BANDASAPULUAH.COM – Pada pertengahan abad ke-18, Pantai Barat Sumatera berada dalam situasi yang relatif damai di bawah kekuasaan Belanda. Namun situasi berubah drastis ketika pemberontakan pecah di sejumlah daerah. Beberapa daerah di Pesisir Selatan seperti Surantih, Amping Parak dan Kambang juga ikut andil dalam melawan Belanda.
Pada awalnya, situasi di wilayah Pantai Barat Sumatera memang cukup kondusif. Pemerintah Belanda hanya disibukkan dengan ekspedisi penghancuran pabrik garam dan upaya menumpas para penyelundup.
Tidak ada peristiwa besar yang mengguncang stabilitas kekuasaan mereka. Bahkan, Pimpinan Tertinggi Belanda sempat mempertimbangkan pengurangan jumlah pegawai yang kala itu mencapai lebih dari 600 orang.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Pada tahun 1740, muncul seorang tokoh bernama Abdul yang mengaku sebagai Pangeran Minangkabau. Beberapa sumber menulis namanya dengan Abdul Jalil.
Ia berhasil menggalang dukungan dari berbagai wilayah seperti Pauh, Koto Tangah, Sunur, dan daerah lainnya. Dengan kekuatan yang dihimpun dari pegunungan, Abdul dan para pengikutnya berulang kali melancarkan serangan ke benteng Belanda di Pariaman.
Meskipun serangan ini berhasil dipatahkan dengan bantuan bala tentara dari Padang, Belanda tak mampu menahan serangan sporadis lainnya.
Para pemberontak melakukan kekerasan terhadap desa-desa di sekitar benteng dan bahkan membuat Belanda terpaksa meninggalkan beberapa pos pertahanan. Kekhawatiran akan serangan besar membuat pertahanan di Padang kian lemah.
Klik selanjutnya untuk melanjutkan membaca…
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya