Sebelum membaca tulisan yang ringkas ini, marilah terlebih dahulu menjauhkan diri dari praduga yang tidak pada tempatnya dan bacalah dengan hati lapang serta pikiran jernih.
Tulisan ini ditulis atas dasar kepedulian terhadap Pesisir Selatan bukan sebagai wujud kebencian. Apalagi kebencian kepada Hendrajoni. Apalah gunanya membenci beliau, bukankah ia telah bekerja untuk kita selama ini?
Memang benar Hendrajoni telah bekerja untuk kemajuan Pesisir Selatan. Bahkan kerjanya itu bisa disebut sebagai kerja keras. Siang serta malam, ia memikirkan Pesisir Selatan. Tapi kurangnya, kerjanya itu kurang cerdas. Terutama terkait Kesejahteraan.
Setidaknya ada tiga jenis kerja yang saya tau. Pertama, kerja keras, selanjutnya kerja cerdas dan terakhir kerja ikhlas. Saya yakin pak HJ, begitu ia disapa, telah bekerja keras dan juga ikhlas. Tapi soal kerja cerdas saya masih ragu terhadap beliau.
Banyak yang telah dikerjakan pak HJ, dan saya yakin itu dikerjakan dengan ikhlas. Tapi dampak dari kerja itu tidak dirasakan langsung oleh masyarakat. Mungkin belum. Malah, apa yang dibangun, seringkali dicap sebagai sarana mencari “Piti masuak”.
Sebab, tidak jelas pembangunan mana yang menjadi skala prioritas. Wajar saja masyarakat termasuk saya beranggapan demikian.
Andaikan saja, pembangunan itu ada skala prioritas dan tidak secara tiba-tiba dan jelas serta terarah dampaknya, maka akan beda akhirnya. Tapi ini luput dari pengamatan beliau. Tak diperhatikan.
Mungkin, pak HJ sedang semangatnya dalam bekerja. “Yang penting saya telah bekerja, semuanya pasti berubah, tidak ada yang tidak berubah,” bisa saja ini yang ada di kepala pria yang bergelar Datuak Bando Basau itu
Harus diakui, memimpin negeri sebesar Pessel tak bisa sembarangan orang. Harus kuat fisik dan mental serta intelektual yang memumpuni. Tidak boleh tidak.
Oleh sebab itu, kerja yang diperbuat harus direncanakan sematang mungkin bahkan harus benar-benar matang. Sebab, kalau tidak, masyarakat juga yang merasakan dampaknya. Nah, ini yang tidak diperhatikan oleh pak HJ.
Kerja pak HJ dalam kurun lima tahun ini bisa dikatakan keluar jalur. Tidak pada relnya. Tak sesuai dengan rambu-rambu yang harus dijadikan pedoman dalam menjalani roda pemerintahan.
Apa yang harus dijalani oleh Pak Hj beserta wakilnya, Rusma Yul Anwar dalam 5 tahun memimpin Pessel telah ditetapkan. Hal itu bukan ditetapkan oleh mereka berdua tapi juga DPRD Pessel. Bahkan keputusan bersama itu menghasilkan Perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
RPJMD merupakan dokumen yang dibuat sebagai manifestasi atas mandat pembangunan daerah yang disusun oleh Kepala Daerah terpilih, yang di dalamnya memuat visi dan misi kepala daerah tatkala yang bersangkutan hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah, yang dimaknai pula sebagai pengejawantahan atas janji politik kepala daerah dimaksud kepada masyarakat di wilayahnya.
Visi pak HJ saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah adalah “Terwujudnya Masyarakat Pesisir Selatan yang Mandiri, Unggul, Agamis dan Sejahtera”. Saat maju sebagai bupati untuk periode kedua, visi pak HJ pun tetap ini.
Bicara terkait kesejahteraan, apa yang dimaksud sejahtera oleh pak HJ? Dalam RPJMD telah dijabarkan apa itu sejahtera.
Sejahtera dijabarkan sebagai peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Pesisir Selatan terutama dibidang Pendidikan, Kesehatan, dan meningkatkan daya beli masyarakat. Untuk itu perlu sejumlah program akselerasi untuk bisa mendongkraknya.
Sederhananya, untuk mengetahui masyarakat Pessel sejahtera atau tidak, maka yang dilihat adalah IPM itu sendiri. Sebab, IPM dihitung berdasarkan aspek pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat.
Segi pendidikan diukur dengan angka harapan lama sekolah (HLS) dan rata-rata lama sekolah (RLS). Kesehatan diukur dari angka usia harapan hidup. Sedangkan daya beli masyarakat diukur dari pengeluaran masyarakat perkapita.
Lantas bagaimana IPM Pessel yang menggambarkan kesejahteraan masyarakat Pessel itu sendiri?
Sebelum itu, harus diketahui pula bahwa IPM merupakan salah satu dari indikator kinerja utama (IKU). IKU merupakan cerminan keberhasilan rencana pembangunan jangka menengah daerah dalam pencapaian visi dan misi kepala daerah dalam satu periode.
Capaian IPM Pessel sejak RPJMD diubah terakhir kali pada 2018 hanya sekali mencapai target. Tepatnya tahun 2019. Sedangkan target di 2018 dan 2020 tak kesampaian. Di 2020 ini, IPM Pessel malah menurun. Pertama dalam sejarah per-IPM-an.
Bicara rangking, kita selalu dibawah. Nomor 12 dari 19 Kabupaten/Kota di Sumbar. Urutan 7 dari belakang.
Ketika debat publik kedua pilkada Pessel 2020 lalu di studio Padang TV , Hendrajoni mendapatkan pertanyaan terkait strategi meningkatkan IPM Pessel kedepan. Artinya, pertanyaan ini ditujukan untuk mengetahui strategi Hendrajoni meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pessel periode berikutnya bila terpilih.
Pertanyaan ini, tidak dijawab oleh Hendrajoni. Tetapi dijawab oleh Hamdanus, pasangannya. Sepanjang yang diterangkan Hamdanus, pak HJ mengangguk seolah-olah sependapat.
Hamdanus tidak berbicara rencana kedepan. Tapi menyebut apa yang sudah diperbuat untuk meningkatkan IPM Pessel selama ini. Bangun Gedung Disdikbud baru disebut sebagai solusi.
Disini gagal pahamnya saya. Dimana korelasi antara gedung baru dengan IPM. Sesuai yang saya sebutkan di atas, pembangunan tidak langsung dirasakan dampaknya oleh masyarakat.
Ada ataupun tidak gedung Disdik itu tidaklah berpengaruh terhadap aspek pendidikan. Sebab, sebelum atau sesudah dibangun gedung itu, pertumbuhan HLS dan RLS tetap 0,01 pertahun. Apa bedanya?
Saat ini yang jadi masalah adalah menurunnya pengeluaran perkapita masyarakat. Ini yang harus diperbaiki. Bukan gedung-gedung yang diperbaiki
Sekian dulu. Terimakasih telah membaca. Kita lanjutkan dihari lain tulisan ini.