Siguntur, Sejarah Besar Pesisir Selatan

Redaksi
8 Nov 2022 00:23
Budaya 0 63
4 menit membaca

Yulizal Yunus Datuak Rajo Bagindo

Saya terkesan dan bangga hadir dua hari bersama masyarakat Siguntur di Hayam Wuruk Hotel Padang (Sabtu-Ahad, 29-30 Oktober 2022).

Pertama saya bangga, justru memperkuat ketertarikan saya dengan Siguntur. Setiap saya lewat Siguntur pulang ke Nagari Taluak, saya mengingat Siguntur dengan sejarah Surau Pakiah Hud dan Surau Pakih Samun tempat mengaji ayahnys dari Buya HAMKA yakni, DR. HAKA.

Juga mengingat guru saya waktu di SD dulu (1960-an) mengajarkan ilmu bumi, bahwa Siguntur itu nagari satu-satunya penghasil gambir.

Kedua saya bangga diundang hadir sebagai narasumber dua sesi dua hari mempresentasikan pengetahuan tentang “Sako, Sang Sako dan Pusako Salingka Kaum” dan “Penguatan Limbago Adat Pangulu dan Organisasi Adat Nagari KAN”.

Yang mengundang adalah Kadis Dikbud Kabupaten Pesisir Selatan Salim Muhaimin melalui Kabid Kebudayaannnya Zainal Abidin, yang acaranya berkoloborasi program aksi dengan Robi Binur Anggota DPRD Pesisir Selatan.

Inti pertemuan dua hari dengan orang Siguntur itu, saya sharing pengetahuan (pengalaman) dalam keinginan pemerintahan nagari dan masyarakat Siguntur mempertahankan sako pusako salingka kaum. Pemiliknya limbago adat penghulu/ kaumnya.

Juga harapan kepada organisasi adat KAN sesuai amanat sejarah berdirinya, sebagai fasilitasi, jembatan emas memotivasi limbago penghulu dan kaumnya sebagai pemilik dan pewaris adat itu. Agar melaksanakan adatnya, Adat Salingka Nagari (ASN) sesuai dengan Adat Sabatang Panjang (ASP) yakni Adat Basandi Syara’ – Syara’ Basandi Kitabullah (ABS – SBK).

Siguntur Negeri Gambir Pertama

Siguntur salah satu nagari di Kabupaten Pesisir Selatan. Berada dalam wilayah Kecamatan Koto XI Tarusan. Jarak 26 km dari Kantor Wali Nagari ke Kantor Camat, 47 km ke Painan ibu kota Kabupaten Pesisir Selatan dan 30 km ke Padang ibu kota Provinsi Sumatera Barat. Luasnya 56,22 km². Penduduknya 3006 jiwa (2018), terdiri dari laki-laki 1511 orang, perempuan 1495 dan KK 693 rumah tangga.

Dulu, anak-anak pun tahu, diberi tahu guru SR/ SD (1950-han) dalam pelajaran ilmu bumi, bahwa Siguntur dikenal dengan gambirnya. Artinya dari perspektif ekonomi, satu-satunya, nagari Siguntur memiliki kebun gambir.

Sekarang gambir sudah menyebar ke beberapa nagari di Pesisir Selatan. Karenanya mengingat sejarah gambir dan mempertahankan kualitas gambir, masa Bupati Darizal Basir dengan tim ahlinya bidang ekonomi Yuzirwan Rasyid Dt. PGP Gajah Tongga bersama Zaitul Ikhlas Saad Rajo Intan (bidang agama) dan YY Dt.Rajo Bagindo (bidang kebudayaan) mendirikan pabrik memproduksi katekin gambir made in Siguntur. Tetapi budaya (perilaku) ekonomi tergoda ijon, pabrik ditinggalkan, runtuh (2005).

Siguntur Tempat Belajar Ayah dari Buya Hamka

Dari perspektif Agama, Siguntur dikenang menjadi pusat pengajian agama. Dikenal bersamaan kemasyhuran ayah Buya HAMKA ialah Dr. HAKA atau Inyiak Rasul, atau Inyiak Doktor.

Ia ulama besar doktor pertama tamatan Universitas Alazhar Mesir. Dr. HAKA ini mengaji agama di Siguntur ini. Gurunya ulama bernama Pakiah Hud dan Pakiah Samun di Siguntur.

Di mana jejak surau dan makamnya? Menjadi pertanyaan generasi sekarang! Karena sejarah tidak terwarisi dan jejak hilang. Mungkinkah di “Tampat”, makam tua dengan mejan panjang di Siguntur itu? Saya pernah menggeledah situs itu ke kaki perbukitan di Siguntur itu, di bawa Rahim tokoh Siguntur yang dikenal di Kalangan Pemda Pessel ketika itu. Justru ia pernah pejabat disegani di sana.

Rahim dan Robi serta Masyarakat Bersama Kembalikan Sejarah

Rahim dengan masyarakat (alim ulama, ninik mamak, dan cadiak pandai ranah – rantau) dan guru-guru Siguntur berupaya memberi jawaban. Hendak mengembalikan sejarah, Siguntur sentra pengajian agama. Upaya konkritnya, ia mengajak masyarakat mendirikan Pesantren, dengan biaya swadaya. Sekarang sudah punya gedung dan santri yang cukup berprestasi. Pesantren yang diberi roh surau itu, tidak jauh dari masjid tarancak bernama “Mahabbatulqulub” Siguntur.

Upaya mengembalikan sejarah ini menginspirasi nagari lain, mendirikan Pesantren seiiring mendirikan masjid terindah dalam proses mewariskan nilai sejarah dan pemajuan kebudayaan objek adat syara’. Kepada Rahim dan Robi saya mengusul, diberi roh surau, dengan trilogi pendidikan: mengajai, belajar adat dan silat.
Pengakuan kepada Siguntur ini, saya sampaikan juga kepada Ninik Mamak/ Bundo Kanduang, Ulama dan Cadiak Pandai/ orang mudo dalam forum pertemuan dua hari orang-orang Siguntur di Hayam Wuruk Hotel di Padang, Sabtu – Ahad, 29-30 Oktober 2022 lalu.

Pertemuan difasilitasi pokir anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan Robi Binur. Berkolobarasi aksi dengan program pemajuan kebudayaan di Bidang Kebudayaan Dikbud Kabupaten Pesisir Selatan. Robi, tertarik melanjutkan program aksi memajukan kebudayaan di nagari dapilnya yang indah ini ditambah dikenal dengan negeri air terjun Sarasah. Selanjutnya Robi bertekad akan meningkatkan penganggarannya lewat DPRD.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *