Pengaruh dan warisan kepercayaan Animisme dan Hindu di Surantih kiranya masih tersisa hingga saat ini. Dua aliran kepercayaan ini masih berkembang serta berasimilasi dengan sifat atau kebiasaan masyarakat Surantih setelah masuknya Agama Islam.
Asimilasi Agama Islam dengan budaya-budaya yang ada dapat dilihat dari sikap dan tindakan masyarakat yang masih tetap mempertahankan prinsip-prinsip keyakinan yang berbau budaya Animisme dan Hindu. Dari tradisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa adanya upaya untuk mempertahankan budaya lama dengan perilaku tersebut.
Di Nagari Surantih berdasarkan buku ” Alam Sati Nagari Surantih ( Asal Usul, Adat Istiadat dan Monografi Nagari Surantih )” karya Almasri Syamsi dan Riri Fahlen, dituliskan bahwa seseorang mengalami sakit, untuk mengetahui penyebab sakitnya. Dukun dapat membantu melihat penyakitnya dengan “manyarayo limau kapeh” (asam). Mencari kebenaran apa orang tersebut “tasapo” atau tidak.
Kebanyakan kasus di Surantih apabila seseorang mengalami sakit (biasanya demam) maka pilihan pertama yang dilakukan adalah membawa ke dukun bukan ke dokter atau Tenaga kesehatan lainnya untuk berobat. Masyarakat percaya bahwa orang yang sakit tersebut itu akibat ulah mahkluk halus yang “menghuni” tempat tertentu seperti tepi sungai, pohon , dan tempat yang diyakini memiliki kekuatan mistis lainnya.
Dalam mencari kebenaran bahwa orang tersebut benar “Tasapo” atau tidak, maka Dukun akan “manyarayo limau kapeh” untuk melihat penyakitnya sembari membaca mantra. Mantra yang dibacakan pada asam, sang dukun dapat memerintahkan asam dalam penjelasan keadaan dimana orang itu “tasapo“. Proses ini biasanya disebut dengan “Maliek“.
Berikut mantra yang biasa dibacakan oleh dukun untuk mengetahui hal tsb:
” Limau aku si limau kapeh
engkau aku suruh sarayo
Tumbonyo di tanah baraseu untuak maliek
Ureknyo tare tarujam
jangan engkau baduto-duto pado aku
Batangnyo rajo berdiri
kala engkau baduto-duto pado aku
Pucuaknyo rajo maninjau
engkau dimakan Alqur’an 30 jus”
Setelah jelas orang itu tasapo di pohon atau di air, maka Dukun memulai langkah berikutnya untuk maulak (menolak bala) pada tempat yang dianggap sebagai penyebab orang itu sakit. Dengan mencari syarat-syarat seperti : Daun Cikarau, Cikumpai, Sitawa, Sidingin, Paladang Batin, Junjung Balik dan Beras Bate. Daun diiris dituang kedalam air wadahnya.
Si dukun membaca mantera “pa ureh” :
“Kum satikum kalu bela
Tadu la urang dangki kasakitan
Biso tawa tajam tumpu”.
Tujuannya adalah meminta kepada penghuni tempat tersebut agar orang yang “tasapo” itu di maafkan. Walaupun hakekat dari proses tersebut sulit diketahui tapi masyarakat banyak yang menerapkan hal tersebut bahkan berapa orang yang sakit di luar negeri atau dirantau akan menghubungi orang yang dikampung untuk melihat apakah dirinya “tasapo” atau tidak. Dan anehnya ketika diobati dengan hal yang demikian, orang yang sakit dirantau tersebut berangsur sehat.
Follow WhatsApp Channel Bandasapuluah.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow