Kemiskinan, Pengangguran, gizi buruk, Pendidikan rendah dll, adalah masalah yang dialami oleh setiap daerah, tanpa dipungkiri kita pun terjebak diantara sekian banyak masalah itu.
Mengharapkan pemerintah menyelesaikan semua masalah itu, sama seperti mendengar dongeng menjelang tidur , apalagi ditahun-tahun politik seperti ini, banyak dana untuk menyelesaikan masalah itu yang harus dipotong untuk menyukseskan perhelatan politik, jauh panggang dari api.
Dari sekian banyak masalah, saya lebih tertarik kepada masalah pendidikan, terutama literasi, yakni kemampuan menulis dan membaca, sederhananya orang yang berpendidikan adalah orang yang mampu menulis dan membaca. Walaupun begitu,tentu tingkat kemampuan menulis dan membaca setiap insan pendidikan itu berbeda-beda. Namun harapannya insan pendidikan itu harus memiliki kemampuan menulis dan membaca diatas rata-rata.
Bicara data, berdasarkan BPS, jumlah pengunjung pustaka sekolah di Pessel tahun 2018 hanya 13.877 orang , yang artinya ada 1.156 Orang sebulan, ada sekitar 39 orang sehari , dan bila dibagi per kecamatan, maka dapat disimpulkan tidak cukup 3 orang yang mengunjungi pustaka sehari dalam satu kecamatan.
Untuk diketahui ada 404 perpustakaan sekolah yang tersebar dari Kecamatan Silaut sampai kecamatan koto XI Tarusan ,bila dihitung-hitung dengan pengunjung pustaka yang sebanyak 13.877, maka disimpulkan setiap pustaka hanya dikunjungi 34 orang setahun, artinya hanya ada sekitar 3 orang yang mengunjungi satu pustaka dalm sebulan. Data ini diambil dari BPS Pesisir Selatan, kalau ada yang keliru tolong koreksi di kolom komentar.
Melihat data tersebut, tentu kita prihatin akan minimnya minat baca anak sekolah di Pesisir Selatan, untuk itu dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa langkah untuk menumbuhkan kesadaran anak sekolah akan betapa pentingnya membaca dan menulis, adalah suatu keharusan ditambah lagi, sebagai mahasiswa yang dikatakan perannya “agen perubahan”, menanamkan kebenak anak sekolah harus dilakukan melalui pergerakan yang nyata.
Sebuah konsep sederhana yang saya tawarkan kepada siapa saja yang mau menerapkan,kalau istilah dalam bola volly , saya akan melambungkan “ide” ini ,silahkan anda mengeksekusi ide yang melambung itu. Kalau kena maka ide itu bergulir, kalau tidak tentu “ide” itu akan jatuh sia-sia.
Sebuah ide sederhana , tidak butuh banyak orang, hanya dua orang atau paling banyak tiga orang, namun orang yang bersedia itu adalah orang yang bisa berkomitmen dan mampu untuk konsisten . Soal biaya, tentu tidak akan menelan biaya besar, tidak sampai ratusan juta mungkin seratus ribu, itupun mungkin berlebih.
Dalam istilah Sepakbola , ide kami ini adalah “Jemput Bola”. Kami hanya bisa sebagai Orang belakang atau “back” , kami butuh seorang striker untuk menggolkan ide ini,yakni anak SMA yang sedang duduk di bangku kelas 10 atau 11, Jenis kelamin terserah, boleh laki-laki boleh perempuan.
Pergerakannya sederhana, kita akan bergerak dimana ada keramaian anak sekolah, bisa saja di Dekat masjid, pasar atau sanggar, terserah yang penting ada anak sekolah bisa juga ditepi jalan. Karena kami berpikir, Kalau didirikan rumah baca atau perpustakaan baru, mungkin hasilnya akan sama, hanya ada tiga orang yang datang berkunjung dalam sebulan. Untuk apa? Oleh karena itu jemput bola adalah langkah mudah dan murah. Kalau ada tempat menyimpan buku sekaligus rumah baca itupun lebih bagus lagi
Hanya bermodalkan tikar, kami akan seperti pedagang yang menjual barang dagangannya. Soal buku, kami sebagai mahasiswa punya banyak buku untuk disantap oleh adik-adik, bukunya pun mungkin banyak. Kegiatan mungkin hanya dua atau tiga kali dalm seminggu. Tidak setiap hari, namun harus tepat sasaran.