Oleh: Erizal
BERBAGAI perilaku petugas kami menyikapi bencana yang terjadi di Sumut baru-baru ini. Tak ada salahnya, mudah untuk mengatakan bahwa bencana ini hanya mencekam di media sosial alias media sosial. Kenyataannya, bukan itu masalahnya. katanya. Dia malu dan langsung meminta maaf.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Mungkin dia baru saja mendarat dan sampai di pesisir pantai, padahal musibah kali ini bukan terjadi di pesisir pantai, melainkan di darat, di perbukitan dan sekitarnya. Bencana ini mengubur kampung, kampung, nagari, datar seperti semula tanpa ada kehidupan. Kehidupan yang telah terkubur di dalam kubur.
Beruntung Kepala BNPB merasa malu dan meminta maaf. Ada pejabat yang belum angkat bicara. Mungkin dia tidak tahu harus berkata apa. Namun pidato lamanya tentang negara maju yang mengeksploitasi lingkungan alamnya beredar luas. Itu adalah pidato yang luar biasa, tapi sekarang mungkin yang tersisa hanyalah penyesalan.
Siapa lagi kalau bukan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Meski tak terdengar lantang, ia pasti tahu persis apa yang terjadi terkait bencana di Sumut. Katanya ini bencana buatan manusia berupa tanda tangan manusia yang disebut penjahat, eh pejabat.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni berjanji akan mengevaluasi secara menyeluruh pengelolaan hutan pasca bencana dahsyat di Sumut. Untung saja dia tidak mengikuti arus, kayu yang tersapu banjir adalah kayu busuk yang berjatuhan seperti petugas dibawahnya.
Hal serupa juga disampaikan Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun, namun memilih langsung menuju lokasi bencana untuk memberikan bantuan. Foto dirinya membawa sekarung beras ringan menjadi viral. Ia disamakan dengan Khalifah Umar bin Khatab. Umar bin Khatab berkacamata, tapi mungkin tidak ada foto ijazahnya.
Saya tidak kasihan dengan persamaannya, tapi kasihan dengan karung beras di pundaknya. Terlalu ringan. Sepertinya hal itu tidak membebani pundaknya sedikit pun. Dia terus berjalan lurus. Artinya betapa ringannya karung beras tersebut. Anda tidak perlu memikul semuanya di pundak, cukup menggendongnya di jari.
Dan masyarakat lupa kalau Zulkifli Hasan adalah mantan Menteri Kehutanan. Dia mungkin tahu lebih banyak tentang hutan daripada Menteri yang sekarang. Mungkin itu sebabnya dia memilih tidak bersuara, melainkan hanya membawa sekarung beras. Dan dia berhasil mendapatkan poin lebih banyak dari berton-ton karung beras.
Hal lainnya adalah Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Ia meminta Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, dan Menteri Lingkungan Hidup melakukan evaluasi total terhadap kebijakan pemerintah terkait banjir bandang dan tanah longsor di Sumut. Padahal dia juga Pemerintah.
Itu yang jadi kelebihan Cak Imin sejak dulu. Licin seperti belut yang disiram minyak. Dia bisa saja menjadi Menteri Koordinator, meski kalah dalam pemilihan presiden. Ia dapat memberikan nasihat kepada Pemerintah, meskipun ia juga merupakan bagian dari Pemerintah tersebut. Tidak akan ada orang seperti itu, kecuali Cak Imin. Selamanya.
Mungkin karena dia adalah Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Masyarakat yang mengalami kerugian akibat bencana ini. Komunitas apa lagi yang ingin diberdayakan, jika semua orang tak berdaya akibat bencana? Cak Imin mengajak seluruh pengambil kebijakan untuk bertaubat nashuha. Pertobatan yang sejati adalah pertobatan.
Bagi Cak Imin, kiamat belum dekat, namun kiamat terjadi karena kelalaian kita sendiri.
Namun Cak Imin lupa, kiamat ini hanya menimpa masyarakat kecil. Orang-orang besar sedang berpesta pora. Kiamat macam apa ini gan? Kok kiamat bisa terjadi setahun sekali hanya pada orang kecil?
(Direktur Riset & Konsultasi ABC)
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.






