BANDASAPULUAH.COM — Guru Besar Ilmu Ekonomi Industri Universitas Andalas, Prof. Dr. H. Firwan Tan, SE, M.Ec., DEA Ing, menegaskan bahwa keterlibatan diaspora Minang harus lebih dari sekadar nostalgia kampung halaman. Mereka, kata Firwan, mesti menjadi katalis penggerak industrialisasi dan kemajuan teknologi di Sumatra Barat.
Pernyataan tersebut disampaikan Firwan saat menjadi pembicara dalam Pertemuan Diaspora Minang dan Bundo Kanduang Minang Sedunia, yang digelar Minang Diaspora Network Global di Hotel Pangeran Beach Padang, Selasa (5/12/2023). Kegiatan yang berlangsung secara marathon sejak 3 hingga 13 Desember 2023 itu mengusung tema besar “Investasi dan Ketenagakerjaan: Peluang dan Kendala/Permasalahan” dan menyasar empat kota di Sumbar: Padang, Bukittinggi, Tanah Datar, dan Payakumbuh.
Dalam forum yang turut dihadiri oleh Wakil Menteri Ketenagakerjaan Ir. Afriansyah Noor, Gubernur Sumbar H. Mahyeldi Ansharullah, serta sejumlah tokoh pengusaha Minang dari berbagai negara, Firwan menyampaikan pandangannya secara lugas dan tajam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jika perantau benar-benar berkontribusi untuk pembangunan Sumatra Barat, daerah ini akan melaju jauh lebih cepat,” tegasnya.
Menurut Firwan, secara kultural masyarakat Minang sudah memiliki fondasi kuat untuk menjadi pelaku industri karena kecenderungan berdagang yang telah melekat dalam tradisi mereka. Dengan perantau Minang tersebar di berbagai penjuru dunia dan jumlahnya diperkirakan tiga kali lipat lebih banyak dari populasi Minang di kampung halaman, kekuatan konektivitas dan jaringan ini semestinya dimaksimalkan.
Namun sayangnya, lanjut Firwan, koneksi yang luas itu belum mampu menjawab kebutuhan mendesak pembangunan di daerah, terutama dalam hal pemanfaatan teknologi dan pengembangan industri lokal.
“Dalam konteks industrialisasi, jiwa berdagang adalah 50 persen syaratnya. Sisanya adalah kemampuan memanfaatkan teknologi. Di sinilah diaspora harus hadir,” kata Firwan.
Firwan menyoroti bahwa Sumbar memiliki ribuan pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM), tetapi masih tertinggal dalam adaptasi teknologi. Keterbatasan dalam hal digitalisasi, pengemasan modern, serta akses pasar global menjadi hambatan utama. Untuk itu, dia mengajak para diaspora untuk mendorong transfer teknologi ke Sumbar.
Ia mencontohkan produk khas seperti Galamai, makanan ringan asal Payakumbuh yang sangat potensial menembus pasar luar negeri jika dikemas dengan teknologi modern. Demikian pula Rendang, yang hingga kini belum memiliki perlindungan paten, membuatnya sulit menembus pasar Eropa karena terbentur regulasi ekspor dan hak kekayaan intelektual.
“Kalau kita serius soal paten, soal kemasan, soal promosi digital, produk Sumbar bisa mendunia. Tapi itu tak cukup hanya dengan semangat — butuh kolaborasi nyata dengan para diaspora yang paham pasar dan teknologi luar,” ujar Firwan.
Dalam paparannya, Firwan juga menyoroti peran penting para akademisi, terutama profesor asal Minang, untuk turun langsung dalam pengabdian yang terintegrasi. Ia menyebut contoh penugasan profesor bidang peternakan ke Payakumbuh, yang memiliki konsentrasi peternakan tinggi, agar keilmuan tidak berhenti di menara gading tetapi langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.
Tak hanya soal ekonomi dan perdagangan, Firwan mengingatkan bahwa Sumatra Barat memiliki potensi energi terbarukan yang besar. Wilayah ini memiliki sumber daya seperti air terjun dan panas bumi, yang jika dikelola dengan serius bisa menjadi sumber energi utama di Sumatra.
“Dulu Sumbar pernah jadi titik tumbuh energi. Potensi itu masih ada. Kita hanya perlu kemauan, strategi, dan eksekusi,” tandasnya.
Firwan mengakhiri pemaparannya dengan ajakan tegas kepada seluruh perantau dan diaspora Minang untuk tidak hanya sekadar pulang kampung saat lebaran atau menghadiri acara adat, tapi juga membawa pulang ilmu, teknologi, dan investasi.
“Minangkabau bisa besar karena rantau. Kini saatnya rantau membesarkan kembali Minangkabau — bukan sekadar lewat cerita, tapi lewat aksi nyata,” pungkasnya.
Diskusi ini dipandu oleh Direktur Eksekutif MDN-G Burmalis Ilyas dan turut dihadiri tokoh-tokoh penting Minangkabau dari dalam dan luar negeri seperti Gubernur Sumbar H. Mahyeldi Ansharullah, Anggota DPD RI Hj. Emma Yohana, pemilik Salero Tours Belanda Erita Lubeek, mantan Gubernur OPEC Prof. Dr. Maizar Rahman dan Dokter dan Pengusaha SPBU sekaligus pemilik STIKES Pekanbaru Prof. Dr. K Suheimi.
Pengusaha perhotelan Yessy Yarisma juga turut memaparkan tantangan investasi dan ketenagakerjaan di daerah.
Forum ini tidak hanya menjadi ajang berbagi gagasan, namun juga momentum mempererat jalinan antara ranah dan rantau dalam membangun kampung halaman. Minang Diaspora Network Global menegaskan, ini adalah panggilan bersama untuk menjadikan Diaspora Minang sebagai bagian penting dari masa depan Sumatera Barat dan Indonesia.






