Seorang teman yang kebetulan bekerja sebagai dosen di kampus swasta di Kota Banda Aceh mengeluh. Ia merasa sedih dan agak kecewa karena kampus tempatnya mengajar sudah hampir dua tahun tidak membayarkan honornya. Padahal semua kewajibannya telah ia penuhi dengan baik dan dengan susah payah.
Belakangan ternyata tak hanya dirinya saja, namun ada puluhan rekannya yang juga belum menerima tugas mengajarnya padahal ia sangat membutuhkan uang yang sedikit untuk memenuhi kebutuhan dapurnya. Hal ini terungkap ketika aplikasi WhatsApp saya dipenuhi pesan masuk, mengeluhkan hal yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kenapa belum dibayar?
Pembayaran honor mengajar merupakan hak dasar dosen dalam melaksanakan tugas profesionalnya di perguruan tinggi. Dalam praktiknya, tidak jarang pembayaran honorarium tertunda karena berbagai alasan administratif dan teknis. Pertanyaannya, apakah penundaan tersebut dapat dibenarkan secara hukum dan akademis?
Pada prinsipnya honor mengajar merupakan imbalan atas jasa yang diberikan. Dengan demikian, hak atas honorarium timbul setelah dosen melaksanakan kewajiban mengajarnya sesuai dengan tugas yang diterimanya. Apabila pembayaran honor ditunda tanpa kejelasan dan dasar hukum yang sah, maka berpotensi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertentangan dengan nilai-nilai profesionalisme dalam dunia pendidikan tinggi.
Dalam konteks hukum ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah melalui UU Cipta Kerja menegaskan bahwa upah merupakan hak pekerja dan harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian kerja dan waktu yang disepakati. Meskipun dosen tidak selalu dikategorikan sebagai pekerja dalam pengertian pekerja industri, namun hubungan kerja antara dosen dengan perguruan tinggi tetap menimbulkan hak atas kompensasi finansial atas pekerjaan yang telah dilakukannya.
Menunda pembayaran honorarium tanpa dasar yang sah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap kewajiban pemberi kerja, bahkan dalam kondisi tertentu dapat dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku.
Kebanyakan dosen, khususnya dosen tidak tetap atau dosen paruh waktu, melaksanakan tugas mengajar berdasarkan surat keputusan mengajar, kontrak kerja, atau surat tugas lainnya. Dokumen-dokumen tersebut baik secara implisit maupun eksplisit memuat hak dosen untuk menerima honorarium.
Apabila honorarium tidak dibayarkan sesuai waktu yang ditentukan tanpa adanya kesepakatan perubahan jadwal pembayaran, maka kondisi ini dapat dikualifikasikan sebagai wanprestasi atau ingkar janji oleh pihak universitas.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi memberikan jaminan bahwa pendidik berhak memperoleh jaminan pendapatan dan kesejahteraan yang memadai dan berkelanjutan. Prinsip ini menekankan bahwa pengelolaan keuangan perguruan tinggi harus memperhatikan kesejahteraan dosen sebagai unsur utama dalam penyelenggaraan pendidikan.
Penundaan honorarium tanpa transparansi dan kepastian waktu tidak sejalan dengan semangat melindungi hak-hak dosen sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Secara terbatas, penundaan pembayaran honor masih bisa dibenarkan apabila ada dasar hukum yang jelas. Misalnya, dalam kontrak kerja terdapat klausul tertulis yang mengatur kemungkinan penundaan, kondisi force majeure seperti keterlambatan pencairan APBN, serta pemberitahuan resmi kepada dosen dengan batas waktu pembayaran yang pasti. Tanpa memenuhi unsur tersebut, penundaan pembayaran honor berpotensi melanggar hukum.
Selain aspek hukum, penundaan honor juga menyentuh ranah etika akademik. Perguruan tinggi sebagai lembaga keilmuan dan moral hendaknya menjunjung tinggi nilai keadilan, profesionalisme dan tanggung jawab terhadap tenaga pengajar. Memaksakan kewajiban mengajar kepada dosen tanpa menjamin terpenuhinya hak finansialnya merupakan praktik yang merugikan etika akademik dan berpotensi menurunkan mutu pendidikan.
Jadi, berdasarkan tinjauan hukum dan etik dapat disimpulkan bahwa menunda pembayaran honor dosen tanpa dasar hukum yang jelas, tanpa persetujuan dosen, dan tanpa kepastian waktu pembayaran adalah suatu tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Praktik tersebut berpotensi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertentangan dengan prinsip etika pendidikan tinggi.
Perguruan tinggi diharapkan mengelola sistem pembayaran honorarium secara transparan, akuntabel, dan tepat waktu sebagai bentuk penghormatan terhadap profesionalisme dosen dan keberlangsungan mutu pendidikan.
“Pada akhirnya kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang harus diambil. Apakah kita memilih mundur atau mengajukan mosi tidak percaya kepada mereka? Sekalipun dengan cara persuasif tidak mengalah. Sedangkan mengambil jalan lain adalah hal yang tidak terpikirkan saat ini,” tutupnya. (***)
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.


Tertinggi hari ini" width="225" height="129" />



Tertinggi hari ini" width="129" height="85" />