Beberapa waktu lalu, jagat dunia per-facebook-an dihebohkan oleh sebuah tulisan dari akun yang bernama “Yuharzi Yunus”. Tulisan yang men-tag (menandai) akun Isnimal dan Brayuma Sadeli Harzi tersebut membahas tentang “Alang Palabah”.
Dikatakan bahwa Alang Palabah ini nama julukan bagi seorang pahlawan dari Kambang Pesisir Selatan. Hidup antara tahun 1776 – 1835. Dia merupakan pemimpin pemberontak Pribumi yang sering bikin kocar kacir tentara Belanda.
Melalui Status tersebut diceritakan, bahwa satu kali aksi yang paling heroik ketika melakukan pemberontakan di Mudiak Kambang. Sebanyak 750 Tentara Belanda dibunuh dalam serangan mendadak di Markas Belanda yang terletak di Koto Baru Kambang. Akibat penyerangan itu, Alang Palabah menjadi target perburuan kompeni dibawah pimpinan Leutnen Smith Van Houten.
Dikatakan, Politik pecah belah yang terkenal ampuh itu mulai dimainkan oleh VOC dibawah kepala Devisi Infanteri di Kambang. Setelah mendapat persetujuan dari kepala distrik Banda Sapuluah. Sayembara dilakukan oleh VOC bagi siapa yang dapat membunuh Alang Palabah akan diberi hadiah oleh Pemerintah Hindia Belanda berupa istri yang cantik serta uang tunai 100.000 Golden.
Berdasarkan tulisan tersebut diterangkan bahwa, Alang Palabah ditangkap saat dia akan menunaikan sholat Magrib oleh mantan bajak laut ,Lehernya langsung dipancung darah mecurat dari bekas leher yang ditebas. Kepala Alang Palabah putus dan bercerai dari badannya jatuh mengeliding di tanah. Alang Palabah tewas seketika sebagai syuhada.
Pembunuh Alang Palabah beberapa hari kemudian berhasil dibunuh oleh ponakan dari Alang Palabah yang ditunjuk menjadi pimpinan pergerakan. Keponakan Alang Palaba itu salah satu turunannya H Hendrajoni Dt Bandobasau yang kini jadi bupati Pesisir Selatan.
Walaupun diakhir tulisan dikatakan bahwa itu Kisah imajinatif yang ditulis oleh ” si buyung YY”, penulis akan berusaha memaparkan tentang siapa Alang Palabah ini.
Berdasarkan buku ” Alam Sati Nagari Surantih ( Asal Usul, Adat Istiadat dan Monografi Nagari Surantih)” dituliskan bahwa, Inyiak Alang Palabah, merupakan orang kepercayaan Raja yang memiliki kesaktian dan punya ilmu yang tinggi memimpin rombongan untuk mencari wilayah baru. Inyiak Alang Palabah ini ditugaskan untuk memperluas wilayah pemukiman masyarakat sungai pagu setelah hasil Musyawarah dan Mufakat masyarakat Raja Alam Surambih Sungai Pagu beserta para penghulu adat.
Perjalanan merambah hutan belantara ini diperkirakan berlangsung jauh sebelum abad 5 M. Perkiraan ini didasarkan kepada “Sejarah Pemerintahan Koying Dan Segindo Di Alam Kerinci”, dijelaskan bahwa pada abad ke 7 M masyarakat Negeri Segindo di Kerinci telah melakukan hubungan dagang dengan masyarakat pantai Barat Sumatera akibat Kerajaan Sriwijaya menguasai pelabuhan-pelabuhan dagang di pantai Timur Sumatera. Disebutkan salah satu wilayah yang mereka datangi adalah Wilayah Kesatuan Banda Sapuluah dan Indera Pura. Data ini menunjukan bahwa jauh sebelum abad 5 M di wilayah Banda Sepuluh telah berkembang kehidupan masyarakat yang merupakan perkembangan dari masyarakat Sungai Pagu. Perperangan antara Negeri Segindo di Kerinci dengan Kerajaan Sriwijaya menyebabkan terjadinya migrasi masyarakat Negeri Segindo di Kerinci ke wilayah pantai Barat Sumatera. Berdasarkan keterangan ini diperkirakan masyarakat Kerinci pada saat itu yang melakukan migrasi ke pantai barat juga menjadi salah satu kelompok pendatang yang mengisi daerah-daerah di jajaran Banda Sapuluah.
Bila dibandingkan dengan buku ini maka timbul pertanyaan apakah Alang Palabah ini sama dengan tokoh Alang Palabah seperti tulisan dari Yuharzi Yunus atau tidak, karena perbedaan waktu yang hampir 12 Abad.
Masih dalam buku yang sama ditulis kan, Inyiak Alang Palabah yang menjadi ketua rombongan, bersama dengan rombongannya yang sebagian besar terdiri dari Penghulu Suku, Manti dan Dubalang beserta kelompok-kelompok kecil yang terbagi dalam keluarga-keluarga yang berasal dari berbagai kaum, masing-masing dipimpin oleh Penghulunya.
Inyiak Alang Palabah tersebut merupakan salah seorang ketua rombongan Niniak Kurang Aso 60 yang datang dari Pariangan Padang Panjang untuk mencari rombongan Sutan Nan Qawi Majoano yang telah lama tidak kembali ke Pariangan Padang Panjang. Sutan Nan Qawi Majoano diyakini sebagai orang kepercayaan Raja Pagaruyung yang diutus untuk mencari lahan baru dalam memperluas wilayah Kerajaan Pagaruyung.
Keberangkatan Inyiak Alang Palabah bersama dengan rombongan yang dipimpinnya, dilepas oleh Raja bersama dengan masyarakat Sungai Pagu dalam bentuk upacara adat Kerajaan Sungai Pagu. Dalam melintasi rimba belantara, meniti melewati pematang panjang Bukit Barisan. Setelah lama berjalan rombongan sampai di pematang sebuah gunung di hulu Sungai Lengayang, antara lain daerah Pasie Tabantang kemudian melewati Biduak Parahu Pacah hingga akhirnya berhenti di Ngalau Enok. Di daerah ini Niniak Nan Kurang Aso, Inyiak Alang Palabah berserta rombongan beristirahat, menetap dan bermalam untuk melepaskan lelah. Diperkirakan di tempat ini juga Inyiak Alang Palabah berfikir untuk memecah rombongan dan memusyawarahkannya dengan rombongan. Sehingga diambil suatu kesepakatan untuk memecah rombongan menjadi tiga kelompok.
Rombongan yang pertama bergerak menuju arah selatan sedangkan rombongan yang kedua melanjutkan perjalanan ke arah utara. Sementara rombongan yang ketiga melanjutkan perjalanan menyelusuri, mendaki menuruni bukit di jajaran Bukit Barisan menuju arah pantai barat . Diyakini rombongan ini merupakan cikal bakal dari masyarakat Kambang. Sebelum menempuh Damar Nan Dua Puluh, terus menyelusuri sampai ke penurunan lahan yang luas dan datar, sangat indah subur. Melihat kondisi dan situasi yang ada waktu itu, bahwa di lokasi tersebut kurang cocok. Maka rombongan kembali meneruskan perjalanan dengan mendaki/naik kembali menuju arah utara dan kembali menyelusuri arah timur dengan memperdomani aliran Batang Air Koto Katenggian, akhirnya mereka sampai di wilayah Koto Katenggian.
Sedangkan rombongan yang kedua, setelah menuju arah utara akhirnya sampai di suatu daerah yang kemudian dikenal dengan nama Koto Salapan. Dikabarkan sebagian dari anggota rombongan ini melanjutkan perjalanan ke utara sehingga sampai ke daerah mudik Bayang. Sementara rombongan yang ketiga terus bergerak menuju ke arah selatan sehingga sampai di wilayah yang datar dan subur. Wilayah tersebut kemudian dikenal dengan nama Pelanggai, Sungai Tunu dan Punggasan. Sebagian dari rombongan ini dikabarkan melanjutkan perjalanan ke arah selatan menelusuri rimba-rimba belantara hingga menetap dan berkembang di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Linggo Sari Baganti (Air Haji).
- Semenjak itu daerah-daerah baru bagi masyarakat Sungai Pagu tersebut berkembang menjadi daerah pemukiman baru. Khususnya bagi daerah Koto Katenggian, Koto Salapan dan Pasir Laweh merupakan daerah bertetangga yang tergabung dalam wilayah Kesatuan Banda Sepuluh. Hubungan persaudaraan dalam tatanan hukum adat tetap berlanjut di bawah pemerintahan Raja Alam Surambi Sungai Pagu.