Ilustrasi |
Sebelum kemerdekaan, Taluk pernah dipimpin Muncak seperti juga di Nagari Taratak dan Nagari Surantih sejak era Kerajaan Rajo Salam di Batu Bala (yang manapek ke Kampai Kampung Dalam Dt. Rajo endah). Nagari Taluk baru dipimpin Kapalo Nagari setelah kemerdekaan.
Sekarang Taluk adalah salah satu nagari di Kabupaten Pesisir Selatan dalam wilayah kecamatan Batangkapas. Era Bandar-X (Bandar Sepuluh), Taluk merupakan salah satu Bandar (Kota Pantai) punya pelabuhan alam yang damai dan permai. Kapal dagang asing suka berlabuh di Nagari Tan Sri Dano ini, termasuk Cina. Cina ke Taluk tidak saja berdagang tetapi sempat tinggal di Taluk, tak banyak generasi muda tahu, penting ditulis sejarahnya.
Afrizal pengawal situs bandasapuluah.com, sempat menanyakan sejarah cina di Pesisir Selatan ini, Di mana kawasan yang pernah tinggal orang cina di Banda-X bagian wilayah Pesisir Selatan sekarang? Secara kotegoris masih ada yang tahu. Tetua di Taluk bercerita, ada tiga nagari di Pesisir Selatan punya sejarah penduduk Cina. Pertama Taluk, kedua Surantih dan Ketiga Kambang.
Kota pantai lainnya di Banda-X dilalui saja dalam sejarah ekonomi pantai barat sejak abad 16. Ke Indrapura, tahun 1689 cina datang berdagang, 9 tahun pasca perjanjian pemuka kota pantai dari Ombak Ketaun (Pesisir Selatan) hingga Air Bangis (Pesisir Utara, Pasaman Barat sekarang). Perjanjian itu ditandatangani (1680) oleh Raja Adil dan Muhammadsyah (sultan Indrapura) sedikit memberi ruang gerak kepada VOC berdagang lada dan emas (Yulizal Yunus, dkk.,2002, p.37).
Faktor cina datan ke wilayah Taluk dan kota pantai lainnya Banda-X dahulu, adalah karena pantai barat Sumatera sudah ramai dilayari dan tempat bercaturnya kapal dagang asing terutama abad ke-16. Masa itu perairan dan pelabuhan Taluk sudah ramai pula di singgahi termasuk Cina. Pedagang asal negeri naga ini bermukin dan berdagang di Taluk.
Cina ke Taluk senang melabuhkan kapal dagangnya. Sering kapalnya sandar di Ujung Batu dekat balai (pasar) baru di sekitar masjid lama Pasar Taluk itu. Agus Yusuf penulis sejarah Pesisir Selatan pernah juga menyebut. Taluk ketika masih belum punya akses jalan darat yang baik. Ketika itu jalan darat ada tetapi belum bagus dan jembatan belum ada, di Taluk sudah ada “Congkong” sejenis kapal penyeberangan seperti juga di Surantih dan Amping Parak. Congkong itu dapat menyeberangkan satu dua mobil jelajah Belanda, masa agresi 1947, beriringan belasan mobil kolonial itu, sebut tetua Taluk.
Seperti demikian juga di Kambang dan Surantih, cina senang melabuhkan kapal dagangnya, sehingga bermukim dan berdagang pula di sana. Di Surantih sentra pemukimannya dari cerita tetua di kawasan pasar sekitar lapangan bola sekarang. Infonya dimungkinkan bisa didalami dari ketua KAN Surantih Rusli Dt. Rajo Batuah atau tokoh di sana Almasri Syamsi. Almasri mencatat (2007, p.81) Cina di Surantih tuan tanah juga. Lapangan bola hingga Padang Api-api merupakan milik Cina. Sementara Tetua di Taluk menyebut Cina di Surantih dulu punya huller, mesin penggiling padi yang cukup besar dekat Pasar Surantih sekarang itu. Nagari sekitar ke sana menggiling padi.
Di Kambang disebut Dr. Syafrial Dt. Bandaro Itam, tokoh adat Kambang, cina pernah tinggal di Koto Baru arah ke Pakan Kamis. Mereka berdagang. Dari cerita tetua di Kambang, ada pribumi yang dipekerjakannya. Di Kambang saat akan keluar, mereka memberi hadiah ada bahkan lahan yang sudah dibeli dan disertifikat, kepada pribumi karyawannya. Kecuali di Surantih disuruh pergi setelah Belanda pergi, tanahnya dikembalikan ke rakyat.
Karakter cina di Taluk beda dengan cina di Surantih. Ada yang berdagang saja dan ada yang membaur dalam masyarakat. Cina di Taluk itu bermukim pada empat titik. Pertama di Pasar Taluk, kedua di Ujung Batu, ketiga di Koto Hilir (Koto Keduduk), dan keempat di sekitar Limpaso. Di pasar satu keluarga Cina disebut Abu Epi tetua Taluk, nama panggilannya si Chan saja. Ia tinggal di kawasan pasar Taluk, memiliki rumah yang bagus dengan lahan kurang sedikit setengah Ha bersertifikat. Ia berdagang sabun made in si Chan sendiri di samping kuliner yang dikenal kue mangkuknya. Kue mangkuk Cina itu bersaing dengan kue bika Taluk yang terbilang itu. Si Chan banyak mengajari orang Taluk membuat sabun di samping kuliner juga.
Almasri Syamsi banyak bercerita dramatis. Cina anak emas, melalui kebijakan ekonomi Belanda di sepanjang pesisir mengambil peluang mengumpul kekayaan nagari, mereka dilindungi, ada sistem barter, barang ditukar dengan barang, harga pun tak sebanding, dilunasi setelah panen bunga pun tinggi, sehingga banyak masyarakat hutangnya tak terbayar, diminta paksa pakai algojo pribmi pula, banyak harta rakayat jatuh ketangannya, kalau tak terbayar juga diganti dengan tenaga bekerja, dipaksa. Kehidupan milik penguasa dan orang kaya, penghulu pun susah bebas penghubung anak kamanakan memungut hasil panen. Baca lebih lanjut bukunya “Alam Sati Nagari Surantih” (2007,p.80). Karenanya Belanda angkat kaki, mereka pun pergi. Mereka menjual aset dan rumahnya. Ke Taluk Sesekali datang juga tahun 1950-han, menjemput kekayaan mereka yang disimpan, mungkin ada emas yang dikuburkan.
Di Limpaso Taluk, juga ada makam orang cina di Bukit Kaciak, sesekali dilihatnya, ialah seorang cina yang sudah membaur dengan masyarakat dan pernah menjadi ketua buru babi disebut orang tua Taluk. Ada yang bertanya di mana makamnya yang lain, tetua Taluk menyebut mereka bermakam di Surantih pada sebuah bukit berbatas Ampiang Parak disebut “Alai”. Mungkin cukuplah satu dua itu makam cina. Karenanya ketika makam cina di muaro Padang mau dipindahkan ke Bukit Gadih Basanai di Api-api Pesisir Selatan, masyarakat ranah rantau menolak dan dibatalkan Bupati Darizal Basir ketika itu 1990-an. Akhirnya pindah ke Bungus Teluk Kabung Padang.
Kenapa ada jejak Cina di Taluk? Ibnu Abbas Dt.Rajo Bagindo Kampai Taluk, dulu banyak bercerita. Karena mungkin faktor pelabuhan alam Taluk nyaman tempat berlabuh dan sandar kapal dagang. Sampai tahun 1945 masih ada tiga pelabuhan yang masih bagus di Banda-X. Termasuk Taluk pelabuhannya dulu bagus, kini menjadi kawasan air mati. Kondisi itu disebabkan karena muara mendangkal, mungkin tak dilalui kapal lagi, tak dikeruk, ditambah pula pengaruh erosi dan debet air semakin berkurang. Apalgi sejak penghijauan tahun 1986, salah pilih “tanaman vinus” yang rakus menyerap air tanah. Tanah kering, beitu hujan erosi longsor terjadi. Ketiga kota pelabuhan bagus itulah ada keluarga Cina di Taluk. Menarik digali lebih lanjut, dalam kontek kebudayaan dalam sistem ekonomi masyarakat pantai dan cina, setidaknya untuk cerita menarik untuk anak cucu.