|
(Rumah Gadang ) |
Mungkin karena ilmu yang masih kurang di badan atau karena umur yang masih seumur jagung, hingga saat ini saya masih belum mengerti apa itu Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-SBK). Sungguh, ini pengakuan yang jujur entah karena darah yang masih se tampuk pinang atau kurangnya khazanah pengetahuan di dalam diri ini, tapi walau bagaimanapun saya tidak berani mengatakan saya mengerti, nanti di takutkan saya menjadi orang yang sok tahu, padahal itu belum bisa saya pahami secara penuh.
Dimana saya berdiri di ranah Minang ini, selalu ada orang yang berujar “Falsafah kita adalah ABS-SBK”. Bahkan Visi dan Misi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih 2016-2021 yaitu ” meningkatkan tata kehidupan yang harmonis, agamais, beradat dan berbudaya, berdasarkan falsafah ABS-SBK “. Timbul keheranan dalam diri bila itu semua berdasarkan ABS-SBK , lalu bagaimana dengan daerah lain seperti Mentawai, Dharmasraya, Kampung Pondok, Kampuang Nieh, Pasaman, dan daerah transmigrasi di ujung selatan pesisir selatan? Bukankah Pemerintah daerah Sumatera Barat juga mengurus daerah tersebut? Dengan kata lain, Pemda harus punya kepedulian yang sama terhadap etnik lain di provinsi ini dan bahasa yang hebat untuk kenyataan ini adalah Provinsi Sumatera Barat itu bagian sah dari NKRI.
Sehubungan diatas, saya yang belum mengerti tentang apa ABS-SBK itu, ingin mengajukan pertanyaan , pertanyaan ini saya ajukan kepada siapa saja, baik itu niniak mamak, cadiak pandai, Bundo kanduang, Engku-engku Datuak yang besar bertuah,para intelektual, sosiolog, antropolog, budayawan bahkan wartawan . Mudah-mudahan ada yang bersedia memberi jawaban dengan benar dan jelas, supaya senang dalam hati sejuk dalam kira-kira.
Apakah itu Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah itu? Saya telah bertanya kepada yang tua-tua dikampung, namun jawabnya tidak usah ditanya keluar, tanyakan lah ke badan diri, . Orang di kampung saya ini semakin membuat saya tidak mengerti, semakin bingung dari yang dulunya tidak mengerti dengan ABS-SBK, sekarang saya harus bertanya ke diri yang lemah, sangat lemah, dan nalar yang terbatas ini. Apa jawaban yang bisa saya terima? tentu mencari jawaban, saya butuh perenungan yang lama, lalu seberapa lama saya merenung?.
Saya coba pahami kata yang pertama. Kata itu adalah adat, tetapi adat apa atau adat yang mana? Adat Minangkabau? Namun setau saya di Minangkabau ,adat itu “salingka nagari” belaka. Adat di nagari Surantih, pesisir selatan tidak akan berlaku dan tidak akan sama di nagari Alahan panjang, Solok. Kalau pengetahuan saya ini keliru tolong segera di koreksi. Kalau bukan itu, lantas adat yang mana? Adat nan sabana adat, adat nan teradat, adat nan di adatkan atau adat istiadat?.
Kata yang kedua yaitu basandi. Apakah basandi bisa diterjemahkan menjadi bersendi? Ada yang menganggap tidak, alasannya ini menyangkut rasa bahasa, kalau bahasanta Ferdinand de Saussure, seorang bapak linguistik modern dari Swiss menyebut itu adalah “sense of language.” Kalau memang demikian basandi itu punya arti bersandi bukan bersendi.
Syarak, menurut KBBI berarti hukum yang bersendi ajaran Islam, hukum Islam. Diksi syarak tidak (belum) bersua pada Kamus Bahasa Minangkabau-Indonesia Balai Bahasa Padang (edisi kedua, 2012) dan diksi itu juga tidak terdapat pada Kamus Umum Bahasa Minangkabau Indonesia oleh H. Abdul Kadir Usman, Datuak yang Dipatuan (2002).
Kata yang terakhir , kitabullah yang memiliki arti kitab Allah. Akan tetapi kitab Allah tidak satu, tidak pula satu-satunya. Lalu dalam konteks ABS-SBK kitab mana yang dipakai? Hanya Al-Qur’an atau keempat-empat kitab itu?
Bila hanya Al-Qur’an, bisa jadi semua orang Minangkabau setuju , saya tidak ingin menyebut orang Minang karena banyak sekali plesetannya seperti Minangkiau, minangkacau bahkan minangkantau. Sungguh plesetan yang menyakitkan dan menghina. Kalau setuju maka diksi itu perlu diganti menjadi Al-Qur’an, sehingga terminologi yang digunakan ABS-SBKA (Adat Basandi syarak, syarak basandi kitab Al-Qur’an). Bolehkah? Dengan demikian syarak yang diberlakukan di Minangkabau adalah syarak Islam. Pantas ada ujaran, orang Minangkabau itu islam, Bila tidak Islam tidak orang Minangkabau. Lantas apakah atau mungkinkah ujaran ini diterima begitu saja?
Sampai disini pertanyaan saya berakhir, saya menunggu jawaban ,jawaban bisa berupa rekomendasi bacaan atau saran kitab yang mesti saya baca, sehingga ABS-SBK itu menjadi konkret, dan saya ucapkan terimakasih bila tuan bersedia memberi jawaban.
Follow WhatsApp Channel Bandasapuluah.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow