Masyarakat setempat menyebutnya sebagai “Balai Pagaduan”. Kata “Pagaduan” berasal dari “Pe-gaduh-an”, merujuk pada fenomena unik ketika pasangan suami-istri kerap terlibat pertengkaran di hari tersebut.
Pergaduhan pada balai terakhir bulan puasa ini biasanya dipicu oleh persoalan ekonomi.
Di satu sisi, kebutuhan untuk menyambut Lebaran begitu banyak, mulai dari pakaian baru, bahan pangan, hingga pernak-pernik rumah. Di sisi lain, pemasukan tidak mencukupi, apalagi ketika mata pencaharian masyarakat sedang tidak baik.
Dulu, hasil tani seperti cengkeh, karet, dan kopra menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. Kini, sawit dan gambir menggantikannya.
Namun sayang, terkadang harga komoditas tersebut masih berada di level yang rendah.
Para nelayan pun tidak luput dari persoalan serupa. Ikan di laut sulit didapat, hasil tangkapan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan harian, apalagi menjelang Lebaran.
Dalam situasi seperti itu, wajar jika terjadi ketegangan antara suami-istri bahkan berujung pergaduhan atau pertengkaran.
Suami merasa terbebani karena tidak mampu memenuhi ekspektasi istri dan anak-anak, sementara istri merasa resah karena kebutuhan keluarga tak kunjung tercukupi. Balai Pagaduan menjadi simbol pergumulan hidup masyarakat menjelang hari raya.
Di tengah situasi sulit ini, muncul berbagai solusi sementara seperti kredit barang dan pinjaman online.
Sistem kredit memang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk membeli barang meski uang tidak mencukupi.
Klik selanjutnya untuk melanjutkan membaca…
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya