku kerunah neneknya leo aja, pastiin ke sana ma, aku yakin dia pasti udah dirumah neneknya tuh, angkat-angkat kaki ke enakan dimanjain sama nenek pasti, makanya lupa kesini” kataku sambil menenangkan mama. Lalu pergi melaju dengan motor.
Aku masih baik-baik saja. Iya mama pasti membohongi aku. Pasti mereka mau memberi ku sebuah hadiah. Aku sudah tau permainan ini. Cara seperti ini sudah sangat basi. Aku sudah membayangkan, mereka membuat ku menangis, mempermainkanku, lalu balon-balon itu terbang ke udara, jauh hingga tak terlihat. Pasti mereka akan membawaku ke tempat yang istimewa. Atau yang dikatakan leo tadi dijembatan adalah aku? Seorang yang ditunggunya adalah diriku? Itu sebabnhya di datang kemari bersama orang tuanya? Atau dia akan melamarku? Oh no!! aku tidak bisa percaya. Ah sudahlah. Aku fokus lagi melaju dengan motorku. Aku mengetuk pintu rumah nenek.
“Tok,,, tok,,, nekkk? Assalammualaikum “ aku mengetuk pintu rumah nenek dengan semangat menggebu.
“iya waalaikumussalam “ seseorang membuka pintu. Ah bibi? bukan nenek. Nenek kemana yah? Aneh juga nenek tidak membukakan pintu untukku? Biasanya nenek hafal suara ku, yahhh… ga asik dong huhu.
“kenapa non? Cari nenek yah?” Tanya bibi padaku.
“Iya bi, nenek kemana bi? Tumben ga nenek yang bukain aku pintu?” tanyaku pada bibi.
“Nenek baru aja berangkat ke Jakarta non” jawab bibi sedih. Raut wajahnya langsung berubah.
“Ha? Ke Jakarta bi? Nagapain? Oh iya, leo mana bi? Katanya mau kerumah aku” aku kebingungan dengan jawaban bibi.
“Iya non, nenek ke Jakarta karena den leo dan keluarganya baru saja kecelakaan non” tangis bibi tak bisa ditahannya lagi. Dia menunduk dan menyuruku duduk dulu, aku benar-benar bingung.
“Seharusnya den leo udah disini sekarang non, tapi dalam perjalanan menuju bandara, terjadi tabrakan beruntun yang mengakibatkan mobilnya terpental dan ga ada yang selamat non” bibi ,menceritakn semuanya. Aku memeluk bibi, mencoba mencerna apa yang dikatakannya.
Aku pulang dengan hati yang gundah. Kenapa? Kenapa? Kenapa ini? Aku dimana? Apa aku masih tidur? Barangkali ini adalah mimpi. Bukan! Aku sudah bangun, bahkan aku sudah menepuh perjalanan 2 Km. Tidak mungkin aku bermimpi. Kenapa dadaku sesak sekali? kenapa sesakit ini? Aku tetap malajukan motorku ditengah kegundahan itu. Aku coba menata raut wajahku. Karena takut jika orang-orang disepanjang perjalanan ini melihatku, mereka akan mengira aku gila. Tanpa sadar, aku sudah mengendarai motorku dengan kecepatan 100 km. di depanku ada seorang anak kecil melintasi jalan?
Bruk !!!
Aku menabrak tiang listrik, aku merasakan darah segar mengalir di alisku. Kenapa deras sekali? baunya sangat anyir. Tiba-tiba rasanya begitu pusing. Dadaku terasa sakit. Aku tidak bisa menggerakkan tubuhku sendiri. Orang-orang mengerumuniku, tapi aku tidak bisa melihat wajah mereka dengan jelas. Ah kenapa tiba-tiba gelap sekali?
Hari ini rasanya tidurku nyenyak sekali, aku terbangun, perlahan aku membuka mata, berat sekali !! tapi aku tetap mencobanya, terasa silau. Sebab, cahaya matahari menyeruak masuk lewat jendela kaca itu. Aku sangat bingung dengan kedaan sekitarku. Disampingku ada mama duduk dengan senyumannya yang manis dan hangat.
“sayang… kamu udah sadar nak? Alhamdulillah…” mama sangat histeris. Wajahnya sumringah sekali. Mama kenapa? Aneh!
“Ma, ipi tadi jatuh yah ma? Motor dimana?” Tanyaku pada mama yang tampak bersemangat sekali.
“Sayang, kenapa malah mikirin motor ih, yang penting kamu sadar aja mama udah bersyukur sekali sayang” ucap mama dengan lembut.
“yaudah, mama panggil dokter dulu yah, untuk cek keadaan kamu yah nak” sambung mama.”
Kenapa rasanya asing sekali bangun di pagi ini? Matahari itu tidak lagi hangat, sinarnya mengenai bunga kecil dalam pot coklat itu. Bunganya tidak begitu mekar, bahkan daunnya hanya 5 lembar, yah aku bahkan bisa menghitung bunganya, satu kuntum saja. Malang sekali bunga itu. Tak berteman dan hampir mati. Ah kenapa aku memikirkan hal itu. Tiba-tiba pintu itu perlahan terbuka, ternyata mama dengan seorang dokter muda. Mereka masuk kekamar rawat ku, dan mama menutup pintu nya. Mama masih saja dengan senyum yang ku lihat tadi.
“Syukurlah kamu sudah bangun, sepertinya kamu sudah cukup membaik, 2 hari lagi bisa pulang” kata dokter muda itu.
“Sebenarnya tidak mudah untuk membaik secepat ini setelah tidur panjang selama 3 bulan, dan benturan dikepalamu cukup parah, sebaiknya jaga kesehatan selalu, bawa motornya pelan saja, jangan melamun diperjalanan, akan berakibat fatal” kata dokter itu menceramahiku.
“Apa dok? Tidur panjang ? 3 bulan? Maksudnya koma? Ah masa?” tanyaku bertubi-tubi.
“Iya… untung bangun wkwk” Dokter itu bersenda gurau. Wah dia ganteng sekali seperti wkwk.
“Kalau ga bangun juga gapapa” jawabku sambil merajuk. Mama hanya senyum-senyum melihatku.
“Jangan gitu, ga baik, kata-kata adalah doa” tegur nya sambil memperbaiki posisi kepalaku, aha kenapa aku deg deg an wkwk.”
Setelah tidur panjang ini, tanpa aku sadar semuanya tidak ada yang membaik. Leo? Ah lukaku masih saja sama, dadaku tetap saja sesak. Bukan karena kecelakaan motor yang ku alami, tapi kecelakaan dihati. Kepergiannya mampu merubah sisi kehidupanku. Aku semakin tenggelam dengan kerinduan, rasa sakit, dan aku yang gagal berdiri membangun kan hati yang terlelap. Sudahlah, ternyata setelah 4 tahun itu, dia benar-benar meninggalkanku. Rasanya begitu menyesal karena keegoisan ini. Aku yang tak lagi mau tau padahal diam-diam ingin sekali bertemu. Aku yang terlalu keras pada diriku senidiri. Aku menipu diri ku sendiri dengan kebahagiaan palsu yang ku buat tanpanya. Tidak !! aku sudah teramat menyesali ini. Kenapa dulu harus meninggalkan? Kenapa ada perpisahan? Kenapa persimpangan itu ada? Kenapa kita tidak bersama saja? Yahh, pertanyaan itu berputar-putar di oatakku. Inilah Tanya tanpa ada jawab. Tidak perlu lagi berpura-pura, tidak perlu lagi menyalahkan keadaan, semuanya terlanjur bukan? Dan waktu, bisa apa kita tentang waktu? Dia berputar, selalu, tiap detik itu menyimpan cerita. Terserah , ceritanya akan menarik atau bukan, Dia tak akan berhenti.
Ini tepat dua hari setelah aku sadar, keadaan ku sudah cukup baik. Mama membawa ku pulang ke rumah. Sesampainya dirumah, aku melihat sebuah kado berbungkuskan motif batik berwarna putih dibalut pita berwarna ungu terpampang manis diatas meja. Itu punya siapa? Kecil mungil begitu tidak mungkin punya mama. Aku berjalan kearah meja ruang tamu itu. Sebelum mengambilnya, ada ucapan disampingnya.
“SELAMAT ULANG TAHUN MYGIRL”
Apa ? Leo masih ingat ulang tahunku? Aku merasakan sesak itu lagi. Tanganku bergetar mengambil kado itu. Tidak ! aku tidak butuh kado itu. Benar-benar tidak butuh. Ah, bahkan setelah koma 3 bulan pun kenangan itu masih segar diingatan. Kecelakaan itu tidak mempengaruhi apa-apa. Dan Aku sadar, bahwa pertemuan itu hanya akan menghadirkan perpisahan. Semuanya hanya masalah waktu. Saranku, jangan biarkan mereka yang kau sayang pergi. Namun, jika pergi adalah jalan terakhir, maka lepaskanlah. Karena Allah memberimu sesuai porsi.