BANDASAPULUAH.COM – M Sahnan (51), ustaz dan pengasuh Pondok Pesantren di Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, divonis kebiri kimia dan 20 tahun penjara, karena terbukti melakukan pencabulan terhadap delapan santri.
Sidang penjatuhan hukuman terhadap Sahnan digelar tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, Selasa (9/12). Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Andri Lesmana, Hakim Anggota I Akhmad Bangun Sujiwo, dan Hakim Anggota II Akhmad Fakhrizal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Juru Bicara Pengadilan Negeri Sumenep Jetha Tri Darmawan mengatakan, majelis hakim memutuskan Sanhan bersalah melakukan pencabulan terhadap delapan siswinya. Terdakwa juga dijerat dakwaan alternatif berdasarkan Pasal 81 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Terdakwa terbukti dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan, kata Jetha membacakan petitum putusan majelis hakim, saat dikonfirmasi BANDASAPULUAH.COM, Rabu (10/12).
Atas perbuatannya, pengasuh pesantren itu divonis 20 tahun penjara, denda Rp5 miliar subsider enam bulan penjara jika tidak membayar.
Selain itu, kata Jetha, majelis hakim juga memvonis pengurus pesantren tersebut dengan hukuman kebiri kimia selama dua tahun dan pemasangan alat pendeteksi.
Majelis hakim memvonisnya 20 tahun penjara, denda Rp5 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ditambah hukuman tambahan atas pengumuman di media lokal dan nasional serta hukuman kebiri kimia dan pemasangan alat deteksi pada terdakwa masing-masing 2 tahun, ujarnya.
Jetha mengatakan hakim punya pertimbangan untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni 17 tahun penjara. Pertama, hakim menilai perbuatan terdakwa menyebabkan anak atau korban kehilangan kesuciannya.
Perbuatan terdakwa menyebabkan anak korban mengalami trauma yang mendalam, perbuatan terdakwa menimbulkan penderitaan psikis yang mendalam dan berkepanjangan bagi korban dan orang tua korban, ujarnya.
Kemudian, hakim menilai perbuatan terdakwa merugikan masa depan anak korban. Terdakwa juga gagal menjalankan kewajibannya sebagai pendidik dalam mengasuh, mendidik, mengasuh, mengembangkan dan melindungi anak korban, imbuhnya.
Terdakwa juga dianggap mempersulit dan mempersulit persidangan, tidak mengakui & menyesali perbuatannya. Perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat.
Akibat dari perbuatan terdakwa yang dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol agama, termasuk di pesantren yang dipimpin oleh terdakwa, dapat mencoreng lembaga pesantren, merusak citra agama Islam karena menggunakan simbol-simbol agama Islam, dan dapat menimbulkan kekhawatiran orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke pesantren. Sedangkan tidak ada pertimbangan yang meringankan, kata Jetha menyampaikan pertimbangan hakim.
Jetha mengatakan, pelaksanaan putusan tersebut dilakukan setelah perkara tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan jaksa melaksanakan eksekusi putusan pidana.
Tindakan kebiri kimia dilakukan setelah terpidana menyelesaikan hukuman pokoknya yaitu penjara, mengenai teknis pelaksanaan putusan pidana domain kejaksaan, ujarnya.
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.






