Oleh Bagindo Yohanes Wempi
Seniman tidak lagi bisa “mahota bebas” ditaman budaya Sumbar karena tidak ada lagi tempat nongkrong, duduk kecuali lapau reot, kontruksi sisa material bangunan, disudut lahan kosong, menempel dinding pagar bangunan taman budaya.
Tempat nongkrong yang biasa Penulis, tokoh-tokoh huni, duduki, galery seni, termasuk seni rupa (Kamal Guci) sudah lama roboh, digaledor oleh ide perbaikan gedung. Tah ide siapa saat ini taman budaya Sumbar dibangun gedung keong seperti Sydney Australia (copy paste ide).
Terpikir bagi Penulis jika gedung taman budaya ini selesai dengan bertingkat-tingkat. Bagaimana cara seniman, budayawan naik kelantai-lantai, tempat pameran, tempat berkarya yang mereka rata-rata sudah berumur tua, datuk tua!. Tak terbayang tiap hari seniman naik jenjang, habis energi buat naik tangga dari pada berkarya. Tapi gedung itu belum selesai, tah kapan selesainya. Doakan cepat.
Dilapau reot taman budaya itu Penulis datang menunggu dibukaknya acara pameran karya Uda Edy Utama. Sewaktu masuk lapau tidak sengaja kawan mahota Penulis ada juga disana yaitu Kamal Guci. Langsung ucap salam Islam.
Langkah menuju kedalam lapau, sambil Penulis memanggil pemilik lapau, ; “maa urang lapau, ko, buan ambo kopi paik ciek”. Kamal Guci yang Penulis pangil Bang Kamal langsung melihat. Walapun suda lamo tidak ketemu, alhamdulillah Bang Kamal Guci masih Ingat walaupun Penulis pakai masker.
Lapau reot sudut taman budaya tersebut, para seniman, budayawan kumpul, Penulis melihat satu persatu wajah yang hadir, semua seniman, budayawan, pejabat taman budaya terkenal nampak disana.
Namun yang membuat hati ini hiba, bertanya dari yang berkumpul dilapau, maupun diluar lapau tersebut, kesemuanya seniman, budayawan yang senior-senior, tidak ada generasi muda kecuali para penari mengisi acara saat Wakil Gubernur hadir.
Dalam hati Penulis berbicara, kenapa nan mudo-mudo seniman, budayawan tidak nampak?, Atau Penulis yang cepat datang, Penulis lihat jam pembukan tidak salah pukul 14.00wib, Sedangkan Penulis duduk dilapau sudah jam 15.00wib kurang. Mereka mungkin terlambat?.
Pertanyaan dan jawaban tersebut berkecamuk didalam hati ini. Tidak mungkin Sumbar ini tidak punya seniman muda, budayawan muda. Sedangkan dua kampus terbesat di Sumatera ada fakultasnya khusus seni dan budaya.
Kemana lulusan seni dan budaya itu pergi?. Banyak sarjana lulusan fakultas sastra tersebut. bisa ratusan hitungan Penulis. Jika semua berkumpul ditaman budaya ini dipastikan tidak muat. Begitu nasib taman budaya Sumatera Barat. Kesepian dikeramain saat ini.
Penulis tidak seniman tapi suka menikmati seni, dirumah banyak koleksi seni yang Penulis simpan atau pajang. Siking sukanya seni, dimana pun ada pameran jika ada kesempatan dipastikan hadir, ikut, nimbrung. Sewaktu Anggota Dewan, setiap tahun dana pokok pikiran (Pokir) Penulis diarahkan untuk seniman-seniman yang akan mempubliskan karyanya.
Salah satunya adalah Penulis menemani pelukis Kamal Guci pameran mulai dari taman budaya, Ismael marzuki, taman budaya Jogjakarta, taman budaya Bali, kesemua pameran lukisan itu Penulis hadir.
Namun cita-cita Penulis dengan Kamal Guci belum kesampaian rencana pameran lukisan Kamal Guci akan diadakan di Malaysia, prancis, belanda karena Penulis tidak lagi Anggota Dewan atau sponsor tidak ada. Belum terwujud.
Doa Kami kemarin rencana itu akan dilanjutkan jika pandemik covid-19 bisa selesai. Gubernur Sumbar Buya Mahyeldi mau mempasiltasi untuk itu dengan kebijakan Pemerintah.
Taman budaya Sumbar penting keberadaanya bagi seniman, budayawan, posisinya sama dengan pedagang butuh pasar atau atlit butuh lapangan olah raga, ASN atau Pejabat butuh kantor. Sekarang taman budaya itu tergangu dengan adanya pembangunan gedung besar yang entah kapan akan selesai.
Jika pun selesai, apakah bisa seniman, budayawan berkaya disana. Diakhir diskusi Penulis sebelum meninggalkan lapau reot taman budaya, Penulis mengidekan ke para diskusi agar Kabupaten atau Kota membuat kawasan taman budaya.
Ide ini penting menurut Penulis direalisasikan agar taman budaya daerah, diminankabau bisa melahirkan seniman, budayawan yang mengawal, melestarikan kasanah ninik moyang, barang tentu budaya syari[*].
Toaik Panyalai Hary Efendi Iskandar Audy Joinaldy Edy Utama Hasril Chaniago Universitas Andalas UNP (Universitas Negri Padang)