BANDASAPULUAH.COM — Menjawab tantangan pendidikan yang semakin kompleks dan kebutuhan untuk merawat warisan budaya, Minang Diaspora Network Global menyelenggarakan Pertemuan Diaspora Minang dan Bundo Kanduang Minang Sedunia.
Salah satu agenda penting dalam pertemuan tersebut adalah forum diskusi pendidikan bertema “Tantangan Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan berbasis Akhlak Mulia di Sumatera Barat”, yang berlangsung pada Selasa (5/12/2023) di Hotel Pangeran Beach, Padang.
Forum ini merupakan bagian dari rangkaian acara maraton yang digelar dari 3 hingga 13 Desember 2023 di empat kota di Sumatera Barat: Padang, Bukittinggi, Tanah Datar, dan Payakumbuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Forum ini mempertemukan tokoh-tokoh pendidikan Minangkabau dari dalam dan luar negeri dalam dialog lintas generasi dan lintas benua.
Salah satu narasumber yaitu Prof. Dr. Firdaus Abdullah, mantan Senator Kerajaan Malaysia, tampil mengupas tema yang menggugah kesadaran kolektif: “Kepudaran Warisan dan Krisis Identitas Masyarakat Minangkabau.”
“Sering kali pudarnya warisan budaya seakan-akan diabaikan. Padahal kita sudah lama menyadari adanya krisis jati diri ini,” ujar Prof. Firdaus dalam pemaparannya.
Ia menyebutkan bahwa krisis identitas adab di kalangan masyarakat Minangkabau harus ditangani melalui pendidikan formal dan strategi pelestarian berbasis nilai.
Dalam forum tersebut, ia menguraikan tiga pokok penting: pertama, adanya krisis identitas adab di tengah masyarakat Minangkabau; kedua, perlunya upaya sadar dan terstruktur untuk mengatasi krisis tersebut; dan ketiga, pentingnya langkah konkret dalam pelestarian budaya, khususnya di kalangan generasi muda.
Ia menyoroti bahwa wacana tentang identitas Minang bukanlah hal baru. Beberapa diskusi dan seminar telah digelar sebelumnya, seperti Seminar Nasional “Reaktualisasi ABS-SBK dalam Pembangunan Sumatera Barat” di Bukittinggi 15 tahun silam, serta Lokakarya Adat Budaya Minangkabau tahun 2003 yang menghasilkan manifesto pelestarian nilai-nilai adat. Namun, menurutnya, yang kurang selama ini adalah aksi nyata.
“Empat tahun lalu Universitas Andalas menyelenggarakan seminar bertajuk ‘Mempertanyakan Identitas Minang’, tetapi tidak ada kelanjutan. Yang kita butuhkan bukan hanya diskusi, tetapi program konkret yang menyasar generasi muda Minang, terutama yang lahir dan besar di perantauan,” tegasnya.
Prof. Firdaus juga mengungkap bahwa Ikatan Keluarga Minang Malaysia pernah mengusulkan program “Pulang Basamo” untuk remaja Minang di rantau, agar mereka dapat menggali dan mengenal kembali budaya leluhur mereka secara langsung di kampung halaman.
Forum diskusi ini dipandu oleh Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D, dan menghadirkan sejumlah tokoh pendidikan ternama lainnya. Di antaranya Prof. Dr. Jurnalis Uddin (Ketua Yayasan YARSI), Prof. Firdaus Abdullah (mantan Senator Malaysia), Prof. Zulfan Tadjoedin (University of Western Sydney), serta tiga rektor perguruan tinggi di Sumatera Barat yakni Prof Ganefri (Rektor Universitas Prof. Yuliandri (Rektor Universitas Andalas) dan Prof. Musliar Kasim (Rektor Universitas Baiturrahmah, sekaligus Wakil Menteri Pendidikan RI periode 2011-2014).
Dua diplomat senior yang juga berasal dari ranah Minang turut hadir memperkuat diskusi, yakni H.E. Mayerfas (Duta Besar RI untuk Belanda) dan Al Busyra Basnur, SH., LL.M (Duta Besar RI untuk Ethiopia, Jibouti, dan Uni Afrika).
Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Barlius, serta Fauziah Fauzan, EM., MM dari Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang, turut menjadi narasumber.
Pertemuan ini tak hanya menjadi ajang silaturahmi dan pertukaran ide, tetapi juga momentum untuk memperkuat kembali jati diri dan warisan budaya Minangkabau melalui pendidikan. Sebuah komitmen kolektif diaspora Minang sedunia untuk tidak membiarkan nilai-nilai luhur Minangkabau pudar di tengah arus globalisasi.






