Bandasapuluah.com – Pembangunan Pasar Surantih yang tak kunjung dilanjutkan selama 3 tahun ini telah menjadi perhatian publik. Mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Pessel Suhandri ikut memberikan tanggapan atas permasalahan tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, alasan Pasar Surantih tidak dilanjutkan, karena dianggap tidak lengkap administrasi dan takut hal itu bakal menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Hal tersebut disampaikan Bupati Rusma Yul Anwar saat menghadiri Musrenbang Kecamatan Sutera beberapa waktu lalu.
“Banyak yang bertanya pada kami terkait kondisi ini, sehingga kami buat pandangan secara terbuka menyangkut kondisi Pasar Surantih. Semoga dapat menjadi solusi, pendapat dan pandangan sesuai aturan pengunaan anggaran dan pemenuhan kelayakan dan tindak lanjut pembangunan,” kata Suhandri kepada Bandasapuluah.com, Ahad (6/3).
Suhandri menilai, jika secara admistrasi belum ada penyerahan lahan secara tertulis pada awal pembangunan, tentu hal itu dapat dipenuhi. Menurutnya, disinilah tugas pemerintahan daerah hadir untuk menyelesaikan status tanah tersebut.
“Bukan berarti pemerintah daerah lari dari pembangunan pasar. Seharusnya pemerintah daerah harus dapat menyelesaikan permasalahan status tanah tersebut,” ujar pria yang akrab disapa Handri ini.
Apalagi, pembangunan Pasar Surantih adalah atas dasar permintaan dan keinginan masyarakat surantih. Dimana hampir seluruh pasar di Pessel pada waktu itu sudah cukup bagus dan representatif. “Maka masyarakat surantih meminta kepada kepala daerah pada saat itu supaya pasar surantih dapat dibangun juga oleh daerah,” katanya.
Pembangunan Pasar Surantih pun telah dilalui dengan musyawarah antara pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat mulai dari tokoh adat dan pemerintahan nagari.
“Jadi, tidak ada alasan pemerintah daerah mengatakan tidak ada penyerahan lahan,” katanya lagi.
Handri mengaku, harus mengerutkan keningnya saat mengetahui alasan tersebut. ” Ini sangat ironis, masa pemerintah daerah tidak mengetahui apa yang telah diperbuatnya. Yang diganti itu kan kepala daerah, kalau pemerintahan tentu berkelanjutan,” sebutnya.
Dikatakan, pembagunan pasar surantih telah melalui rencana kerja pemerintah daerah dan masuk dalam penyampaian nota rancangan APBD pada saat awal pembangunan. Masuk dan disampaikan dalam arah kebijakan daerah atau KUA PPAS daerah, dimana untuk membangun pasar surantih dilakukan anggaran secara bertahap dan telah disepakati bersama antara legislatif dan eksekutif.
“Seharusnya ini menjadi dokumen daerah yang harus ditindaklanjuti pembangunannya, dan menjadi prioritas untuk dianggarkan pada tahun-tahun berikutnya,” tegas Handri.
Atas dasar telah masuk dan disetujui bersama dalam APBD sebelumnya untuk dibangun dengan anggaran secara bertahap maka, sinilah letak kewenangan dari kepala daerah memerintahkan kepada dinas terkait untuk menindak lanjuti dan dianggarkan dalam APBD setiap tahun untuk menyelesaikan pembangunan pasar surantih.
Dengan tidak dilanjuti pembangunan Pasar Surantih ini, ia menilai, terlihat tidak adanya kemauan, kesunguhan atau keinginan kepala daerah untuk melanjutkan pembangunan.
“Disini bukan masalah lahan, bukan masalah anggaran, tapi tidak ada niat untuk melanjutkan pembangunan,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan, APBD Pessel tergolong besar yaitu 1,7 T. Dari anggaran sebesar itu, tidak ada yang dianggarkan untuk kelanjutan pembangunan Pasar Surantih.
“Sekali lagi masalahnya, pembagunan pasar surantih tidak masuk prioritas dan kebijakan kepala daerah. Artinya disini belum ada niat dan hati nurani pemerintah daerah untuk menyediakan pasar untuk masyarakat Sutera khususnya Surantih,” katanya.
“Kita selaku anak nagari hanya bisa merasa prihatin melihat ketidakadilan pemerintah daerah tehadap masyarakatnya. Apapun alasanya, itu hanya alasan untuk membenarkan kesalahan yang dilakukan dan jelas telah terjadi ketidakadilan disini,” sambungnya lagi.
Menyangkut lahan untuk pembagunan ada beberapa opsi yang dapat ditempuh.
Pertama lahan atau tanah pembangunan tersebut tetap menjadi aset nagari, maka disini harus ada kesepakatan penyerahan lahan untuk dilakukan pembangunan oleh pemda.
Setelah pembangunan selesai dikerjakan, tanah dan pembangunan tersebut diserahkan atau dihibahkan kembali ke pemerintah nagari untuk dikelola pemerintah nagari.
Opsi kedua, lahan atau tanah tersebut diserahkan ke pemerintah daerah. Maka setelah dibangun tanah dan seluruh aset diatasnya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh daerah.
“Intinya, pembangunan pasar yang layak adalah kebutuhan masyarakat. Penyediaan sarana dan prasarana pasar merupakan kewajiban daerah. Menyediakan tempat transaksi ekonomi, dan penyediaan pasar untuk kebutuhan harian masyarakat,” pungkasnya.