|
Nagari merupakan wilayah pemukiman penduduk, akan tetap tidak setiap pemukiman penduduk dapat dikategorikan sebagai nagari. Sebuah pemukiman penduduk baru dapat dikategorikan sebagai nagari apabila memiliki delapan syarat berikut:
Baca juga:Raja Pagaruyung Tidak Mempunyai Kekuasaan di Wilayah Darek
1. Mempunyai balai adat sebagai tempat mengatur pemerintahan nagari dan mesjid sebagai tempat ibadah,
2. didiami oleh paling kurang empat suku yang berbeda,
3. mempunyai wilayah pusat dan pinggiran,
4. mempunyai sistem keamanan dan produksi,
5. mempunyai sistem transportasi dan perdagangan,
6. mempunyai wilayah pertanian dan harta benda yang menjadi sumber kehidupan,
7. mempunyai sistem yang mengatur hubungan sosial dalam masyarakat, dan
8. mempunyai wilayah dan sistem pemakaman.
Baca juga: Alek Asak Duduak, Alek Gadangnya Masyarakat Surantih
Hal ini tergambar pada Undang-undang nagari yang berbunyi bahwa setiap nagari harus “babalai – bamusajik, basuku – banagari, bakorong – bakampuang, bahuma – babendang, balabuah – batapian, basawah – baladang, bahalaman – bapamedanan, dan bapandam – bapusaro.” (Navis 1984).
Dengan adanya persyaratan nagari harus mempunyai minimal empat suku, maka hal itu memberikan isyarat secara simbolis bahwa masyarakat tidak boleh terdiri dari satu kelompok suku saja, karena hal itu akan mengarah kepada bentuknya masyarakat yang berbau autokrasi. Dengan adanya ketentuan adat bahwa nagari harus dihuni oleh empat suku yang berbeda, secara tidak langsung menggiring nagari kepada kehidupan yang demokratis. Hal ini dapat terjadi karena eksistensi suku sendiri sebetulnya adalah eksistensi yang mandiri, yang tidak dapat diintervensi oleh suku lainnya.
Baca juga: Kapo Kapo: Keindahan dan Lokalitas yang Masih Terjaga
Setiap suku yang menjadi pendukung nagari mempunyai hak penuh dalam mengelola kehidupan masyarakat masing-masing suku. Setiap suku memiliki wilayah pemukiman tersendiri yang disebut sebagai Kampuang. Jadi dalam suatu nagari akan ditemukan semisalnya kampuang Jambak, Kampuang Kampai, Kampuang Chaniago, Kampuang Sikumbang dan sebagainya.
Sitem demokrasi dalam adat Minangkabau sebenarnya dimulai dari suku. Dalam Kerapatan Adat Nagari masing-masing suku diwakili oleh seorang penghulu. Para pemimpin suku itu tidak ditentukan atau diangkat oleh Kerapatan Adat Nagari, tetapi ditetapkan oleh warga suku yang ada di nagari masing-masing. Walaupun ada kesamaan suku, tetapi tinggal di nagari lain ia atau mereka tidak punya hak apapun dalam menentukan penghulu dalam suku itu. Dalam struktur suku yang demikian itu, asosiasi sosial yang didasarkan pada kesamaan suku seperti yang terdapat pada masyarakat Batak misalnya, tidak dikenal sama sekali. Masyarakat Minangkabau lebih terikat pada suku di nagarinya masing-masing, dan bahkan dalam beberapa hal mereka lebih terikat pada nagarinya.
Baca juga: Mande Rubiah, Situs Cagar Budaya Kebanggaan Pesisir Selatan
Oleh sebab itu, nagari pada hakikatnya mempunyai otoritas dalam kehidupan politik, sehingga nagari merupakan republik-republik kecil di Minangkabau. Setiap nagari menentukan kebijaksanaan dan peraturan sendiri tanpa dapat diintervensi oleh nagari lain.