Politisasi Cinta Yang Mengakibatkan Standarisasi Jodoh Semakin Tinggi

Redaksi
2 Mei 2020 04:45
Opini 0 26
4 menit membaca
m. rafi ariansyah

M. Rafi Ariansyah

       Kali ini saya membuat sebuah tulisan yang cukup unik. tulisan ini merupakan mindset frekuensi gangguan masa lalu yang menggempur bahkan lebih sering ketimbang saat masih bersama menjalin hubungan. Gempuran kata-kata manis pun biasanya dilancarkan sebagai senjata yang dianggap ampuh dan berhasil. Padahal, sejatinya sudah bertekad untuk menutup pintu pada cerita lama.Sebut saja “Mantan” hampir setiap insan cita memiliki cerita masa lalu yang berbeda-beda serta mengenangnya. Sangat banyak insan yang mengalami luka hati yang mungkin tak akan bisa sembuh. Tapi, kita tidak bisa hanya duduk dan memandangi luka itu selamanya sebab, terkadang kamu harus melupakan apa yang kamu rasakan dan mengingat apa yang pantas kamu dapatkan. Akhir sebuah hubungan tak terlepas dari kata aku mendengar dan aku lupakan. Aku melihat dan aku mengingat. Aku melakukan dan aku mengerti.

Baca juga: Carut Marut Pembagian Sembako dan Lambannya Pemkab Pesisir Selatan Mendistribusikan Bantuan Langsung Tunai


      Rileksasi mantan yang bermuara pada kenangan masih terasa namun kali ini persoalannya cukup berbeda jika dikaitkan dengan politisasi cinta yang berujung pada gengsi. Ini yang sering terjadi dikalangan remaja tak tertutup kemungkingan kalangan orang-orang dewasa juga merasakannya. Seseorang yang biasanya mengalami putus hubungan atau cinta sering mengesampingkan estafef silahturahmi yang berujung pada permusuhan mengakibatkan pemblokiran di berbagai akun-akun media sosial.

       Siapapun yang saat ini berada pada fase akhir merasakan lelah berhubungan dengan tingkatan rumit hubungan yang berbeda-beda. Maka selamat datang di negeri debu. Negeri tempat mahluk tak bertubuh dan tak berupa. Di sini kamu bersahabat dengan siapa saja. Hidup bersahabat dan penuh gairah. Ada keriangan yang meluap-luap tanpa tepi. Lupakan segala yang ada yang telah terjadi, turunlah kemari, dan jadilah bagian dari bagian cerita ini. Di sini waktu bukanlah sang penguasa. Begitu juga ruang, kamu akan selamanya menjadi muda pada malam, siang, dan senja. Mari, jangan ragu. Selipkan kakimu dan doronglah tubuhmu perlahan-lahan. Hati-hati kepalamu, Sayang. Jangan sampai terbentur di masa masa manis yang penuh dengan kenangan karna luapan air matamu bisa jatuh.

Baca juga: Hendrajoni Vs Bupati Pesisir Selatan di Situasi Pandemi Covid-19


       Politisasi Cinta adalah penyakit berbahaya yang perlu diatasi oleh setiap orang yang telah memilih untuk mengakhiri hubungan. Sebab politisasi cinta akan berdampak pada standarisasi jodoh yang menjadi tinggi. Mungkin banyak yang berfikir ketika sudah mengakhiri hubungan dengan orang yang lama akan membuat adanya “standar” tertentu dalam mencari pasangan dan memulai jodoh yang baru. Sebab penyakit gengsi sama halnya dengan kata kata manis dimasa lalu yang tak akan pernah basi. Perasaan yang tersakiti akan berdampak kepada sikap melupakan soal suka dan tidak suka. Karna keduanya bukanlah tujuan akhir yang merupakan bagian dari konsekuensi. Semestinya bersikap kerjakan apa yang harus dikerjakan dan doakan apa yang semestinya didoakan adalah hal terbaik yang menjadi tujuan. Merelakan merupakan bagian dari sesuatu yang semestinya membahagiakan, sebab disitulah terletak kebesaran hati berwujud pendewasaan.

        Namun seringkali sebagian orang berfikir masa depan lebih baik dari masa lalu. Ini yang menjadi faktor utama seseorang menargetkan standarisasi jodoh yang tinggi dari hubungan sebelumnya. Apa yang paling tidak bisa dilupakan kadang merupakan hal yang tidak bisa dimiliki. Semakin kuat kamu mencoba melupakan, semakin kuat pula kamu mengenangnya dalam ingatan. Ya, bukan melupakan, Bukan melupakan tapi menghilangkan rasa. Bukan melupakan tapi mencoba untuk tidak mengingat. Karena melupakan tak semudah mengenal sebab otak tidak didesain untuk menghapus memori. Bertahan atau dikalahkan, maka yang patut dipilih adalah menjadi petarung untuk cinta yang baru dimasa depan. Dengan saling mendoakan, Tuhan tahu kita tak pernah saling melupakan. Meskipun tuhan memberi tahu bahwa cara melupakan yang terbaik adalah berhenti memperhatikan

Baca juga: Penerapan PSBB Terkesan Sebagai Ajang Pencitraan


     Maka berbahagialah orang yang dapat memberi tanpa mengingat dan menerima tanpa melupakan. Hidup adalah tentang bertahan dan belajar menerima atau pergi dan belajar memaafkan masa lalu yang suram itu. Terlalu tendensius persaudaraan dirusak oleh perasaan dan terlalu baperan jika silahturahmi diputus oleh luapan kekecewaan. 

Baca juga: Ditengah PSBB, Semua KK Bisa Dapat BLT, Kenapa tidak Diterapkan?


Akhir Kata, Anggaplah itu sebuah Kenangan.

M. Rafi Ariansyah, Founder Vaganza Grub & Dewan Penasehat Organisasi Himatan Komisariat UNP

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *