Arteria Dahlan menjadi bahan pergunjingan, kehebohan khususnya bagi masyarakat Sunda. Sebab, dirinya meminta Jaksa Agung, ST Burhanuddin, untuk mengganti Kajati Jabar, Asep Nana Mulyana, lantaran menggunakan Bahasa Sunda saat rapat kerja Komisi III DPR, Senin, 7 Januari 2022.
Kejadian Arteria menyinggung bahasa sunda menyebabkan kegaduhan luar biasa di NKRI ini, akhirnya gerakan warga Sunda melaporkan Arteria ke penegak hukum, berujung Arteria mintak maaf pada warga Sunda melalui media.
Belum selesai kasus Arteria, datang lagi kasus dianggap pelecehan, pernyataan Edy Mulyadi berkaitan dengan Kalimantan tempat jin buang anak hingga tempat kuntilanak dan genderuwo berbuntut panjang.
Kini Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) mendesak agar Edy Mulyadi tak hanya dipidana tapi juga dijatuhkan hukum adat. Samping itu semua yang melekat selama ini pada Edy disudutkan, atau diserang juga termasuk Edy pernah mencalon sebagai anggota dewan pusat lalu gagal.
Fenomena seperti diuraikan diatas merupakan fenomena politik kesukuan yang akhir-akhir ini menguat. Makin menguat, walaupun sebelumnya sudah terjadi, tapi tidak sehebat dua kasus diatas.
Kasus kesukuan ini sudah mulai ada, kejadian ini bisa dilihat dari proses kampanye pemilihan kepala daerah, pemilihan anggota dewan, sampai kepala desa/wali nagari pun. Dimana mayoritas ikut kompetisi pemilu memiliki kesukuan masyoritas maka mereka berpeluang menang.
Atau keadaan ini disebut juga dengan politik Ikatan primordialisme atau memenangkan calon anggota dewan, kepala daerah, lainya harus ada ikatan kedaerahan, kesukuan atau ikatan secara emosional.
Sehingga menurut Penulis kasus Arteria dan kasus Edy yang viral sekarang disebabkan kuatnya rasa Ikatan primordialisme tersebut. Apalagi tahapan Pemilu 2024 sudah dekat, kompotisi saling menjatuhkan sema pemangku kepentingan terjadi.
Ikantan primordialisme merupakan salahsatu bagian dari identitas politik disuatu daerah saat ini. Terlepas dimanfaatkan oleh elit-elit politik lain untukmendapatkan dukungan memojokan Arteria atau Edy dan mengalihkan isu yang ada untuk kepentingan lain.
Apalagi diminangkabau, rata-rata semua kandidat calonpada saat Pilkada, Caleg, Pilawana akan memanfaatkanadanya ikatan primordialisme, dengan cara
seperti bunglon. Maksudnya adalah kandidatcalon tersebut melakukan pendekatan kepada
masyarakat dengan cara menyesuaikan suku dirinya dengan suku masyarakat yang merekadatangi pada saat kampanye.
Kedepan ikatan primordial itu akan semakin berkembang, dan semakin menguat, jika tidak bisa disikapi oleh penguasa secara bijaksana maka NKRI akan terkotak-kota, gesekan akan selalu terjadi dimana-mana[*].