BANDASAPULUAH.COM – Keberadaan ribuan batang kayu berstiker Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang ditemukan Polda Lampung di Pantai Barat, Lampung, diketahui luas setelah viral di media sosial.
Batang kayu tersebut diberi stiker berwarna kuning dengan barcode bertuliskan PT Minas Pagai Lumbar (MPL) dan berkop surat “Kementerian Kehutanan Republik Indonesia”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Banyak pihak yang mengaitkan ribuan batang kayu tersebut dengan banjir bandang dan tanah longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatera, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Ribuan kayu tersebut diduga berasal dari praktik pembalakan liar yang belakangan membuat Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup menutup sejumlah kegiatan usaha.
Kecurigaan ini muncul karena saat banjir bandang dan tanah longsor melanda Sumatera, banyak ditemukan kayu gelondongan serupa.
Benarkah kayu tersebut berasal dari praktik illegal logging?
Direktur Retribusi dan Penatausahaan Hasil Hutan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Kehutanan Ade Mukadi mengatakan, ribuan meter kubik kayu bulat tersebut berasal dari kapal tunda milik PT MPL yang rusak.
Kayu yang ditemukan di Lampung bukanlah kayu yang hanyut terbawa banjir di Sumatera, kata Ade Mukadi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/12/2025).
Kayu tersebut berasal dari kecelakaan kapal tunda kayu dari PBPH (HPH) PT Minas Pagai Lumber di Mentawai, tambahnya.
Ade menjelaskan, mesin kapal yang mengangkut kayu tersebut mati akibat terjadi badai pada 6 November 2025. Permasalahan tersebut menyebabkan banyak potongan kayu yang memiliki stiker kementerian tersapu air.
“Mesin kapal tunda mati dan dihantam badai sejak 6 November 2025 sehingga banyak kayu yang berjatuhan dari kapal tunda,” ujarnya.
Ade Mukadi menambahkan, berdasarkan penanda Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang memeriksa keabsahan/asal sumber kayu (sistem penelusuran untuk mencegah pembalakan liar), kayu tersebut berasal dari PT MPL.
Menurut dia, perusahaan tersebut telah memiliki izin Menteri Kehutanan untuk kawasan hutan produksi melalui izin SK.550/1995 tanggal 11 Oktober 1995 dan diperpanjang pada tahun 2013 sesuai SK.502/Menhut-II/2013 tanggal 18 Juli 2013.
“Kayu tersebut berasal dari kecelakaan kapal tunda kayu dari PBPH (HPH) PT Minas Pagai Lumber di Mentawai,” ujarnya.
Akan Dirilis Hari Ini
Hari ini, Rabu (12/10/2025), Polda Lampung akan memaparkan hasil penyidikan kasus kayu di Kabupaten Pesisir Barat.
Kabid Humas Polda Lampung Kompol Yuni Iswandari Yuyun mengatakan, pihaknya akan memaparkan hasil penyidikan kasus temuan kayu bulat di Kabupaten Pesisir Barat.
Tadi Kementerian Kehutanan dan juga Dinas Kehutanan Provinsi Lampung datang ke Mapolda Lampung, kata Kompol Yuni Iswandari Yuyun di Mapolda Lampung, Selasa (9/10/2025).
Ia pun meminta awak media bersabar karena nantinya akan ada pernyataan yang lebih jelas dari Kapolda Lampung.
Lebih tepatnya besok (hari ini-red) akan disampaikan oleh pimpinan yang akan menjelaskan dua TKP di laut dan kawasan TNBBS, ujarnya.
Yuni menjelaskan, pihaknya juga akan menjelaskan adanya label dari Kementerian Kehutanan.
Sebelumnya, Kompol Yuni Iswandari juga mengungkapkan, pernah terjadi kejadian kapal pengangkut kayu gelondongan terdampar.
Menurut dia, kapal yang membawa 4.800 meter kubik kayu tersebut berangkat dari Sumbar pada 2 November 2025.
Namun kapal kehilangan kendali dan terdampar akibat cuaca ekstrem.
Selain itu, tali kapal disebut-sebut terjerat dan memperparah keadaan.
“Cuaca saat itu sangat ekstrim. Ada tali kapal yang terjerat sehingga mengakibatkan tongkang terdampar,” kata Yuni, Jumat (5/12/2025) lalu.
Tekanan Akademik
Sementara itu, Akademisi Hukum Lingkungan Hidup Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) Fathoni meminta aparat penegak hukum atau kepolisian menindak tegas pelaku pembalakan liar.
“Kami mendorong aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku illegal logging,” kata dosen Hukum Lingkungan Hidup FH Unila, Fathoni.
Ia mengatakan, menurut hukum konstitusi, kawasan tersebut merupakan hutan lindung dan kawasan budidaya.
“Kawasan hutan lindung tidak bisa diambil sama sekali karena merupakan paru-paru dunia. Apalagi jika TNBBS merupakan kawasan yang oleh UNESCO disebut Common Heritage Mankind atau warisan bagi masyarakat dunia,” tambah Fathoni.
Menurutnya, yang wajib dilindungi bukan hanya masyarakat Indonesia saja, tapi juga harus diawasi dunia internasional.
Fathoni mengatakan, dampak kerusakan hutan akibat pembalakan liar di Kabupaten Pesisir Barat juga besar.
“Kalau polisi menangkap orang di sana, betul. Tugas polisi yang menindak, tugas petugas seperti itu,” kata Fathoni.
Karena itulah, kata dia, akademisi mendorong aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku illegal logging.
Pelaku terancam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara, ujarnya.
Ia mengatakan, perusakan hutan merupakan pelanggaran hukum.
Pelanggaran ini merupakan kategori atau kualifikasi tindak pidana yang harus menunggu laporan. Bukan delik aduan, melainkan delik biasa dan dapat segera ditindak, tambah Fathoni.
Menurut dia, polisi juga bisa segera bertindak meski harus beradaptasi dan yang utama pihak pengawas harus menjalankan tupoksinya.
Dia menduga ada yang lalai dalam melakukan pengawasan.
“Warga juga bisa turut serta dalam penegakan hukum dengan melaporkan kejadian tersebut. Dan polisi harus menindak pembalakan liar tanpa diskriminasi,” tutupnya.
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.






