Induk Kaum dan Induk Bako
FIKIR.ID – Lini kesamaan adat Perpatih Negeri Sembilan – Malaysia dan Minangkabau Sumatera Barat – Indonesia, penting terus diperkuat. Kepentingannya tidak saja menghidupkan roh hubungan diplomasi kebudayaan bersaudara kembar dua bangsa satu nasab dan satu rahim itu, dan mengembangkan rasa berinduk (kaum dan bako), juga bagian penting penunjang memperkuat hubungan diplomatik Indonesia – Malaysia. Pandangan itu saya (Yulizal Yunus) paparkan dalam makalah berjudul Nagari Kembar Binaan dalam Perspektif Adat Syara’. Paparan saya ini mengawali presentasi pada “Seminar Internasional Lini Kesamaan Adat Budaya Minangkabau dan Adat Perpatih Negeri Sembilan Malaysia, Peluang Pembinaan Nagari Kembar Mitra Perguruan Tinggi dan Pemerintah”.
Seminar Internasional itu dilaksanakan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol bekerjasama dengan beberapa Lembaga Penyelidikan dan Adat di Malaysia dan Indonesia di antaranya Pusat Kajian Adat Syara’ dan Pusat Studi Islam dan Adat Minangkabau, Pemerintah dan Limbago Adat 50 Kota, pada Kampus III UIN itu di Sungai Bangek Koto Tangah Padang, Kamis pagi 4 Mei 2023.
Peserta Seminar diikuti 200 orang. Mereka terdiri dari: (1) Unsur Dosen Mahasiswa FAH UIN Imam Bonjol 170 orang, (2) Unsur Aparat Pemberdayaan Masyarakat Desa 5 orang, (3) Unsur Pusat Kajian Adat Syara’ 10 orang, (4) Unsur ninik mamak 50 Kota 10 orang dan (5) Unsur penyelenggara dan narasumber 5 orang lainnya.
Kembangkan Rasa Dusanak: Satu Rahim dan Satu Nasab
Dalam mewujudkan Nagari Kembar Negeri Sembila dan 50 Kota, penting membina Pusat Penyelidikan Negeri Sembilan dan 50 Kota. Kepentingannya secara prioritas meneliti asal usul dua bangsa satu nasab (silsilah nasab ayah, anak cucuk dan induak bako) dan satu rahim (tali ranji induak/ ibu, suku, mamak, kamanakan dan cucu). Juga meneliti wilayah ranah dan rantau, pusaka koto piliang datuk katumanggungan dan bodi caniago datuk perpatih baik di Minangkabau, Pagaruyung dan 50 Kota.
Penting pula Pusat Penyelidikan itu meriset 4 kluster kerabatnya sebagai kekuatan ranah rantau itu. Empat kerabat itu adalah: (1) Sapiah Balahan, keturunan ibu di ranah dan rantau, (2) Kapak Radai, mekaran keturuna ibu di negeri sebelah rantau, (3) Kuduang Karatan, keturuan saudara laki-laki ibu (mamak) di ranah dan dirantau, dan (4) Timbang Pacahan, mekaran keturunan saudara laki-laki ibu (mamak) di negeri sebelah rantau. Kerabat 1 dan 2 disatukan dalam ranji kaum suku di tali rahim (ibu, induak di kaum suku) dan kerabat 3 dan 4 disatukan dalam silsilah kaum ayah disebut tali nasab (ayah, ibu/ induak bako, keluarga ayah).
Hasil penelitian sebagai bahan mendisain, membina dan mengembangkan rumah induak di ranah dan di rantau dengan 4 kluster kerabat tadi di nagari kembar Negeri Sembilan dan 50 Kota. Diperkuat rasa beradat dan bernagari, dikembangkan rasa berinduk dusanak/ kaum dan rasa berinduak bako dusanak ayah. Dibangun rasa kangen pulang bersama pulang ke rumah induak kaum dan induak bako, dan melihat kangen anak kamanakan cucuk di rantau. Pulang ke rumah induk itu, tidak tidur lagi di hotel tetapi menginap di rumah gadang induak. Ngumpul, nginap bersama, makan bersama, memasak kuliner khas rendang dan sambal lada (cabe) muda di rumah induak, lalu duduk bersama, bersurah asal usul, bermusyawarah (bermusyawarah) menetapkan kalender saling kunjungi, brandang memikat kunjungan dusanak ranah rantau, melihat keindahan alam kampung, kekayaan budaya ranah rantau teramsuk kuliner spasifik di rumah induak pada nagari kembar itu.
Dukung Kuatkan Hubungan Diplomatik Indonesia – Malaysia
Di lain sisi saya melihat pentingnya nageri kembar Negeri Sembilan dan 50 Kota, Minangkabau ini sebagai diplomasi budaya dalam perspektif penguatan hubungan diplomatik Indonesia – Malaysia. Pengalaman sebelumnya fenomena politik bahkan peristiwa kebudayaan, ada-ada saja kesenjangan yang membuat merenggangkan hubungan kedua negara tetangga (malaysia dan Indonesia). Fenomena itu ditemukan dalam beberapa fenomena perkembangan hubungan kedua negara sebelumnya. Namun dengan Minangkabau dan Malaysia – Negeri Sembilan Darul Khusus selama ini tidak pernah renggang, malah tetap kuat hubungan badusanak seperti dua bangsa satu nasab dan satu rahim. Karenanya ketika di Malaysia disebut datang dari Minangkabau, mereka langsung hormat. Tidak pernah ada terdengar idiom yang merendahkan bagi orang Minang.
Sungguhpun demikian, dalam masa sekarang, karena berakar lemahnya pewarisan sejarah dan asal usul dari perspektif adat, di kalangan kaum muda, sudah ada gejala memudarnya rasa berdusanak dan intensitas rasa berinduk kaum (kerabat ibu) dan rasa berinduk bako (kerabat ayah), bahkan ada yang berkata yang substansi dan esensiya melemahkan hubungan antara Negeri Sembilan dan Minang. Gejala itu terbaca dari presentasi pakar tentang “Rantau Minangkabau – Malaysia” Prof. Nelmawarni, S.Ag, M.Hum,Ph.D/ Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol sebagai keynote speakers Seminar.
Gejala ada fenomena upaya melemahkan hubungan Negeri 9 Malaysia dengan Minangkabau itu pun digarisbawahi narasumber Prof. Dato Paduka Dr. Mohd. Rosli bin Saludin. Rosli ialah Raja Tarombo Malaysia, Ahli Jawatan Kuasa Pakar Warisan Adat Jabatan Warisan Negara dan Felo Penyelidik Kanan Institut ATMA – UKM Bangi Selangor Darul Ehsan Malaysia.
Gejala yang sama juga dilihat narasumber Zulkifli Dt. Rajo Mangkuto unsur Ketua LKAAM Lima Puluh Kota, yang mempresntasikan makalah berjudul: Kearah Penulisan Barih Balabeh “Tambo Baru” Nagari Kembar di 50 Kota”. Rajo Mangkuto dalam presentasinya menyebutkan, selama ada dan dibaca serta diamalkan barih balabeh (tambo adat) baik di 50 Kota maupun Tarombo di Negeri Sembilan Darul Khusus, selama itu pula hubungan kedua bangsa satu rahim dan satu nasab ini tidak pernah terputus. Karena Pemerintah 50 Kota menganjurkan menuliskan barih balabeh dari tradisi lisan, agar dapat dibaca generasi muda untuk menambah pengetahuan adat dan kelarasan yang dipakai Koto Piliang (Datuk Ketamanggungan) dan atau Bodi Caniago (Datuk Perpatih) dan atau kombinasi kedua kelarasan itu, adalah bagi mengekalkan hubungan kedua negara jiran ini, kata Rajo Mangkuto.
Rosli Raja Tarombo Malaysia itu mempresentasikan makalah berjudul “Tarombo Nagari 9 dan Tambo 50 Koto: Kesamaan Bahasa Sastra, Adat dan Konsep Nagari Kembar”. Dalam presentasinya ia menggambarkan, upayanya sendiri dan tim bersama kerajaan (pemerintah), meretas purbawasanka generasi muda yang seolah di mata mereka tidak penting meneruskan hubungan Negeri 9 dan Minangkabau. Salah satu upaya kearah itu, Raja Tarombo ini, ia mendiri sebauh kawasan adat di Negeri 9, ada rumah pusaka induk dilengkapi dengan homestay-nya, disertai balai adat, perpustakaan dan pusat kajian lainya.
Selain itu Rosli Raja Tarombo itu memandang mesti ada pertukaran pelajar dan atau mahasiswa dari Negeri 9 ke Padang (50 Kota) dan dari Padang ke Negeri 9, maka kawasan adat ini boleh menjadi sentra studi, menginap di rumah induk, makan sambal lado mudo dan rendang, lalu berdiskusi di balai adat membentang tambo dan tarombo serta asal usul ke dua belah pihak negeri jiran ini. Upaya ini bagian upaya mengekalkan kembali hubungan asal usul, bahwa ninik orang Negeri 9 ialah dari Minangkabau dan terbanyak dari 50 Kota. Asal usul jangan ditinggalkan (diputus), kata Datuk Paduka Rajo Tarombo ini dengan suara berlagu. Justru ia sendiri, ibunya berasal usul dari niniknya Srimalanggang 50 Kota dan ayahnya berasal usul dari Banuhampu, Agam Sumatera Barat, Indonesia.
Asal Usul Tak Pisahkan Ranah dan Rantau
Seiringan dengan pandangan Raja Tarombo, Prof Nelmawarni, S.Ag, M.Hum, Ph.D melihat lebih jauh “Lini kesamaan Negeri Sembilan dan Minangkabau dari perspektif sejarah”. Ia justru punya pengalaman meneliti dalam proses menyusun disertasi S-3nya di UKM dan menyusun buku yang diterbitkan Dewan Bahasa Malaysia, berjudul “Perintis Pembangunan Negeri Melayu, Perantau dan Peneroka Minangkabau 1824 – 1957”. Sepanjang pengalamannya itu ia menyebut memang tidak bisa dinafikan, bahwa hubungan sejarah, ikatan tali darah, tali menali kekerabatan, adat dan budaya antara Negeri Sembilan dengan Minangkabau. Ikatan itu ia sebut sudah sangat erat sepanjang sejarah dan tidak bisa putus dengan upaya apapun.
Secara faktual kapan pun kita mendengar orang berbicara tentang masyarakat Negeri 9, tidak asing lagi di telinga kita orang Minang dan Negeri 9. Justru Negeri 9 itu akan sering diidentikan dengan masyarakat Minangkabau, baik dari segi adat, budaya maupun masyarakatnya secara umum. Bahkan ada kalimat mengatakan bahwa kerajaan Negeri Sembilan Darul Khusus pada awalnya adalah Kerajaan Minangkabau itu sendiri di tanah rantau Simenanjung Melayu.
Artinya Negeri 9 adalah rantau Minangkabau di tanah Semananjung Melayu adalah sebuah fakta sejarah. Kata Prof Nelmawarni, pandangan seperti itu tidak mungkin ada tanpa fakta sejarah dan bukti yang kuat. Tidak saja sarjana tempatan Minangkabau, atau sarjana tempatan tanah Melayu, bahkan sarjana dan pengkaji luar pun menyebut, bahwa wujud (berdirinya) Negeri 9 bermula dari kedatangan perantau dan peneroka Minangkabau ke daerah tersebut.
Kata Profesor ahli dan peneliti perantau melayu ini, justru berasas (ditetapkannya dasar) adat Perpatih di Negeri 9 dan terjalinnya kekerabatan yang kuat antara Minangkabau dan Negeri 9, adalah bagian dampak tradisi merantau orang Minangkabau yang terus menerus ke Negeri 9. Orang Minangkbau ke Negeri 9 tidak saja sebagai perantau yang memperjuangkan ekonomi, tetapi mereka merambah hutan belantara membersihkan semak belukar, melateh meneratak menaruko (cancang latih, membersihkan lahan) membuka sawah ladang, membuka kawasan tempatan, membuka kampung.
Berawal dari membuat kawasan Teratak, lalu dari Teratak dibuat menjadi kampung, kampung menjadi dusun, dusun menjadi koto, dan koto menjadi nagari, adalah proses yang dilalui para perantau dan peneroka Minangkabau di Negeri Sembila dalam waktu yang cuku panjang. Kawasan-kawasan yang mereka teroka tersebut, mereka jadikan tempatan, kampung, mereka abadikan nama-nama nagari, daerah-daerah dan kampung asalnya, sebagai nama suku-sukunya untuk mengekalkan jati diri mereka di rantau Negeri Sembilan itu, kata Prof Nelmawarni alumni S-3 UKM itu.
Kebanyak perantau dan peneroka Minangkabau itu, mereka adalah berasal dari 50 Kota. Sehingga 9 dari 12 suku asal di Negeri Sembilan adalah berasal dari nama-nama kampung dan atau nama-nama daerah mereka di Minangkabau. Prof Nelmawarni menggarisbawahi catatan Zulkifli Dt. Rajo Mangkuto, 6 suku di antaranya adalah berasal dari 50 Kota, seperti suku Batu Hampar, Suku Sari Lemak (awalnya suku Seri Lemak Pahang dan dari Pahang ke Negeri Sembilan), suku Mungkal, suku Seri Malenggang, suku Payakumbuh lainnya (suku Batu Belang, suku Tiga Batu). Justru Zulkifli Dt. Rajo Mangkuto di bagian lain dalam presentasinya tadi juga menyebut suku Tiga Ninik di Negeri 9 berasal dari 50 Kota, namun ia belum memastikan, karena tidak ada nama nagari Tigo Ninik di 50 Kota ini. Namun semua suku-suku itu seperti dimanatkan barih balabehnya mempunyai kelarasan, kalau tidak kelarasan Koto Piliang (Datuk Ketumanggungan), dimungkinkan Bodi Caniago (Datuk Perpatih) dan atau campuran keduanya disebut pisang “sikelek hutan”, “pisang tembatu nan bagatah, koto piliang bukan, bodi caniago entah, namun sama dipakai keduanya”.
Namun kata Prof Nelmawarni Dekan Fakultas Adab dan Humaniora ini, bahwa kawasan tempatan dan perkampungan yang dibuka perantau dan peneroka Minangkabau wilayahnya sudah jelas. Mulai dari Rembau, Naning, Sungai Ujung merupakan basis utama orang Minangkabau itu, sampai kemudian ke Jilebu, Inas, Jelai Teraci, Ulu Pahang (dan nanti ada perbedaan nama juga dari 9 kampung kemudian menjadi negeri). Lalu nagari-nagari itu bergabung merupakan basis perantau orang Minangkabau, tempatan atau kampung yang awal mula diteroka orang Minangkabau itu. Gabungan 9 nagari itulah yang menjadi Negeri Sembilan. Artinya ia menekankan bahwa Negeri Sembilan adalah rantau Minang, yang anak negeri jiran ini tidak bisa dipisahkan dengan induknya di Minangkabau.
Saya sebagai Direktur Pusat Kajian Adat dan Syara’, memandang sepanjang pengalaman penelitian, menggarisbawahi Prof Nelmawarni, Prof Datuk Paduka dan Zulkarnai Dt. Rajo Mangkuto tentang tidak bisa diputus hubungan Negeri 9 dan Minangkabau. Justru di Minangkabau ada perinsip dasar asal usul berpisajak pada perinsip tali rahim dan tali nasab. Tali Nasab ialah dari pihak ayah dan keluarga ayah disebut bako tidak bisa dipisah dengan anaknya. Apalagi Tali Rahim, tidak bisa diputus, siapa yang memtus disebut pasik, diingatkan syara’ siap yang memutus tali rahim, Allah SWT akan memutuskan hubungan dengannya. Berarti ke atas tidak berpucuk dan ke bawah tidak berurat, rusak bangsa, dan menimbulkan kerugian perkembangan manusia terutama anak bangsa.
Karenanya di dalam adat Minangkabau seperti juga dalam adat Perpatih di Negeri 9, tidak bisa memtuskan hubungan tali nasab, apalagi tali rahim. Bergaduh bersaudara dan berdusanak tidak boleh memutus hubungan tali rahim seperti dalam istilah Minangnya “bakarek rotan/ berkerat rotan”. Tidak boleh memutus ranji (tali rahim, ibu dan suku) meski bergaduh ninik mamak dengan kamanakan dan cucu. Karenanya di dalam petitih orang Minang disebut: suku tidak dapat dialih, malu tidak dapat diberikan (kepada orang lain). Pribadinya sementara boleh saja mengatakan, saya beralih suku milah dari suku kampai kepada suku caniago, tetapi apa kata orang: mana pula ia bersuku caniago, itu tuh induknya bersuku kampai. Tegas di Minangkabau, tidak dapat mengalih suku, kita yang mengalih, tapi kata orang tidak bisa.
Beberapa Seminar di Malaysia dan Padang,
Kaji Ketahanan Lina Kesamaan Adat
Karena tidak boleh mengalih suku, maka hubungan tali rahim tidak akan putus, sekuat apapun kekuatan hendak memtusnya. Karena itu pula, penting terus menerus mempertahankan lini kesamaan adat dan hubungan saudara kandung satu nasab (ayah) dan satu rahim (ibu, induak, suku) Negeri Sembilan dan Minangkabau.
Mempertahankan lini kesamaan dua bangsa ini, sebenarnya sudah dimulai beberapa seminar Internasional untuk menyatukan gagasan dua kerabat Negeri 9 dan 50 Kota yang berbasis pada dua perguruan tinggi sejak tahun 2019. Kedua Perguruan Tinggi itu: (1) ATMA UKM Bangi Malaysia dan (2) FAH UIN Imam Bonjol Padang. Wujud kegiatannya Mewujudkan Nagari Kembar Negeri Sembilan dan Kabupaten 50 Kota sebagai desa mitra perguruan tinggi dan pemerintah. Untuk nagari-nagari di 50 Kota dimitrai Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Imam Bonjol didukung beberapa Pusat Studi Islam dan Adat Minangkabau (PSIAM) dan Pusat Kajian Adat Syara’ (PUKAS) di beberapa perguruan tinggi Islam swasta di bawah koordinasi UIN Imam Bonjol seperti PUKAS di STAI YASTIS Padang. Di Negeri Sembilan dimitrai Institute of the Malay World and Civilization/ Institut Alam dan Tamadun Melayu (ATMA) Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) Bangi, Selangor Darul Ehsan Malaysia.
Perencanaan kerjasama Nagari Kembar 50 Kota dan Negeri Sembilan sudah dirancang sejak tahun 2019 itu. Secara historis rancangan ini, didahului dengan pertemuan ilmiah seminar regional di ATMA UKM di kampus Bangi Malaysia, 3 Okt 2019. Disusul Semianr Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol didukung Studio Sastra di Fakultas ADab ini, bersamaan pemberian penghargaan sastrawan” untuk Prof. Irwan Prayitno/ Gubernur Sumatera Barat oleh FAH UIN Imam Bonjol Padang, 28 0ktober 2019.
Kedua Seminar itu tadi dihadiri ninik mamak 50 Kota dan Pemangku adat dan utusan pewaris raja Negeri 9 dan narasumber dari ATMA dan UIN Imam Bonjol. Seminar pada 3 Oktober 2019, narasumber Seminar ATMA, dari ATMA-UKM sendiri, Prof Dr. Syufyan dan Prof. Datuk Paduka Dr. Mohd Rosli Saludin dengan tajuk “Negeri Sembilan dan Kesamaan nama-nama suku-sukunya dengan Nagari-nagari di 50 Kota serta Adat dan Ragam Budayanya, Telusur Tarombo”. Sedangkan tajuk : “Peluang Riset Kebudayaan dan Warisan Budaya, Merawat Lini Persamaan Identiti 50 Kota Indonesia dan Negeri-9 Malaysia, Kearah Nagari Kembar” dibentang narasumber dari UIN Imam Bonjol keitka itu tim Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo, dkk.
Diakhir Seminar ATMA UKM Bangi 2019 tadi, rumusan/ seminar raport dibacakan penggulung Prof Datuk Paduka Dr. Mohd Rosli Saludin, disertai pengumuman “Piagam Bangi” yang isinya kesepakatan “menggagas penelitian dan pembinaan nagari kembar secara bersama, dipayungi sebuah lembaga bersama ATMA dan UIN Imam Bonjol. Arahnya perwujudan kerjasama penyelenggaraan Nagari Kembar 50 Kota dan Negeri Sembilan Darul Khusus sebagai nagari mitra kedua perguruan tinggi itu.
Pertemuan ATMA dilanjutkan pertemuan ilmiah seminar Internasional di UIN Imam Bonjol 28 0ktober 2019. Seminar dilaksanakan Lembaga Studio Sastra Fakultas Adab dan Humaniora, dibuka Gubernur Sumbar Irwan Prayitno sekaligus menganugerahkan pin emas sastra dan penobatan status “satrawan” kepada Irwan Prayitno yang piawai berpantun spontan. Seminar ini juga dihadiri ninik mamak 50 kota dan utusan Negeri 9 bahkan dihadiri dua pewaris Kerajaan Nagari Sembilan Darul Khusus.
Tidak cukup di ATMA – UKM Bangi saja, Prof Datuk Paduka Dr. Mohd Rusli Saludin, membawa Seminar se-ASIA lagi ke Universitas di Malaka yakni di KUIM. Seminar bertajuk: Peranan Institusi Raja dalam Memelihara Kedaulatan Bangsa Melayu dan Agama Islam. Pelaksanaan seminar dalam bentuk menghadirkan Panelis Panel Forum KUIM dan DMDI (Dunia Melayu Dunia Islam), di Universitas KUIM Malaka itu, 16 Desember 2020. Mewakili Indonesia diminta Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo membentang makalah dengan tajuk: Institusi Raja di Indonesia, Kasus Kesultan Pagaruyung. Arahnya memperkuat pemikiran pengembangan konsep Limbago Adat/ Instirusi Raja dan atau Datuk Penghulu sebagai Pucuk Adat menginspirasi konsep pembinaan nagari kembar 50 Kota dan Negeri 9 dan kemungkinan dengan Malaka, karena ada satu suku/ kampung di Malaka yang nomenklaturnya sama dengan salah satu nagari di 50 Kota yakni “Nagari Naniang”. Ketika itu pakar Malaka asal keturunan Naniang di sana cukup bersemangat menyampaikan pokok-pokok pikiran.
Pasca beberapa seminar tadi, terutama setelah seminar digelar Studio Sastra Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol 28 0ktober 2019 tadi, dilanjutkan pertemuan khusus Ninik Mamak/ LKAAM 50 Kota (diwakili H.Dt. Tumbi Rajo, Dt. Krongkong Kayo, Dt. Rajo Suaro, Dt. Siri Mudo, Z.Dt. Rajo Mangkuto) dan UIN Imam Bonjol, di Rektorat UIN, 7 April 2021. Selanjut dilakukan beberapa pertemuan teknis oleh Tim penggagas ASDC (Adat Syara’ Development Center) yang menjadi cikal bakal Pusat Kajian Adat Syara’ yang diminta sebagai konsultan penubuhan Nagari Kembar 50 Kota dan Negeri Sembilan Malaysia ini. Pertemuan dihadiri Rektor UIN Imam Bonjol ketika itu Prof. Dr. Eka Putra Wirman, di Rektorat dipasilitasi Kepala Pengabdian kepada Masyarakat P2M UIN Imam Bonjol Dr. Zulvis dan Sektretaris P2M UIN Imamm Bonjol Dr. Masrial Dt. Pono Alam.
Setelah bertemu dengan Rektor UIN Imam Bonjol, dilanjutkan pertemuan ninik mamak 50 Kota baik di UIN maupun di 50 Kota. Disusul bertemu Bupati 50 Kota di kediamannya di Labuah Basilang Payakumbuh, 1 Mei 2021 diterima langsung Bupati Syafaruddin Dt. Bandaro Rajo. Dalam pertemuan itu disampaikan gagasan ninik mamak 50 Kota dengan pendampingan lembaga otonom UIN Imam Bonjol tentang gagasan pembinaan nagari kembar 50 Kota dan Negeri 9 yang nama nagari 50 Kota itu sama dengan nama suku/ kampung di Negeri 9 di negara jiran itu. Bupati Syafaruddin menyambut gembira dan optimis nagari kembar itu 50 Kota – Negeri 9 akan terwujud. Kata Bupati Syafaruddin Dt. Bandaro Rajo, “cukup banyak potensi dan peluang untuk wujud negeri kembar itu. Pertama ada semangat pendampingan tokoh/ pemangku adat berbasis LKAAM, kedua pendampingan sebagai konsultan dari Fakultas-fakultas UIN Imam Bonjol dan lembaga otonom PTAIS koordinasi UIN Imam Bonjol. Ketiga, justru 50 Kota dan Negeri Sembilan tidak bisa dipisahkan satu sama lain”. Justru dua wilayah ini merupakan saudara kembar, satu nasab dua negara, dilihat dari sudut asal usul, maupun dilihat dari perspektif pusaka adat Perpatih yang dipakai di Negeri Sembilan”, kata Bupati Syafaruddin yang juga seorang pemangku adat yang bergelar Datuk Bandaro Rajo dari Nagari Baruah Gunung.
Setidaknya ada 6 nama nagari yang menjadi nama suku di negeri Sembilan Darul Khusus tetangga dekat itu. Enam nagari itu dimungkinkan dalam pembinaannya nanti ditambah 3 Nagari lagi sebagai komparasi, maka menjadi 9 Nagari, yakni Nagari Sarilamak (Seri Lemak), Simalanggang (Seri Malanggang), Mungka (Mungkal), Batu Hampar dan Batu Balang (Batu Belang), Tigo Batur Padang Barangan (Lubuk Batingkok, Koto Tuo, Gurun), Baruah Gunung dan Sungai Naniang dan Koto Tangah. Dimungkinkan juga sebagian Nagari Payakumbuh. “Kalau boleh kesemuanya dijadikan nagari kembar 50 Kota dan Negeri Sembilan yang dibina bersama”, permintaan Hasrul Dt. Tumbi Rajo yang ternyata menjadi rumpun asal usul raja-raja Negeri Sembilan itu.
Proses pelaksanaan rencana nagari kembar itu, ditindaklanjuti lagi berikutnya dengan seminar ATMA kerjasama UIN Imam Bonjol dan Pemdakab 50 Kota. Seminar itu disebut “SEMINANG” (Seminar Minangkabau) dilaksanakan ATMA, 30 Juni 2021. Dalam seminar turut memberi sambutan Bupati 50 Kota dan Rektor UIN Imam Bonjol di samping narasumber UIN Imam Bonjol, ninik mamak 50 Kota dan ATMA UKM serta narasumber negeri 9. Diundang sebagai pembentang (pemakalah) Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo mewakili UIN Imam Bonjol dengan makalah bertajuk: Kabupaten 50 Kota, Peluang Keluarga dan Cabaran Budaya sebagai Bandar Kembar Negeri Sembilan”.
Ketika masih dalam proses pemberdayaan pada tahapan penyadaran tokoh masyarakat terhadap kekuatan potensinya, ATMA UKM Bangi Malaysia maju lagi mengadakan seminar bersama 17 Januari 2022. Seminar bertajuk “Masihkan Wujud Jati Diri Minangkabau”. Direktur Pusat Kajian Adat dan Syara’ Yulizal Yunus juga diundang sebagai narasumber di samping Prof. Gusti Asnan/ Unand Padang, Prof. Datuk Paduka Dr. Mohd Rosli Saludin/ ATMA, Dr. Linda/ ISI Padang Panjang dan pakar lainnya.
Tanggal 24 April 2022, ATMA bekerjasama dengan Ninik Mamak 50 Kota, UIN Imam Bonjol serta Pusat Kajian Adat dan Syara’, mengadakan seminar lagi. Sepertinya melanjutkan seminar KUIM Malaka, mengenai Institusi Kerajaan dan Raja Melayu. Seminar bertajuk: Seminar Antar Bangsa Kebudayaan dan Adat Minangkabau, Negeri Kembar 50 Kota dan Negeri 9 Darul Khusus Malaysia. Arah Seminar memperkuat konsep pelaksanaan Nagari kember 50 Kota dan Negeri 9 Darul Khusus itu. Direktur Adat Syara’ diundang dengan tajuk makalah: Kepemimpinan Raja-raja di Minangkabau dan Peranannya.
Namun rasanya beberapa seminar antar bangsa tadi tidak cukup memperkaya konsep dan pemikiran pelaksanaan nagari kembar 50 Kota dan Negeri 9, tanpa memperkuat wawasan kebangsaan sebagai anak bangsa Indonesia. Karena kerjasama ini adalah antar negara meskipun dengan dua bangsa satu nasab dan atau berkerabat “kudung karatan” dan atau “Sapiah Balahan” 50 kota dan Negeri Sembilan. Penting rasanya pemberdayaan dalam tahap pembekalan dan penguatan wawasan kebangsaan ninik mamak untuk merajut persatuan dan kesatuan bangsa. Maka dilaksanakanlah pembekalan 200 ninik mamak 50 Kota dalam bentuk acara Sosialisasi 4 pilar MPR RI (Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika). Pelaksanaannya bekerjasama dengan DPD RI dan MPR RI, di Hotel Mangkuto di Payakumbuh, Senen/ 18 April 2022). Narasumber dari Pusat Kajian Adat Syara’ dan UIN Imam Bonjol dengan Key-note Speaker’s dari DPD RI Dr. Alirman Sori, SH, MHum, MM.
Dari perjalanan proses perwujudan nagari mitra dua perguruan tinggi ATMA-UKM Bagi dan FAH-UIN Imam Bonjol Padang yang digagas Oktober 2019 di ATMA dan di FAH itu, masih diperlukan pembicaraan terus menerus secara intens seperti dalam dalam bentuk seminar internasional. Seminar itu diarahkan kepada perumusan dan penguatan konsep dan program kegiatan kemitraan Perguruan Tinggi dan Pemerintahan Daerah dalam pembinaan dan pemberdayaan Nagari itu, dalam Penguatan Keberlanjutan Lini Kesamaan Adat Perpatih di Nagari Sembilan dan Adat Minangkabau.
Hasil Seminar Internasional tadi diharapkan dapat menjadi bahan pengambilan kebijakan dan memberikan jawaban terhadap beberapa fenomena lemahnya pengetahuan sejarah dan adat di kalangan kaum muda yang dapat mengancam keberlanjutan lini kesamaan adat dua bangsa satu nasab Minangkabau dan Negeri Sembilan. Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Peduli fenomena itu. Dekannya Prof. Nelmawarni siap berpartisipasi dalam pembinaan dan penggalian adat budaya Nagari Kembar Mitra Perguruan Tinggi. Karenanya seminar ini diselenggarakan sebagai bagian partisipasi dimaksud dan Dekannya berterima kasih kepada para pihak yang memberi kepercayaan dalam penyelenggaraan seminar internasional ini.***