ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
BANDASAPULUAH.COM – Kritik tajam terhadap keberadaan Bandara PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah, disampaikan pakar militer dan pertahanan kepada pemerintah melalui surat terbuka yang ditujukan langsung kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Bandara yang dibangun pada era Presiden ke-7 RI Joko Widodo ini dinilai bermasalah karena beroperasi tanpa kehadiran pejabat negara, termasuk tanpa petugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Situasi ini, menurut Connie, menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan wilayah udara dan integritas pengawasan negara.
Dalam surat terbuka tertanggal 27 November 2025, Connie menyampaikan keprihatinan mendalam atas lemahnya pengawasan negara terhadap kawasan industri strategis Morowali yang saat ini berkembang pesat namun tidak dibarengi dengan sistem keamanan dan tata kelola yang memadai.
“Morowali – wilayah yang tidak hanya berperan penting dalam perekonomian nasional, tetapi juga menyentuh inti kedaulatan data, kedaulatan industri, dan kedaulatan keamanan nasional. Morowali berkembang jauh lebih cepat dibandingkan sistem pengawasan negara,” tulis Connie.
Ditegaskannya, investasi besar baik asing maupun dalam negeri terjadi tanpa adanya mekanisme pengendalian yang terintegrasi sebagaimana disyaratkan dalam berbagai regulasi, mulai dari UU Informasi Geospasial, UU Minerba, Perpres Hilirisasi, UU TNI, hingga regulasi pengamanan objek vital.
“Keterlambatan negara dalam memperkuat koordinasi telah menimbulkan kesenjangan strategis mulai dari pemantauan data geospasial, kehadiran tenaga kerja asing, potensi kebocoran informasi, hingga lemahnya integrasi keamanan regional,” tegas Connie.
Menurutnya, Morowali bukan sekadar kawasan industri, melainkan titik strategis dalam perebutan pengaruh global atas mineral kritis atau material tanah jarang.
“Ketika data geospasial, perizinan, tata ruang, dan infrastruktur digital tidak sepenuhnya berada dalam kendali negara, maka kita membuka pintu terhadap risiko yang jauh lebih besar dari sekedar masalah ekonomi – yaitu kehilangan kendali atas jantung strategis negara,” lanjutnya.
Dalam surat tersebut, Connie menyoroti lemahnya koordinasi antar lembaga seperti BIG, ESDM, Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, TNI, Polri, dan Pemerintah Daerah yang dinilainya sering berjalan parsial dan tidak sistemik. Kondisi ini menimbulkan “ruang abu-abu” dalam pengawasan Morowali.
“Negara tidak boleh ketinggalan dalam arus investasi, apalagi dalam mengamankan informasi dan aset penting,” ujarnya.
Connie kemudian menyampaikan lima rekomendasi kepada Presiden Prabowo. Menginstruksikan audit komprehensif tata kelola data, keamanan dan investasi di Morowali. Kemudian memperkuat peran BIG sebagai otoritas tunggal atas data geospasial tanpa kecuali.
Kemudian membangun Komando Pengawasan Obvitnas Terpadu yang melibatkan TNI, Polri, BIG dan instansi teknis, merevisi mekanisme perizinan yang dinilai terlalu sektoral dan menekankan Morowali sebagai kawasan kedaulatan strategis, bukan sekadar kawasan investasi.
“Saya mengirimkan surat ini bukan untuk menyalahkan siapapun, namun untuk mengingatkan bahwa: kelalaian terhadap objek vital adalah kelalaian terhadap kedaulatan. Dan kedaulatan tidak bisa ditawar,” tegas Connie.
Ia berharap Presiden Prabowo mengambil langkah cepat, tegas, dan cerdas untuk memperkuat fondasi kedaulatan negara di kawasan industri strategis tersebut.
“Indonesia membutuhkan kepemimpinan Presiden untuk memperbaiki kelemahan struktural ini agar tidak menjadi bom waktu bagi masa depan Republik,” pungkas Connie Rahakundini Bakrie.
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.






