Heboh! Peserta Pawai Budaya Saling Lempar Pisang di Depan Kantor Bupati Pessel

Senin, 14 April 2025 - 12:54 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peserta pawai budaya tampak saling melempar pisang dengan penuh semangat di depan Kantor Bupati Pesisir Selatan, disaksikan langsung oleh Bupati Hendrajoni dan para tamu undangan.

Peserta pawai budaya tampak saling melempar pisang dengan penuh semangat di depan Kantor Bupati Pesisir Selatan, disaksikan langsung oleh Bupati Hendrajoni dan para tamu undangan.

Meski tampak seperti kericuhan, ternyata aksi tersebut adalah bagian dari pertunjukan budaya yang memang sengaja ditampilkan.

Tradisi unik ini dikenal sebagai Parang Pisang, sebuah upacara adat khas masyarakat Pesisir Selatan, khususnya di wilayah yang dikenal dengan Banda Sapuluah.

Tradisi ini memiliki makna mendalam, yaitu sebagai bentuk upacara adat untuk “melepaskan bathin” anak sumbang — sepasang anak kembar berlainan jenis kelamin yang dalam adat dianggap telah “menikah bathin“.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam pelaksanaan aslinya, Parang Pisang dilakukan oleh dua keluarga, yakni pihak bako (keluarga ayah) dan kaum ibu dari anak sumbang tersebut.

Mereka berperang dengan mengunakan pisang sebagai senjata. Upacara ini dilaksanakan setelah kesepakatan antara pihak bako dengan kaum dari ibu si anak sumbang.

Pada hari yang telah ditentukan kedua belah pihak menyediakan pisang yang telah direbus untuk dijadikan amunisi perang.

Baca Juga :  Kegagalan Hendrajoni dalam Menyejahterakan Masyarakat Pesisir Selatan

Pihak bako bersama-sama karib kerabat yang telah diucok akan datang ke rumah kaum dari ibu si anak dengan membawa antaran yang beragam.

Demikian juga dari kaum dari ibu si anak sumbang menunggu kedatangan bako si anak. Kedatangan rombongan bako biasanya diiringi dengan kesenian sarunai dan talempong beserta tarian Simuntu.

Kedua belah pihak memiliki satu/dua Simuntu yang merupakan orang bertopeng dengan pakaian daun pisang yang berfungsi sebagai panglima perang.

Ketika rombongan sampai di halaman kediaman keluarga ibu si anak, maka kedua belah pihak melantunkan kata bersambut dan adat basa-basi untuk menentukan pilihan anak yang akan diambil oleh pihak bakonya.

Dalam tawar-menawar itu terjadilah perselisihan karena masing-masing pihak tetap dengan pilihannya.

Karena tidak terjadinya kata sepakat, maka di bawah komando Simuntu terjadilah parang pisang antara kedua kubu.

Baca Juga :  Mengenal Posisi dan Ragam Sumando di Minangkabau

Mengutip dari buku Alam Sati Nagari Surantih (2007), perang ini dilakukan oleh kaum perempuan sedangkan kaum laki-laki hanya boleh menyaksikan saja.

Setelah dilakukan parang pisang beberapa saat, kemudian kedua belah pihak berunding lagi untuk menentukan anak yang mana yang akan dibawa oleh “induak bakonya”.

Tujuan dari tradisi ini adalah untuk memisahkan bathin secara lahir si kembar agar kemudian hari tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan jiwa kedua anak tersebut dalam hukum adat dan syarak.

Hal ini didasarkan pada pandangan masyarakat bahwa anak yang lahir kembar sepasang (sumbang), satu laki-laki dan satu perempuan, dianggap telah kawin secara bathin meskipun berasal dari satu darah keturunan.

Untuk menghindari terjadinya pelanggaran adat dan syarak di kemudian hari oleh anak sumbang tersebut maka diadakanlah parang pisang untuk memeranginya supaya bathin keduanya lepas dan lupa akan “perkawinan bathin” itu.

Follow WhatsApp Channel Bandasapuluah.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Bikin Bangga! Bawakan Lagu Langkisau, Mahasiswi Pessel ini Tampil Memukau di Turki
Ini Sejarah dan Filosofi Tari Kain, Warisan Budaya Tak Benda Nasional dari Pesisir Selatan
DPRD Pessel Bahas 4 Ranperda, Aspirasi Dewan Kebudayaan Mencuat
Manjalang ke Rumah Gadang Mandeh Rubiah, Risnaldi Tekankan Pentingnya Tradisi dan Silaturahmi
Balai Pagaduan: Pergulatan Hidup Masyarakat Menjelang Lebaran
Mahat: Cerita Lain dari Peradaban Negeri 1000 Menhir | Arif Purnama Putra
Situs Sejarah Diduga Peninggalan Era Megalitik Ditemukan di Padang Pariaman
BKKBN Sumbar Gelar Pilot Project PEK Peduli Stunting di Padang Panjang

Berita Terkait

Kamis, 8 Mei 2025 - 18:30 WIB

Bikin Bangga! Bawakan Lagu Langkisau, Mahasiswi Pessel ini Tampil Memukau di Turki

Minggu, 27 April 2025 - 10:02 WIB

Ini Sejarah dan Filosofi Tari Kain, Warisan Budaya Tak Benda Nasional dari Pesisir Selatan

Senin, 14 April 2025 - 12:54 WIB

Heboh! Peserta Pawai Budaya Saling Lempar Pisang di Depan Kantor Bupati Pessel

Selasa, 8 April 2025 - 22:10 WIB

DPRD Pessel Bahas 4 Ranperda, Aspirasi Dewan Kebudayaan Mencuat

Rabu, 2 April 2025 - 20:43 WIB

Manjalang ke Rumah Gadang Mandeh Rubiah, Risnaldi Tekankan Pentingnya Tradisi dan Silaturahmi

Berita Terbaru

error: Content is protected !!