Aku Bukan Pianggang
|
Ilustrasi |
Kabut fajar menyusut dengan perlahan
Embun pagi mulai menusuk badan
Pikiran termangu tanpa tujuan
Aku terjaga dengan satu bait kalimat
Pianggang!
Rentetan huruf tak perlu jeda untuk dieja
Susunan kata bak duri yang berujung luka
Karena ia lembaran yang terlanjur ternoda.
Apa yang bisa aku ucapkan,
Oleh bibirku yang telah terjajah?
Aku berapi-api, gamang, dan menggigil
Satu titik kepahitan menoreh sejarah, merubah semua warna
Membuat diriku terbuang kebelantara, Diisolasi ayah bunda,
Dikucilkan sahabat dan keluarga, Tak lupa dihina dan ditolak para tetangga
Bisakah aku bertanya
Kenapa kalian torehkan kekalangkabutan?
Untuk apa kalian kibaskan semua harapan, dengan tersenyum kalian tutup akses pertemanan
Akankah ini karma,
Untuk mengajarkan hidup dalam ujian dan penantian
Walau dalam jurang kegagapan
Wahai dunia!
Aku bukan burung yang bisa terbang kemana saja
Aku juga bukan onggokan sampah berbau busuk menyiksa jiwa
Bahkan aku bukan balatentara pianggang yang mewabah dunia
Aku hanya makhluk tuhan tergiur nafsu dan dosa,
Tuhanku, dipintumu aku mengetuk
Izinkan matahari bangkit disanubariku, Memantulkan cahaya pelangi dicakrawala
Agar aku tahu indahnya cakra jingga , Untuk membersihkan debu dijiwa
Hingga sang bunga tumbuh penuh cita rasa
Aku ingin pulang, ya illahi rabbi
Seperti dahulu kala
Biarkan semua musnah dan sirna, agar aku bisa hilang dan binasa
Linggo Sari Baganti, 2020
Penulis
Titi Fitri, Mahasiswi UIN IB Padang yang baru selesai melaksanakan KKN, berasal dari Linggo Sari Baganti, Pesisir Selatan.