BANDASAPULUAH.COM -Pidato Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia ke-77 menyadarkan masyarakat. Banyak orang yang melemparkan topinya ke dalam ring. Tegas, visioner, dan non seremonial.
“Bawahan Pak Prabowo ada di kabinet dan parlemen. Tapi yang berbicara mengatasnamakan pemerintahan Prabowo, pidato Pigai di acara peringatan Hari Hak Asasi Manusia, menjadi pidato puncak tahun ini,” kata tokoh demokrasi Adhie M. Massardi kepada rmol.id tadi malam, Kamis, 12 Desember 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Pidato Pigai, kata Adhie, menyinggung langsung persoalan hak asasi manusia yang mendasar, terutama menempatkan hak asasi manusia sebagai pilar utama penyelenggaraan negara. Peringatan Pigai mengenai potensi pelanggaran HAM yang dilakukan negara juga merupakan peringatan keras yang tidak pernah disampaikan oleh pejabat aktif. Pigai bahkan meminta masyarakat melakukan perlawanan jika negara melanggar HAM.
Soal HAM, (potensi) pelanggaran hukum dilakukan oleh negara dan Pigai sebagai menteri justru mengkritisi hal tersebut, kata Adhie lagi.
Adhie menilai ucapan Pigai bukan retorika diplomatis, melainkan imbauan moral. Sekaligus, secara politis, kata dia, hal ini merupakan sinyal jelas kepada internal pemerintah bahwa Kementerian HAM tidak ingin diparkir sebagai kantor administratif. Pigai siap membongkar sistem yang dianggapnya rusak.
Pigai ingin semangat pemerintahan Prabowo hadir di Kementerian Hak Asasi Manusia sehingga memperkuat posisinya sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat. Begitu pula sebaliknya, tegas Adhie.
Pigai menyebut HAM sebagai aset tak berwujud termahal yang dimiliki bangsa Indonesia. Memberikan pidato tanpa teks, mantan Komisioner Komnas HAM ini juga menyoroti kondisi hak asasi manusia nasional yang menurutnya rusak dalam beberapa hal dan harus diperbaiki.
Pigai juga mengingatkan pejabat pemerintah untuk menghormati aktivis gerakan, aktivis hak asasi manusia, dan demonstran yang disebutnya sebagai “pahlawan tak berbayar” yang bekerja untuk negara.
Perbedaan yang paling kentara adalah perkataan Pigai dalam pidatonya datang dari hati, dari kesadaran batin, karena dia memang mempunyai DNA hak asasi manusia. “Ini pidato yang paling meriah,” tambah Adhie.
Sedangkan pejabat lain membaca teks yang tidak ada di hatinya, membaca yang tertulis di kertas tapi tidak ada di pikirannya, sehingga perkataannya lemah, tidak bernyawa dan tidak mungkin dilaksanakan, pungkas Adhie Massardi.
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.





Interaktif Bunga Liar" width="225" height="129" />
Interaktif Bunga Liar" width="129" height="85" />