BANDASAPULUAH.COM – Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD memberikan kritik keras terhadap terbitnya Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025.
Mahfud MD menilai aturan baru tersebut tidak sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Putusan Mahkamah Konstitusi yang dikeluarkan pada 13 November 2025 jelas menegaskan bahwa anggota kepolisian hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian jika mengundurkan diri atau telah memasuki masa pensiun.
“Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025, jika anggota Polri ingin masuk ke lembaga sipil harus meminta pensiun atau keluar dari Polri. Tidak ada lagi mekanisme alasan penugasan dari Kapolri,” kata Mahfud, Jumat. (12/12/2025) seperti dikutip dari Kompas.com.
Untuk itu, Mahfud MD menilai Perpol Nomor 10 Tahun 2025 tidak hanya melanggar putusan MK, tapi juga melanggar UU ASN.
Mahfud MD menjelaskan, penugasan polisi aktif pada jabatan sipil tidak diatur dalam UU Polri, berbeda dengan UU TNI yang menyebutkan 14 jabatan sipil yang boleh diduduki oleh prajurit aktif.
Jadi Perpol ini tidak ada dasar hukum atau konstitusionalnya, ujarnya.
Mahfud juga menegaskan, status Polri sebagai lembaga sipil tidak serta merta berarti polisi bisa ditempatkan pada jabatan sipil mana pun.
“Karena semua harus sesuai dengan bidang tugas dan profesinya. Misalnya sesama lembaga sipil, dokter tidak bisa jadi jaksa, dosen tidak bisa jadi jaksa, jaksa tidak bisa jadi dokter,” kata Mahfud.
Meski kini menjadi anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Mahfud menegaskan pernyataannya tidak disampaikan dalam kapasitas itu, melainkan sebagai akademisi hukum tata negara.
Isi Perpol 10/2025 menjadi sorotan
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (Tangkap layar Kompas TV)
Peraturan Politik Nomor 10 Tahun 2025 memperbolehkan polisi aktif ditempatkan di 17 kementerian dan lembaga.
Kebijakan ini menuai kritik karena dianggap justru memperluas cakupan pegawai negeri sipil bagi anggota Polri setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan larangan tegas.
Ke-17 institusi tersebut antara lain:
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Kementerian Hukum
Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
Kementerian Kehutanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian Perhubungan
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI)
ATR/BPN
Lemhanna
OJK
PPATK
BNN
BNPT
PUTRA
BSSN
Komisi Pemberantasan Korupsi
Keputusan Mahkamah Konstitusi
Dalam putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, Mahkamah Konstitusi menilai anggota Polri hanya dapat mengisi jabatan di luar lembaganya apabila telah mengundurkan diri atau memasuki masa pensiun.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan ketentuan Pasal 28 ayat (3) UU Polri sebenarnya tidak memberikan ruang penafsiran tambahan.
“Tidak dapat disangkal bahwa rumusan ini merupakan rumusan norma yang bersifat expressis verbis (jelas) dan tidak memerlukan penafsiran atau makna lain,” bunyi putusan tersebut.
Lebih lanjut Ridwan mengingatkan, pasal penjelasan dalam undang-undang tersebut tidak menimbulkan aturan baru.
Menurut dia, penambahan frasa pada penjelasan pasal tersebut justru menimbulkan ambiguitas dan berpotensi mengganggu kepastian hukum.
Rumusan seperti itu menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian jabatan bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian. Juga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karir ASN yang berada di luar institusi kepolisian, kata Ridwan.
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.






