Ibarat petani, para shaimin/peserta puasa telah menyemai aneka bibit/kebaikan di ladang ramadan. Selama satu bulan mereka menyemai bibit/amal puasa, shalat, sedekah, tilawah, zikir, istigfar dan amal-amal lainnya.
Alhamdulillah, bibit itu telah tumbuh dan, bahkan berbuah. Dari bibit puasa tumbuh dan muncul buah kesabaran dan pengendalian diri. Dari bibit shalat, tumbuh dan hadir buah ketaatan dan kepatuhan. Dari bibit sedekah, tumbuh buah kasih sayang dan kepedulian. Dari bibit zikir dan do’a tumbuh kesadaran akan adanya Allah dimana pun dan kapan pun. Begitulah berbagai kebaikan dan amal shaleh menumbuhkan ketaqwaan, yang ketaqwaan itu memancar dalam perilaku dan aklak mulia. Mewarnai kehidupan dan keseharian.
Sejatinya, ketaqwaan sebagai buah dari amal shaleh dan ketaatan ramadan, sedang bertunas menuju mekar saat ini, di bulan Syawal ini. Tentu saja, kebaikan ramadan mesti berlanjut di bulan-bulan setelah Ramadan, agar putik yang muncul benar benar menjadi buah yang ranum dan harum. Jika selama ramadan kita adalah pribadi yang taat, maka ketatan ramadan mesti melahirkan ketaatan berikutnya, pasca Ramadan. Karena anak dari kebaikan, adalah kebaikan berikutnya, dan pinak dari kesalehan salah kesalehan selanjutnya. Jika ketaatan dan kebaikan ramadan, tiba-tiba menurun drastis, apalagi jika berhenti dan hilang pasca ramadan, itu bukti nyata bahwa ramadan kita gagal, panen kita hancur, dan buah yang kita harapkan berguguran dimasa putiknya, bagaikan bunga kembang tak jadi.
Ada beberapa alasan, kenapa keta’atan, kesalehan dan kebajikan ramadan mesti kita lanjutkan pasca Ramadan:
1. Karena Allah yang kita taati di bulan Ramadan, itu juga Allah yang kita sembah di bulan-bulan selain ramadan.
Mustahil ada orang, beribadah karena Allah, sangat semangat shalat tarawih di bulan Ramadan, yang jumlah rakaatnya (dengan witir) 11 rakaat atau 23 rakaat, padahal tarawih itu adalah shalat sunnat, lalu ia mau melalaikan shalat subuh di luar Ramadan, padahal hukum nya wajib, dan raka’atnya hanya dua.
Mustahil ada orang gemar berbuat kebajikan di bulan Ramadan, rajin sedekah dan berbagi di bulan mulia itu, lalu tiba tiba setelah Ramadan ia menjadi orang yang kikir, pelit dan tidak peduli. Kenapa? Karena Allah yang menjanjikan kebaikan dan keberkahan di bulan Ramadan, Dia juga Allah yang menjanjikan rahmat dan karunia di luar Ramadan.
Orang bijak mengatakan:
كن ربانيا ولا تكن رمضانيا
“Jadilah kamu penyembah Allah, jangan jadi penyembah ramadan”
2. Kita tidak boleh kosong dari kebaikan.
Sesungguhnya hati kita, ruang dan waktu kita menjadi ajang pertempuran dan perebutan antara yang baik dan yang buruk, antara sifat taqwa dan sifat fujur. Ketika kita mengisi hati kita dengan ketaqwaan, memenuhi waktu dan ruang kita dengan amal shaleh, maka semakin sempit ruang bagi dosa dan kemaksiatan untuk menempatinya. Namun jika hati, ruang dan waktu kita kosong dari kebaikan dan ketaatan, maka kekosongan itu akan diisi oleh dosa dan kemaksiatan, oleh keburukan dan kesia-siaan.
Karena itu, kebiasaan kita mengisi waktu dan ruang kita dengan aneka amal shaleh selama ramadan, harus dilanjutkan sesudah Ramadan, agar ia makin mekar, jadi kepribadian dan karakter kita. Agar ketaqwaan menjadi pakaian diri kita. Dan agar buah Kebaikan mewangi semerbak dalam hidup kita.
Alhasil, kebaikan jangan berhenti, kesalehan jangan terputus. Lanjutkan amal yang satu, dengan amal berikutnya. Kebaikan yang ini, dengan kebaikan yang lainya.
Allah berfirman:.
“Dan apabila engkau telah selesai dari satu urusan, maka (berkerja keraslah) untuk urusan yang lain” (Q.S al-Syarh, ayat 7)
Tuntas satu perkerjaan, lanjutkan dengan perkerjaan berikutnya. Selesai suatu ibadah, lanjutkan dengan ibadah lainnya. Sampai kapan? Sampai mati! Lalu kapan istirahatnya?..nanti!! di Syurga!.
Allah berfirman:
” Beribadah lah engkau pada Tuhan mu, sampai datang padamu kematian” (Q.S al-Hijir, ayat 99 )
3. Terlalu lama berjarak dari kebaikan, itu berbahaya.
Setiap selesai kebaikan, lanjutkan dengan kebaikan berikutnya. Kebaikan yang konsisten dan kontiniu, walaupun sedikit, termasuk kepada amal yang afdal dan paling disukai oleh Allah.
Rasulullah SAW pernah ditanya tentang amalan yang paling dicintai oleh Allah, beliau menjawab: ” amalan yang kontiniu/terus menerus walaupun sedikit”. (H.R Bukhari,dari Aisyah RA).
Terlalu jauh berjarak dengan kebaikan, terlalu lama berpisah dengan amal shaleh, bisa menghilangkan kekhusukan, menyebabkan kerasnya hati dan bahkan membawa kepada kefasikan.
Allah berfirman:
“belum tibalah waktunya bagi orang-orang beriman, untuk secara khusuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan, dan janganlah mereka seperti orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang, sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik. (Q.S al-Hadid, ayat 16).
4. Buah di dunia, gambaran dari buah di akhirat.
Bahwa buah dari amal shaleh di dunia adalah ketaqwaan, aklak dan perilaku. Dampak dari kebaikan di dunia adalah rahmat dan kebahagiaan. Sedangkan buah di akhirat adalah kebahagiaan, reda Allah dan syurga-Nya.
Jika buah didunia tidak kita dapatkan, itu isyarat bahwa kita bisa gagal memetik buah di akhirat. Jika ibadah dan ketaatan kita di dunia tidak membuat kita menjadi pribadi bertaqwa, tidak merobah aklak kita menjadi mulia, tidak mencegah kita dari maksiat dan dosa, maka itu indikasi bahwa kita juga akan gagal mendapatkan buah di akhirat berupa pahala, reda Allah dan syurga-Nya.
Maka peserta ramadan yang berhasil adalah, sesiapa yang perilakunya pasca ramadan lebih baik dibanding dengan perilakunya sebelum Ramadan.
Mari kita, diawal Syawal ini, sama-sama beristiqfar dan bertaubat atas kelalaian kita selama ramadan yang lalu, atas ke-tidakmaksimal-an kita beribadah di bulan mulia kemaren. Semoga Allah maafkan dan lalu Allah sempurnakan kekurangan itu.
Selanjutnya kita berusaha dan berdoa agar amalan kita kemaren diterima Allah SWT. Sebagaimana kita berjuang untuk mengerjakan berbagai amal shaleh selama ramadan, kita juga mesti berkerja keras agar Allah menerima apa yang sudah kita amalkan itu.
Ali bin Abi Thalib berkata: para sahabat sangat serius terhadap diterimanya amal, melebihi keseriusan kita dalam beramal.
Dan bukti keseriusan dan kesungguhan kita agar amal ramadan kita di terima Allah adalah menjaga agar tetap tumbuh subur, lalu berbuah ranum dan harum, dengan cara:
“MELANJUTKAN…… amal shaleh dan berbagai kebajikan yang sudah kita lakukan selama ramadan, dibulan-bulan setelah Ramadan”