Adat perkawinan di Nagari Surantih bisa dikatakan hampir sama dengan adat perkawinan yang berlaku umum di Minangkabau. Walaupun begitu, adat perkawinan di nagari Surantih sedikit berbeda dengan nagari yang ada di Sumatra Barat. Dalam proses Akad Nikah, di Surantih akad nikah dilangsungkan pada tengah malam hari bahkan dini hari.
Akad nikah malam hari ini dikarenakan adanya prosesi “Japuik Marapulai” yang dilaksanakan oleh pihak “anak daro”. Rombongan dari pihak anak daro yang terdiri dari mamak, Sumando, Ipa bisan beserta rang mudo-mudo ini akan diterima oleh mamak, sumando, tuo Marapulai ( painang/pangasuah). Penjemputan Marapulai ini menurut kebiasaannya dilakukan pada jam 20.00 keatas, walaupun saat ini dipercepat yaitu seusai shalat Maghrib, kira-kira pukul 19.00.
Setelah mendapati kata sepakat antara kedua belah pihak, maka pihak anak daro akan membawa Marapulai kerumah anak daro untuk dinikahkan. Marapulai akan diiring oleh kerabat dan karib sambil Badampiang. Untuk diketahui Badampiang merupakan dendang yang dilantunkan beramai-ramai dengan cara sahut menyahut berisikan nasehat yang melambangkan kesedihan keluarga, terkhusus orang tua yang akan melepaskan anak laki-lakinya untuk memasuki kehidupan berumah tangga.
Setelah Marapulai sampai di halaman rumah anak daro dan sebelum Marapulai menaiki rumah, maka sumando dan pasumandan dari pihak anak daro melakukan adat baso-basi rombongan yang datang.Setelah diperbolehkan naik marupulai bersama naik dan duduk ditampek tapak tigo tempat duduk marapulai yang di alas kasur sebagai tempat dilangsungkannya akad nikah. Biasanya proses akad nikah ini dilaksanakan sekitar tengah malam bahkan dini hari mendekati masuknya waktu subuh.
Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Surantih, Rusli Dt. Rajo Batuah, menjelaskan alasan dilangsungkan akad nikah ini dikarenakan tidak akan berbenturan dengan aktifitas masyarakat. Dikatakan, bahwa hampir semua mata pencaharian masyarakat pada masa dahulu adalah bertani.
Dengan dilangsungkan malam hari, menurut Rusli, orang yang mengantarkan kawin bisa beraktifitas pada keesokan harinya. Berbeda halnya apabila dilangsungkan pada siang hari, tentu aktifitas masyarakat yang berprofesi sebagai petani akan terganggu.
Selain itu, pada malam hari, hiruk-pikuk pernikahan tidak akan kentara terasa sehingga tidak akan membuat konsentrasi Marapulai terpecah untuk melangsungkan ijab-kabul.
Alasan ini diutarakan karena alasan ini sesuai dengan logika, karena menurut Rusli Logika itu akan diolah oleh Akal, apabila masuk akal maka hal itu mengandung kebenaran
Rusli juga menyoroti jadwal pernikahan yang saat ini tidak lagi “karuan” bila dibandingkan dengan orang dahulu melangsungkan pernikahan. Orang dahulu biasanya melaksanakan pernikahan di “musim masak padi” sedangkan saat ini hampir tidak ada lagi yang demikian.
Ia mengatakan, orang zaman dahulu melangsungkan pernikahan akan menghitung segalanya, seperti kapan waktu yang baik untuk menikah atau kapan waktu yang baik untuk kesawah. Mengingat mata pencaharian masyarakat sebagian besar adalah bertani, jadi masyarakat akan memiliki uang apabila telah memasuki “musim masak padi”.
Sedangkan untuk sekarang, tidak terlalu lagi menghitung hal yang demikian. Zaman sekarang lebih menghitung akan tanggal cantik, karena mengingat saat ini profesi masyarakat tidak hanya petani, ada guru, dsb.
Follow WhatsApp Channel Bandasapuluah.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow