BANDASAPULUAH.COM – Pengamat politik Pangi Syarwi menyampaikan pandangan lugas dan kritis terkait berbagai persoalan politik nasional saat menjadi narasumber pada dialog interaktif “Peran Politik Tokoh-Tokoh Minangkabau dalam Kancah Politik Nasional dan Internasional: Dulu, Sekarang, dan Akan Datang” di Forum Minang Sedunia.
Acara ini digelar di Hotel Pangeran Beach Padang, Selasa (5/12/2023), sebagai bagian dari rangkaian Pertemuan Diaspora Minang dan Bundo Kanduang Minang Sedunia yang berlangsung maraton pada 3–13 Desember 2023 di empat kota di Sumatera Barat, yakni Padang, Bukittinggi, Tanah Datar, dan Payakumbuh.
Pangi mengawali paparannya dengan mengkritik ketidakadilan sistem politik Indonesia, terutama dalam hal alokasi kursi DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia membandingkan Jawa Barat yang memiliki hampir 100 kursi dengan Sumatera Barat yang hanya memperoleh 14 kursi, meski wilayah Sumatera Barat juga luas.
“Sistem ini tidak adil. Harus ada perhitungan representasi wilayah, bukan hanya jumlah penduduk,” tegasnya.
Ia mencontohkan sistem di Brasil yang memberi perwakilan proporsional bagi daerah luas dengan penduduk sedikit.
Tak hanya itu, ia juga menilai pemilihan presiden di Indonesia terlalu berfokus pada provinsi berpenduduk besar seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, yang dianggap sebagai kunci kemenangan.
“Harusnya ke depan ada sistem elektoral yang memperhitungkan representasi wilayah, bukan sekadar suara terbanyak,” ujarnya.
Pangi kemudian menyinggung etnosentrisme yang masih kuat dalam politik Indonesia, terutama di kalangan masyarakat Jawa.
Berdasarkan survei yang ia lakukan, mayoritas responden Jawa cenderung memilih pemimpin yang berasal dari Jawa, bukan berdasarkan kompetensi atau visi-misi.
“Bahkan para transmigran Jawa pun masih berpandangan pemimpin ideal adalah orang Jawa. Ini membuat pertarungan politik tidak adil dan jadi tantangan bagi tokoh Minang untuk mencapai kursi presiden,” jelasnya.
Ia juga mengurai karakteristik pemilih Indonesia yang ia kelompokkan menjadi pemilih rasional, psikologis, dan sosiologis.
Pemilih rasional memilih berdasarkan visi-misi dan rekam jejak, pemilih psikologis lebih dipengaruhi penampilan, sementara pemilih sosiologis memilih karena kesamaan agama, etnis, atau asal-usul.
“Saat ini pemilih sosiologis masih mendominasi. Selain itu, faktor uang dan barang juga mempengaruhi pilihan politik masyarakat,” tambahnya.
Meski demikian, Pangi mengapresiasi kemampuan politisi Minang untuk beradaptasi dan bersaing di panggung politik nasional.
“Banyak politisi Minang yang berhasil menjadi anggota DPR dan DPRD di luar Sumatera Barat. Ini bukti mereka mampu bertahan di sistem politik yang transaksional dan pragmatis,” pungkasnya.
Dialog ini turut menghadirkan Mayor Jenderal (Purn) Amir Guntur dari Kerajaan Malaysia, jurnalis senior Hasril Chaniago, dan pakar ekonomi politik Iramady Irdja, dengan Doni Harsiva Yandra sebagai moderator.






