|
Ilustrasi: (bandasapuluah/ Afrizal) |
Saya tidak tahu, barangkali jika ditulis ‘Kritik untuk Pak Bupati dalam Penanganan Dampak Covid 19 di Pessel’ seolah ada muatan tendensi (terlebih di pelupuk mata pendukung fanatik), padahal kosa kata itu netral. Guna meminimalisir gagal paham sebelum membaca, biarlah saya ubah judulnya menjadi ‘Kado Cinta’. Dengan harapan, baik pemangku kebijakan maupun rakyat dapat mengerti, bahwa ini wujud kepedulian, tujuannya demi kebaikan bersama, supaya penanganan tidak berjalan secara amatir. Jikalau sudah ‘Kado Cinta’ yang dikirimkan, tetap saja ditolak mentah-mentah, percayalah tidak akan ada dukun (apalagi dukun beranak) yang bertindak, namun rakyat banyak yang akan bertindak, bukan dengan cara anarki, namun dengan cara tidak dipilih lagi.
Baca juga: Hendrajoni Vs Bupati Pesisir Selatan di Situasi Pandemi Covid-19
Saya apresiasi upaya penanggulangan yang telah berjalan, tapi izinkan pula saya menyuarakan beberapa pandangan. Saya tidak dalam kapasitas menyambung lidah rakyat, sebab seyogyanya tiap orang berhak bersuara, dibiarkan berpendapat, tentu tanpa mengesampingkan fungsi interest of articulation; interest of aggregation; serta education yang menjadi kewajiban partai politik (semoga mereka tidak lupa). Saya amati baru beberapa orang dari anggota dewan yang mulai berwacana.
Sorotan saya lebih kepada domain dampak sosial, ranah kesehatan biarlah kita percayakan kepada ahlinya. Sorotan tersebut antara lain:
1) Bahwa yang memimpin (tertinggi) kebijakan penanganan serta dampaknya adalah Bupati. Kualitas kepemimpinan benar-benar diuji di masa-masa sulit seperti sekarang. Jangan sampai Fokus Bupati terbelah dua dengan persiapan kampanye atau malah terbelah tiga dengan urusan lainnya.
Baca juga: Bupati Rasa Polisi; Tidak Cocok Memimpin Pessel
2) Pelajari dengan jeli dan seksama cara penanganan covid19 di daerah lain. Bila ada langkah-langkah yang baik maka lekas ambil dan modifikasi sesuai keadaan daerah kita.
3) Pahami realita demografi, sosio-kultural masyarakat Pessel. Dengan begitu dapat diantisipasi kesalahpahaman di masyarakat soal penyebaran covid dan penyikapan terhadap korban atau keluarganya. Miris mendengar masih terdapat kesalahpahaman beredar luas di masyarakat. Jelas itu tanggungjawab pemerintah daerah.
4) Efektivitas komunikasi publik. Seperti apa evaluasi komunikasi publik sejauh ini? Alat komunikasi yang dimiliki semua orang adalah mulut. Apa strategis pemerintah menanggulangi distorsi informasi, mis-komunikasi pesan berantai yang menyebar dari mulut ke mulut? Baru kemudian strategi komunikasi via media masa, media sosial, dan sebagainya. Jangan merasa cukup dengan langkah-langkah lama.
Baca juga: Era Pemerintahan Hendrajoni, Jalan Kabupaten yang Rusak Berat bertambah 202 Km
5) Pemimpin yang baik akan berkata, “Setiap kegagalan adalah tanggungjawab atasan, sementara kesuksesan adalah berkat kerja bersama”. Jangan malah dibalik. Ambil contoh semrawut pembagian beras di nagari-nagari. Betul bahwa pemda sudah mengeluarkan arahan dan edaran soal pembagian beras. Tapi tugas tidak berhenti sampai disana. Ketika implementasi kebijakan menimbulkan polemik di bawah, jangan cuci tangan, atau cuma berkilah secara normatif. Pikul tanggungjawab tersebut, akui bila salah, minta maaf, gerak cepat memastikan polemik tidak lagi berulang. Hal serupa juga berlaku untuk level kepemimpinan tingkat nagari atau kecamatan.
A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way (Seorang pemimpin adalah orang yang mengetahui jalan, menempuh jalan itu, dan menunjukkan jalan tersebut)
[Jhon Maxwell]
Andre Husnari, Peneliti di Cendekia Politika Institut. Alumnus FISIP Universitas Padjadjaran.
Follow WhatsApp Channel Bandasapuluah.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow