Tari Benten, Seni dari Pesisir Selatan yang Mulai Tergerus Zaman

Sabtu, 15 Februari 2020 - 22:00 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy


Tarian di suatu daerah mencerminkan bagaimana kekayaan dan keanekaragaman yang ada di daerah tersebut. Ternyata Kabupaten Pesisir Selatan juga memiliki kekayaan seni yang tak kalah dengan daerah lain di Indonesia.  Salah satunya adalah Tari Benten.

Tari benten ini menggambarkan pandangan masyarakat Pesisir Selatan terhadap dinamika kehidupan yang ditampilkan dalam bentuk gerak estetis yang dipandu dengan dendang dan suara instrumen adok. Biasanya tarian ini dimainkan oleh 2 orang penari laki-laki.

Dilansir dari kebudayaan kemendikbud.go.id,Tari benten terdiri dari beberapa komposisi, yaitu buai-buai, kasang, panjang, adau adau, sibadindin, dan rantak kudo.Setiap penampilan tari benten biasanya berdurasi sekitar 23 sampai dengan 25 menit, ditentukan oleh dari irama musik pengiring yang biasanya dipengaruhi oleh mood pemusik, pendendang dan penari.

Pada masa lampau tari Benten berkembang di seluruh wilayah kabupaten Pesisir Selatan.  Tari benten menduduki status dan fungsi yang terkait dengan eksistensi pimpinan adat, baik dalam sistim adat terhadap kaum, maupun dalam kepemimpinan secara formal dalam pemerintahan nagari (sama/setingkat dengan desa) (pimpinan masyarakat dalam adat Minang) baik dalam kaum maupun dalam pemerintahan formal.

Pada masa tersebut tari benten menjadi hiburan bagi pimpinan adat maupun masyarakat, dalam acara-acara adat maupun acara pemerintahan.

Bagi pimpinan adat, benten juga menjadi sarana pembelajaran terhadap kehidupan yang penuh dinamika. Dinamika kehidupan yang digambarkan dalam tari Benten memberikan pesan terhadap masyarakat bahwa hidup mengalami perkembangan waktu serta tantangan sesuai dengan umur dan fungsi manusia dalam kehidupan. Perbedaan-perbedaan gerak antara satu penari dengan penari yang lain, menyiratkan bahwa perbedaan harus dipandang sebagai suatu kondisi yang harus disikapi positif dan kreatif.

Gerak tari benten secara sepintas berbeda antara yang terdapat dalam satu nagari dengan nagari yang lain, namun dengan karakter dan pola yang tidak jauh berbeda. Tidak ada seni yang bersifat pakem dalam masyarakat tradisional Minangkabau yang menjunjung tinggi perbedaan, yang termaktub dari berbagai bidal seperti adaik salingka nagari, lain lubuak lubuak lain ikannyo lain padang lain bilalang, lain guru lain kaji lain murik lain parangai. Selain gerak, terdapat juga perbedaan nama di beberapa daerah, ada yang menyebut tari bentan, ada juga yang menamakan tari alang benten.

Penciptaan Tari Benten  tidak dapat diketahui secara pasti asal usulnya,  akan tetapi tarian ini  telah merupakan milik masyarakat  Nagari Laban Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan. ada dua versi yang menjelaskan tentang kehadiran tari benten; pertama, tari Benten  mengisahkan tentang kehidupan suatu keluarga yaitu; seorang ibu yang bijaksana  bernama Benten, dan ayah bernama Adau Adau. Keluarga ini memiliki dua orang anak bernama Buai Buai dan Rantak Kudo.  (Herawati, 2006: 1); kedua,tari Benten merupakan penggambaran dari alam yaitu burung elang. Gerak-gerak tari benten  melambangkan suasana seekor burung elang yang sedang terbang di udara siang hari (Hartati, 1992: 25). Sedangkan jika ditanya kembali kepada pewaris tari benten saat ini tidak diperoleh informasi tentang pengertian tari Benten.  Ada juga sumber yang mengatakan bahwa penamaan tari benten disebabkan karena tari tersebut pertama kali  ditampilkan oleh orang yang bernama Benten.

Tari benten mulai mengalami masa surut sejak beralihnya bentuk dan sistem pemerintahan dari  nagari ke desa. Perubahan tersebut menjadi salah satu sebab hilang atau berkurangya eksistensi pimpinan adat dalam kepemimpinan formal. Eksistensi tari benten yang selama ini berkaitan dengan eksistensi pimpinan adat dalam pemerintahan formal secara otomatis ikut merosot. Masuk dan berbagai jenis seni baru, serta perubahan pola hidup dan pola fikir masyarakat juga ikut mempercepat kepunahan tari benten.

Pada masa sekarang tari benten sedang dalam proses revitalisasi, karena sudah belasan tahun tidak berfungsi dalam masyarakat. Mayoritas penari benten yang ada pada saat ini sudah berusia di atas 50 tahun. Beberapa penari muda yang ada, hanya mampu menguasai beberapa repertory, seperti rantak kudo.

Berita Terkait

Adat Istiadat Perkawinan di Pesisir Selatan
Kenapa Kawin Sasuku Dilarang di Minangkabau?
Pirin Asmara dan Anugerah Kebudayaan
Pelangi, Nomenklatur Nama Nagari Pelangai
Kacaunya Organisasi Adat di Minangkabau Karena Politikus
Bolehkah Harato Pusako Tinggi Dimiliki dan Dijual oleh Laki-laki Bila Suatu Kaum Tidak Ada Lagi Perempuan?
Rumah Percetakan Oeang RI : Ditinggalkan atau Meninggalkan
Kapal Karam di Ampiang Parak, Peninggalan Portugis atau Belanda?
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 13 Maret 2021 - 01:49 WIB

Adat Istiadat Perkawinan di Pesisir Selatan

Sabtu, 9 Januari 2021 - 13:51 WIB

Kenapa Kawin Sasuku Dilarang di Minangkabau?

Sabtu, 12 Desember 2020 - 11:32 WIB

Pirin Asmara dan Anugerah Kebudayaan

Sabtu, 5 September 2020 - 17:10 WIB

Pelangi, Nomenklatur Nama Nagari Pelangai

Selasa, 1 September 2020 - 07:08 WIB

Kacaunya Organisasi Adat di Minangkabau Karena Politikus

Rabu, 26 Agustus 2020 - 15:12 WIB

Bolehkah Harato Pusako Tinggi Dimiliki dan Dijual oleh Laki-laki Bila Suatu Kaum Tidak Ada Lagi Perempuan?

Senin, 24 Agustus 2020 - 18:29 WIB

Rumah Percetakan Oeang RI : Ditinggalkan atau Meninggalkan

Minggu, 2 Agustus 2020 - 09:35 WIB

Kapal Karam di Ampiang Parak, Peninggalan Portugis atau Belanda?

Berita Terbaru