Berasimilasi Tari Benten
Khusus Tari Benten asimilasi dan dimungkinkan juga berakulturasi dengan Tari Rantak Kudo asal Rawang Kerinci tadi, dikembangkan oleh Sanggar Seni Tari Tradisi dan Budaya Puti Gubalo Intan di Nagari Taluak Kualo, Kecamatan Airpura, Kabupaten Pesisisr Selatan. Di samping Tari Benten, konversi Tari Rantak Kudo itu dikembangkan juga di Sanggar Puti Gubalo Intan itu, antara lain seni Pencak Silat, Tari Sikambang Manih dan Tari Kain yang cukup langka itu dan sudah menjadi WBTB Nasional.
Pada 2 Desember 2021 lalu, Pimpinan Sanggar Puti Gubalo Intan, Junaidi Chan menjawab respon PKM di Indrapura. MTC PT Incasi Raya itu menjelaskan bahwa kesenian yang dikembangkannya ditampilkan dalam pertunjukan kesenian tradisi dengan tema “Bimbang Nagari” di Teluk Kualo Indrapura, Kecamatan Airpura, dibuka Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar. Harapan bupati, kesenian tradisi mesti dijaga dari kepunahan, karenanya pengembangannya menjadi bagian tupoksi di Dinas Pendidikan dan kebudayaan. Ia juga berharap pertunjukan kesenian tradisi ini efektif menjadi media untuk membangun semangat generasi muda untuk menggali dan mengembangkan nilai-nilainya yang berguna dalam pengambilan kebijakan berbasis budaya di Kabupaten Pesisir Selatan.
Selain alasan tidak lagi dikembangankan Tari Rantau Kudo, karena tidak ditemukan lagi aslinya, juga disebut tidak berasal dari Pesisir Selatan, tetapi adalah asimilasi seni tari Kerinci dan Pesisir Selatan sejak masa kerajaan/kesultanan Indrapura, dimungkinkan karena faktor wilayah kebudayaan, Kerinci tidak bisa dipisahkan dengan Pesisir Selatan. Sejarah budaya Kerinci berkaitan erat dengan budaya Kesultanan Inderapura sejak awal masa kerajaan itu. Bahkan Pesisir Selatan dan Kerinci pernah menjadi satu Kabupaten dalam NKRI, yakni Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci disingkat PSK. Pesisir Selatan dan Kerinci dipisahkan, masing-masing menjadi kabupaten sendiri, adalah dengan UU Darurat Nomor 19 Tahun 1957, tanggal 9 Agustus 1957 (Yulizal Yunus, dkk 2005).
Dari latar sejarah Pesisir Selatan dan Kerinci, khusus Kesultanan Indrapura, memberi petunjuk bahwa Tari Benten berasimilasi dengan Tari Tari Rantak Kudo yang sudah lama hidup di Indrapura. Ada makna terdalam tersimpan dari Tari Benten, adalah memberri penyadaran bahwa keadaan kehidupan masyarakat, yang senantiasa ada itu “perubahan”. Kehidupan berubah-ubah sepanjang umur dan sejalan tujuan hidup. Makna itu ditawarkan dalam kisah kehidupan yang menjadi esensi Tari Benten.
Tari Benten mengisahkan seorang ibu bernama Benten. Suaminya bernama Adau-Adau. Punya dua orang anak, bernama Rantak Kudo, Nandi-nandi dan Buai-Buai. Apakah Tari Buai-buai di Padang ada hubungan dengan kisah dalam Tari Rantak Kudo ini, perlu dicari kejelasan pada Tari Buai-buai di Padang yang nanti akan dipertunjukan PKM-17 Edisi IV pada Januari 2022 mendatang.
Kembali ke Tari Benten, dalam pertunjukannya secara verbal, terlihat gerakan menyerupai gerakan kepak sayap sedang terbang. Perumpamaan kepak sayap elang itu, mengikuti pandangan Wahyuni W, Yusril dan Suharti, yang menggambarkan gerakan bekerja mengasuh dan menimang bayi, “babega” ke kiri ke kakanan bahkan berputar-putar. Karenanya, penari harus menyetel badan dan kepala, badan sedikit harus lebih maju ke depan dibanding kepala. Gerakannya menyerupai nelayan sedang “menghela puket” (menarik puket), juga distel tangan, kedua tangan itu merentang, dan gerakan kepala menyesuaikan dengan gerakan tangan.
Tari Benten yang hidup di kalangan masyarakat adat nagari diiringi musik gendang yang khas disebut “adok”. Adok ditabuh penabuh dengan bunyi khas sesuai dengan dendang diikuti gerakan penari dua lelaki biasa dalam durasi 23-25 menit. Penari tidak lepas dari pautan perasaan yang sedang dirasai pemusik, pendendang dan penari. Artinya, gerakan penari sealur dengan perubahan irama musik pengiring adok dan lagu.
Gerakan penari yang berdiri dan melebar dan saling membalikkan badan, berubah ke belakang selanjutkan dengan mengejutkan tercipta gerakan baru. Kaki lebih banyak bergerak dibanding tangan dan badan. Gelombang gerakan satu arah ke depan terjadi berulang, beragam, berputar, ke kiri ke kanan. Gerak-gerakan itu turut memaknai kisah yang ditawarkan Tari Benten.
Tari Benten ini cukup bervariasi pula dari daerah ke daerah di Pesisir Selatan. Artinya Tari Benten ini terdapat di banyak nagari di Pesisir Selatan. Namun esensinya tetap mengisahkan seorang ibu bernama Benten sekeluarga. Suaminya bernama Adau-Adau. Punya tiga anak bernama Buai-buai, Rantak Kudo dan Nandi-nandi. Versi Pasar Kuok-Batang Kapas, keluarga Benten ini hidup di Pasar Kuok Batang Kapas. Pasar itu adalah sawah ladang untuk bercocok tanam keluarganya, namun sekarang sudah sulit ditemukan.
Jalan ceritanya mendramakan kesombongan diri Rantak Kudo. Cendrung punya sifat durhaka pada orang tua. Rantak Kudo ialah adik dari Buai-buai dan kakak dari Nandi-nandi. Ketiganya menjadi tokoh dalam dalam Tari Benten. Sedangkan Nandi-nandi muncul saat tari pengiring tari Rantak Kudo itu. Cerita yang sama melenggenda pula di Jorong Laban. Cerita ditampilkan dalam tari Benten, disusul Tari Buai-buai kemudian Rantak Kudo. Dalam tari disebutNandi-nandi saat dendang pengiring tari Benten, Buai-buai dan Rantak Kudo.
Sama halnya dengan di Laban, terdapat pula di Painan Timur. Rantak Kudo dikisahkan dalam prosesi tari yang diawali dengan Benten, Buai-buai, dan Rantak Kudo. Di tempat asalnya Rawang Kerinci, masih bertahan pada asalnya dan dihadirkan pada setiap event penting di Kerinci (Didi, 2021). Kisah yang ditawarkan mendramakan kesombongan Rantak Kudo yang kemudian mendapat nur ketauhidan. Itu terkesan juga dalam syair Benten seperti dicatat Nerosti (2017) sebagai berikut:
Ilala nak tuangku Rabbi (hanya AllahNak Tuanku, Tuhanku)
Bakudo lalu ka Jambangan (berkuda lalu ke Jembangan)
Kok indak dapek mukasuik (tidak dapat yang di hati)
Badoso mato bapandangan (Berdosa mata berpandangan)
Rantak Kudo kemudian menjawab:
Duo tigo pelem dibukak (Dua tiga film dibuka)
Balun tantu jatuah ka sudu (belum tentu jatuh ke sudu)
Jatuah ka sayak duo tigo (Jatuh ke sayak dua tiga)
Tigo bulan dikanduang bapak (Tiga bulan dikandung bapak)
Alun tantu jatuah ka ibu (Belum tentu jatuh ke ibu)
Kasieh jo kawan alah juo (Kasih dengan teman sudah mulai juga)
Syair Tari Benten ini menceritakan, keinginan dengan baik mendapatkan yang di hati, agar kehidupan tidak berdosa. Sejak dalam kandungan, kasih dengan kawan justru sudah dimulai, seperti cerita filsafat a’yan tsabitah saja. Kisah Benten sang ibu dan Rantak Kudo sang anak, yang dariawal-awal meyakini, hanya Allah Yang Maha Tahu.
Filosofi penyadaran kehidupan yang bertauhid mengalahkan kesombongan dalam Rantak Kudo, menyalakan semangat menggali dan mengembangkannya. Kini, Rantak Kudo sudah langka dan memang patut dikembangkan. Anggota DPD RI Alirman Sori memandang seni langka ini patut dikembangkan. Ia siap di garda terdepat menggali dan mempertunjukkan serta ditayangkan dalam bentuk video dokumenter dalam seluruh saluran dimulai dari ia mensponsori kegiatan PKM-17 Desember 2021 ini. Pengembangan ini sejalan dengan Tari Benten yang justru substansi dan esensinya adalah juga Rantak Kudo.
Halaman : 1 2