|
Ilustrasi : (bandasapuluah/Riri tri utami) |
Pandemi Covid 19 hanya sepertinya masih saja membandel, padahal kita sudah masuk di bulan Mei 2020, artinya secara medis kita mesti semakin patuh dan taat terhadap Protokol Kesehatan yang sudah di atur oleh Pemerintah termasuk Kebijakan turunannya seperti : “social distancing, pake masker, rajin cuci tangan, pelarangan mudik termasuk Kebijakan PSBB ” oleh beberapa Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang masuk Kategori Zona Merah (Red Zone) sehingga secara Protokol Kesehatan diharapkan dengan kepatuhan dan ketaatan kita tersebut dapat memutus Mata Rantai Penyebaran Covid 19 ini sembari ditemukannya Vaksin yang tepat untuk Corona virus baru ini oleh para ahli virus dari berbagai negara.
Hingga Mei 2020 ini kita sebagai negara Emerging (negara berkembang) sudah sangat merasakan dampak nyata dari Covid 19 ini dan hal ini juga dirasakan nyata oleh negara negara maju di hampir setiap belahan dunia seperti AS, Italia termasuk China sebagai negara asal virus ini bermula dan selanjutnya virus ini dinyatakan sebagai virus global karena virus ini transmisi dan eskalasinya penyebarannya sangat begitu cepat ke hampir semua belahan dunia dimana dampaknya tidak hanya mengancam keselamatan nyawa namun telah meluluhlantahkan multisektor kehidupan sosial dan perekonomian.
Dalam kehidupan sosial dengan adanya Covid 19 ini maka dimungkinkan akan membentuk sebuah Keseimbangan (Equilibrium) Peradaban baru bagi setiap manusia di muka bumi ini yakni interaksi sosial secara langsung antar sesama manusia mengalami perubahan pola yakni lebih dominan secara Online Daring dari pada bertemu secara Offline baik di dunia kerja perkantoran ataupun dalam hal kebiasaan lainnya seperti cara berbelanja memenuhi kebutuhan hidup (pangan, sandang ataupun papan).
Tidak hanya dalam kehidupan sosial namun juga dengan kehidupan perekonomian dimana dengan Covid 19 ini dimungkinkan akan terbentuknya pola Keseimbangan (Equilibrium) Ekonomi baru yang serba Digital Platform seperti Perbankan Digital, Toko Marketplace Digital, Bisnis Daring, Fintech dan Star Up Digital bahkan sektor Ekonomi Kreatif Digital dan malahan UMKM dan Sektor Riil Digital Platform, sepertinya Covid 19 ini memiliki efek Disruptif Force terhadap Pola Bisnis Konvensional selama ini dan dangan demikian kita benar benar dipaksa masuk lebih dalam ke era Revolusi Industri 4.0 dimana era yang sarat dengan Teknologi Digital Artificial Inteligence meliputi : ” Cloud Computing, Internet of Things, Big Data Analitic dan Machine Learning ” sehingga di lain sisi Covid 19 ini memiliki Daya Ungkit (Trigger) terhadap akselerasi Digitalisasi di Indonesia di era Revolusi Industri 4.0.
Covid 19 telah nyata sebagai teror terhadap keselamatan nyawa manusia, telah merubah pola kehidupan sosial dan telah merusak kehidupan perekonomian nasional kita, Protokol Kesehatan tentu tetap menjadi prioritas yang harus dipatuhi dan ditaati agar mata rantainya Covid 19 segera bisa diputus, Protokol Manajemen Krisis terhadap Perekonomian Nasional pun harus terus di Modifikasi dan lahirlah Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang ” Krisis Sistem Keuangan dan Rencana Keuangan Negara dalam menghadapi Pandemi Covid 19 ” sebagai pengganti UU No 9 Tahun 2016 tentang ” Krisis Sistem Keuangan “.
Saat ini kita sudah memiliki Protokol Manajemen Krisis berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2020 dan berbagai langkah Kebijakan Stimulus Fiskal dan Moneter telah ditempuh, pada Kebijakan Stimulus Jilid 3 pasca keluarnya Perppu telah digelontorkan Anggaran Stimulus Fiskal sebesar Rp. 405,1 Triliun dan selanjutnya BI menggelontorkan Stimulus Moneter untuk memompa likuiditas Sektor Keuangan sebesar Rp. 420 Triliun berupa ” Tripple Interventions (Spot, DNDF dan SBN di Pasar Sekunder) untuk Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah, Quantitative Easing/QE (Term Repo SBN Underlying Aset, Pelonggaran GWM, meniadakan Rasio Intermediaris Makroprudensial/RIM) untuk memompa likuiditas Perbankan, Menaikkan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dan Optimalisasi Transaksi Non Tunai.
Adapun Stimulus Fiskal dan Moneter yang ditempuh berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2020 merupakan ” Protokol Manajemen Krisis ” untuk ” Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan ” dan ” Rencana Keuangan Negara ” selama Covid 19 dan kita tahu sampai saat ini Covid 19 ini masih belum reda dan kita juga belum tahu sampai kapan Covid 19 ini berakhir, berbagai langkah Kebijakan Stimulus Fiskal dan Moneter sudah ditempuh seiring dengan dinamika Covid 19 ini dan menurut penulis sebaiknya kita jangan terjebak dengan berapa lama Covid 19 ini bisa reda dan kita jadikan Covid 19 ini sebagai Pola Keseimbangan (Equilibrium) baru dalam Kehidupan Sosial dan Perekonomian Nasional dan dianggap sudah menjadi sesuatu kejadian yang biasa normal dalam kehidupan dan selanjutnya kita formulakan ” Exit Strategi agar Ekonomi Rebound (Bangkit) ditengah Pandemi Covid 19 ” ini sebab Covid 19 ini sudah meluluhlantahkan Perekonomian Nasional kita.
EXIT STRATEGI
Untuk Ekonomi Rebound (Bangkit) ditengah Pandemi Covid 19 maka diperkirakan Indonesia membutuhkan Anggaran Kebijakan Fiskal dan Moneter yang luar biasa fantastis, melihat dari dinamika Covid 19 yang belum mereda hingga saat ini dan daya rusaknya yang luar biasa terhadap Kehidupan Sosial dan Multisektor Perekonomian Nasional maka sepertinya diduga belumlah cukup dengan Anggaran Paket Stimulus Kebijakan Fiskal Jilid 3 sebesar Rp. 405,1 Triliun dan Paket Stimulus Moneter BI sebesar Rp. 420 Triliun, apalagi jika Kebijakan PSBB diperluas dan diperpanjang dan jika harus Lockdown ? tentu akan membutuhkan Anggaran Fiskal dan Moneter yang lebih fantastis lagi, lantas dari mana sumber Anggarannya ? Cukupkah APBN 2020 ? kita tahu dengan adanya Covid 19 Outlook Defisit APBN 2020 terhadap PDB pun semakin melebar ke angka Rp. 853 Triliun atau 5,07 % terhadap PDB dan Defisit tersebut ditutup melalui skema Pembiayaan dengan :
i) Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp. 549,5 Triliun, ii) Penerbitan Surat Utang Pandemic Bonds sebesar Rp. 449,9 Triliun,
iii) Menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) Rp. 45,6 Triliun
Adapun menurut penulis formula ” Exit Strategi agar Ekonomi Rebound (Bangkit) ditengah Pandemi Covid 19 “, yakni sebagai berikut ini :
1. Melalui ” Kebijakan Fiskal Agresif ” dimana perlunya Relaksasi atas Perppu No. 1 Th 2020 terkait berikut ini :
a) Khusus Alokasi Anggaran JPS (Social Safety Net) menggunakan Skema Produk Kebijakan 1 Pintu BLT yakni dengan nama ” BLT Covid 19 ” yang diberikan kepada semua WNI tanpa terkecuali (per orang bukan per KK) dengan nominal yang sama (kecuali ASN, TNI/POLRI, Pegawai BUMN/BUMD atau yang sumber gajinya oleh Negara) dan untuk sementara Program PKH, BPNT, Kartu Pra Kerja dan Kartu Sembako di tunda dulu (hold), tujuan BLT Covid 19 ini adalah untuk mendorong Daya Beli Masyarakat sehingga mampu memompa PDB dari sisi Pengeluran Konsumsi Rumah Tangga
b) Khusus Alokasi Anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional di alokasikan :
i) Untuk Sektor UMKM dan Sektor Riil berupa Soft Loan (Pinjaman Lunak Tanpa Bunga) dengan tenor pengembalian 2 Tahun (Grace Periode 2 Tahun) sehingga mampu memompa PDB dari sisi Pendapatan
ii) Untuk pembayaran THR bagi Pekerja yg kena PHK akibat Covid 19 untuk mendorong Daya Beli sehingga mampu memompa PDB dari sisi pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
2. Melalui ” Pelonggaran Fiskal ” dalam kerangka Bond Stabilization Framework (BSF) sbb :
a) Perlunya diturunkan tingkat Suku Bunga Imbal Hasil (yield) atas Pembiayaan negara yang bersumber dari SPN, SBN, SBSN/SUKUK atau Obligasi Negara/Bond/Pandemic Bond yang diperdagangkan di Pasar Primer maupun Pasar Sekunder (Term Repo) ke kisaran yang sama simetris dengan BI7 Days Reverse Repo sehingga beban APBN atas pembayaran bunga Surat Berharga tidak semakin berat dan selanjutnya celah fiskal tersebut bisa digunakan untuk Sektor Produktif. Selain itu hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya Crowding Out di Pasar Obligasi dikarenakan Target Pemerintah yang tinggi untuk menutup Defisit APBN 2020 melalui Lelang SBN dan Pandemic Bond di Pasar Primer sehingga juga memberikan peluang bagi Sektor Korporasi utk mendapatkan fresh money di Pasar Obligasi dengan yield yg kompetitif.
b) Perlunya melakukan Pemangkasan atas besaran Bunga yang ditanggung APBN atas Obligasi Rekap BLBI yang hampir 60 Triliun per tahun melalui Diskresi Kebijakan sehingga bunga yang dipangkas tersebut bisa dialihkan ke Sektor Produktif.
3. Melakukan Penerbitan Recovery Bond yang dananya dialokasikan untuk Korporasi Swasta yang terdampak Covid 19 dengan menggunakan Underlying Aset Korporasi berdasarkan Analisa dan Assesment.
4. ” Mempertahankan atau bahkan menurunkan Defisit Neraca Keseimbangan Primer dimana besaran Defisit Transaksi Neraca Berjalan (Current Account Defisit/CAD) tetap berada dikisaran 2,5 – 3 % thd PDB atau turun di interval 2 – 2,5 % , adapun sepanjang 2019 Defisit CAD kita sebesar US$30,4 Miliar atau 2,72% thd PDB.
Mempertahankan atau bahkan mengurangi Defisit CAD kedepan dapat dilakukan melalui :
a) Memacu Ekspor Sektor Pangan (Beras & Jagung, adapun dengan adanya Covid 19 sehingga begitu banyaknya Sektor UMKM dan Sektor Riil termasuk Manufakturing yang lumpuh dan terjadinya PHK besar besaran maka Sektor Pangan berpotensi utk digarap lebih optimal sebagai sumber utama ekonomi bagi para pekerja yang sudah kena PHK dengan kembali bertani di daerah masing masing sehingga Sektor Pangan kembali menjadi primadona yang mampu berswasembada di Indonesia (reinventing sektor pertanian) dan dengan demikian Swasembada Pangan (Beras & Jagung) dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri termasuk utk Ketersediaan Pasokan Perum Bulog dalam menjalankan perannya sebagai Stabilisator Harga dg Cadangan Beras Pemerintah (CBP), Public Service Obligation (PSO) untuk Beras Rastra dan untuk Komersial, sehingga dengan demikian Importasi kita bisa dipangkas dan malahan kita mampu memacu Ekspor Pangan sehingga mampu membantu CAD kita untuk tidak melebar defisitnya bahkan diharapkan dengan Ekspor Pangan mampu menurunkan Defisit CAD kita.
b) Menurunkan Importasi BBM dan Minyak Mentah, adapun dengan adanya Covid 19 maka adanya fenomena PSBB dan berhentinya kegiatan Manufakturing termasuk kegiatan produksi di Sektor Riil maka konsumsi BBM dan Minyak Mentah dipastikan terkoreksi tajam sehingga mengurangi importasi BBM dan Minyak Mentah sehingga Defisit CAD bisa diperkecil akibat semakin berkurangnya Importasi BBM dan Minyak Mentah. Dengan semakin kecilnya Defisit CAD maka Cadangan Devisa kita semakin kuat sehingga Rupiah terhadap Dollar AS semakin perkasa dengan tingkat volatile yang rendah bahkan cenderung semakin menguat.
5. Melakukan ” Pelonggaran Moneter (Non Austerity) ” berupa Quantitative Easing/QE sbb :
a) Menurunkan Suku Bunga Acuan BI (7Days Reversi Repo Rate) sebesar 100 basis poin hingga Triwulan IV 2020 yakni menjadi sebesar 3,5 % (in not patience) dengan Asumsi Inflasi tetap terjaga dikarenakan kurangnya konsumsi Rumah Tangga, dengan 7DRRR sebesar 3,5 % maka sektor keuangan lebih relaks khususnya dalam hal Pembiayaan yang saat ini portofolionya menurun dan mengalami pemburukan Kolektibilitas akibat Covid 19.
b) Ekspansi operasi moneter melalui penyediaan Term Repo kepada perbankan dan korporasi dengan transaksi Underlying SUN/SBSN dengan tenor sampai dengan 1 (satu) tahun.
c) Menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional dan 100 bps untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah.
d) Tidak memberlakukan kewajiban tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah untuk periode 1 (satu) tahun.
6. “Penaikan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM)” sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional dan sebesar 100 bps untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah. Adapun Kenaikan PLM tersebut wajib dipenuhi melalui pembelian SUN/SBSN yang akan diterbitkan oleh Pemerintah di pasar perdana.
7. Untuk ” Stabilisasi dan Penguatan Nilai Tukar Rupiah ” melalui kebijakan “Triple Interventions” baik melalui Spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) dan pembelian SBN dari Pasar Sekunder.
8. Refocusing, Relokasi dan Efisiensi Anggaran di setiap Kementerian
9. Inflasi terjaga di angka 3 % plus minus 1 %
10. Melakukan Akselerasi Digitalisasi di Era Revolusi Industri 4.0 berupa Digital Platform Market Place pada semua sektor ekonomi strategis meliputi : Perbankan Digital e-Commerce, Fintech, Star Up, Ekonomi Kreatif, Koperasi Digital, UMKM Digital dan Sektor Riil Digital.
Dengan Exit Strategy tersebut diatas harapan kita Ekonomi Rebound (Bangkit) di tengah Pandemi Covid 19 ini dan Pertumbuhan Ekonomi (PE) 2020 tidak terpelanting hingga minus dan bahkan masih bisa bertengger di kisaran moderat 2 – 2,5 %. ” Semoga “
|
Yosi Afianto, S.Si, Praktisi Perbankan dan Koperasi, Konsultan & Trainer Inklusi Syariah, Direktur Eksekutif Indo Syirkah Institute |