BANDASAPULUAH.COM – Kabar pernikahan siri selebriti Inara Rusli dengan Insanul Fahmi viral di media sosial.
Inara dituding sebagai perampas laki-laki orang lain (pelakor) dan biang kerok di balik kandasnya pernikahan Insanul Fahmi dan Wardatina Mawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Kini, Inara sudah dilaporkan ke polisi oleh Wardatina Mawa.
Publik menyoroti polemik hubungan Inara Rusli dengan Insanul Fahmi, khususnya status nikah siri.
Berbagai pendapat disampaikan melalui media sosial.
Lalu bagaimana hukum pernikahan siri?
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Cholil Nafis angkat bicara.
Melalui orangnya
“Seringkali orang bilang nikah di bawah tangan, maksudnya syarat-syarat nikah sudah terpenuhi tapi belum dicatatkan di KUA. Biasanya hal ini merugikan istri karena tidak bisa menuntut haknya dan anak kesulitan mendapatkan akta,” tulis Cholil Nafis.
MUI: Nikah siri sah tapi haram, tegasnya.
Pada postingan selanjutnya ditegaskan bahwa haram dalam Islam berarti dilarang atau tidak boleh dilakukan.
Cholil Nafis juga menganalogikan larangan nikah siri dengan hukum jual beli saat salat Jumat.
Haram artinya dilarang. Insya Allah yang mempelajari fiqih tidak akan berkomentar seperti itu. “Ulama sudah lama membahasnya, yaitu sah tapi haram,” kata Cholil Nafis.
Contohnya adalah transaksi jual beli pada hari Jumat: Jual beli itu sah, tetapi haram karena hari Jumat berdasarkan dalil Surat Al-Jum’ah: 9, jelasnya.
Alasan MUI melarang pernikahan siri
Ia menjelaskan, ada beberapa jenis nikah siri yang sering disalahpahami masyarakat.
Istilah nikah siri sendiri merujuk pada dua bentuk.
Pertama, perkawinan yang memenuhi syarat agama dan rukun, namun tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).
“Nikah siri yang dimaksud adalah perkawinan yang syarat rukunnya cukup namun tidak dicatatkan di KUA. Tidak ada catatan syarat yang disebut dengan nikah siri,” kata KH Cholil Nafis, dikutip dari laman resmi MUI.
Kedua, perkawinan yang bahkan tidak memenuhi syarat-syarat yang selayaknya dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Namun Rais Syuriyah PBNU 2022-2027 dan Pengasuh Pondok Pesantren Amanah Ulama, Depok, menggarisbawahi, yang paling sering terjadi di masyarakat adalah pernikahan yang tidak dicatatkan di KUA padahal sah secara agama.
“Dalam Islam yang terpenting syaratnya sah. Karena menurut syarat menikah dalam Islam tidak perlu atau wajib didaftarkan,” ujarnya.
Meski demikian, ia menegaskan pencatatan nikah merupakan bagian dari istihsan atau amal shaleh untuk melindungi hak suami, istri, dan anak.
Kiai Cholil menjelaskan, MUI menganggap nikah siri sah secara agama, namun dalam praktiknya justru banyak menimbulkan kerugian, terutama bagi perempuan dan anak.
“Karena nikah siri lebih merugikan perempuan. Jadi kalau MUI memutuskan nikah siri itu sah, haram. Kenapa? Merugikan orang lain. Bikin perempuan kurang sempurna dalam mendapatkan haknya,” tegasnya.
Oleh karena itu, MUI menganjurkan agar masyarakat menghindari pernikahan siri dan memilih pernikahan yang tercatat secara resmi di dalam negeri.
Kiai Cholil menegaskan, pencatatan perkawinan merupakan bagian dari penyelesaian akad karena mempunyai implikasi hukum seperti harta warisan, nafkah, dan administrasi anak.
Kiai Cholil Nafis pun memberikan imbauan tegas kepada para orang tua agar tidak menerima lamaran secara diam-diam yang dapat berujung pada nikah siri.
“Saya menghimbau bagi masyarakat yang ingin menikah, terang-terangan saja. Mohon kepada bapak-bapak, ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan, jangan sampai anaknya menikah secara sembunyi-sembunyi,” tegasnya.
Ia mengingatkan, pernikahan bukan sekedar urusan antara laki-laki dan perempuan, melainkan membangun rumah tangga dan menghasilkan generasi. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pernikahan yang memiliki status agama dan kenegaraan yang jelas.
“Cukup nikahkan langsung di KUA agar sah secara agama dan sesuai hukum,” tutupnya
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.






